Part 15

3.2K 77 13
                                    




Kutegaskan lagi, kubuka mataku dengan lebih lebar sambil berharap-harap cemas semoga ini hanyalah mimpi. Namun, aku tidak bermimpi. Ini kenyataan. Astaga! Bagaimana hal ini bisa terjadi ketika aku sudah menjadi pacar seseorang? Bagaimana aku bisa berada di atas tempat tidur bersama perempuan lain? Kepalaku kembali pusing, akan tetapi pusingnya lain. Pusing karena perasaan bersalah. Jantungku berdebar-debar, aku juga panik. Kucoba mengingat-ingat lagi apa yang terjadi semalam. Bagaimana aku bisa di sini?

Semalam, semalam aku mabuk. Teramat mabuk, hingga mengangkat tubuhku dari sofa pun aku tak berdaya. Ngggg... lalu apa yang terjadi? Ngggg... ayo diingat! Ronny membantuku bangun, aku dituntunnya berjalan menuju ke sebuah mobil. Iya, Ronny! Ronny yang menuntunku. Sementara saat itu aku sempoyongan. Terus mobil siapa? Errrghh, damn! Mobil Karin. Iya, aku dibawa masuk ke mobil Karin. Kuingat ada yang berbicara. Seseorang berkata kepadaku, "Josh, are you okay?" Suara siapa itu? Itu suara yang lembut dan begitu merayu, dikatakan sambil mengelus-elus pipiku. Itu suara Karin. Dia duduk di sebelahku, di kursi kemudi. Lalu kemudian aku tidur. Sepanjang jalan, aku tidak ingat apa-apa. Ya, pasti aku tertidur. Dan, dan kuingat lagi. Setelah entah berapa lama aku tertidur, kurasakan mobil sudah berhenti. Seorang perempuan membangunkanku. Itu Karin. Dia membangunkanku yang tertidur di mobil lantaran sudah mabuk berat, mataku berat dibuka. "Josh, wake up. Udah sampe." Katanya. "Oke, oke." Begitu kataku. Iya, aku pelan-pelan mulai ingat. Dan, dan kemudian aku berusaha sekuat tenaga untuk setidaknya sampai di tempat tidur. Kupaksakan diriku untuk bertahan beberapa langkah. Setidaknya aku tidak terjatuh dan muntah di depan perempuan. Tidak, kan? Iya, seingatku tidak. Aku berjalan, meski dituntun oleh Karin, aku berhasil melangkahkan kakiku hingga ke dalam kamarnya, lalu aku tergeletak, pasrah di tempat tidurnya. Lalu? Lalu apa? Lalu Karin mengambilkanku teh manis hangat. Aku diberikannya teh manis hangat, supaya setidaknya mabukku sedikit reda. Iya, aku minum teh manis hangat. Dan, dan lalu, beberapa menit kemudian kumerasakan gelap. Karin mematikan lampu kamar. Ia sepertinya sudah selesai berberes, entah cuci muka atau mandi. Entahlah, mungkin dia juga mabuk. Lalu aku ingat, Karin bertanya lagi, dia bilang, "Josh, are you okay?" Karin tanya lagi. Kujawab, "cium aku untuk memastikan." Dan kemudian aku dan Karin berciuman. Kami berciuman dan berpelukan, dan terus begitu, sampai seperti membuat pusingku lenyap dihempas nafsu. Dan ya, terjadi sudah.

Aku merasa sangat kesal. Aku kesal kepada diriku. Aku menyalahkan diriku atas apa yang terjadi ini. Dan aku juga menjadi panik. Aku panik, sebab aku telah berselingkuh. Aku telah bercinta dengan perempuan lain, sementara dengan pacar sendiri saja aku belum pernah.

"Hey, hey, hey, hey.. Karin, wake up."
"Nggggehhh.... Josh? Jam berapa sekarang?"
"Dunno. Belum lihat jam. Kamu kenapa nggak pake baju?"
"Hehehehe.. males pake lagi."
"Umm.. aku minta maaf soal semalam, ya."
"Maaf?"
"Kalau mungkin, aku kurang ajar dan semacamnya."
"Hehehe.. It's okay. Kita berdua nakal."
"Baiklah. Kalo gitu aku balik, ya?"
"Langsung? Nggak mau sarapan dulu?"
"Langsung aja, kayaknya."
"Well.... Yaudah."
"Iya."

Aku turun dari tempat tidur, bersiap untuk meninggalkan kamar yang serba ungu ini. Kubuka HP, ada SMS dari Leona. Aduh, berat sekali mau baca, tetapi aku harus baca.

Leona:
Pagiiiiiiiii sayang akuuuuuuuuuuuuuu........

Balas tidak, ya? Duh, nanti saja, nanti. Daripada aku balas, tau-tau Leona langsung telepon.

"Karin, lihat jeans aku?"
"Ummm... di balik pintu."
"O, I see.."
"Hehe.. Joshua, Joshua. Pacarnya nyariin, ya?"
"Jangan ditanya."
"Ups. Sorry."
"Hehe."
"Josh, kamu yakin mau langsung pulang?"
"Iya."
"Huft. Ya sudah."
"Hehehe... aku pamit ya, Rin."
"Okay, Josh. Hati-hati."

Di taksi, dalam perjalanan menuju rumah, mataku kosong, pikiran berkecamuk. Aku mengingat dua hal yang bertolak-belakang. Yang satu, aku ingat sebuah tubuh indah yang mulus, tubuh seorang Karin. Yang satu lagi, aku mengingat diriku sudah punya kekasih, dan aku dengan sebegini tega, aku masih merasa mencintainya. Aku duduk seperti orang cemas, kaki kananku bergetar. Aku takut Leona telepon, dia tanya aku di mana. "Jangan telepon dulu, Le! Jangan!" Kataku dalam hati, sementara tanganku meremas HP.


LeonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang