Part 17

4.2K 83 15
                                    



Tak pernah kujumpai indah yang hina, sehina ini.
Tak pernah.
Aku memohon ampun,
aku tahu aku salah, aku merasakan,
kesalahanku.
Mencintaimu, aku menakut-nakuti diriku sendiri.

Cinta seorang penakut itu ketegaan.
Aku telah memikirkanmu dengan jahatnya.
Takut dibalas, ditinggalkan.

Pernah aku mencoba dengan susah payah,
di hadapan benda-benda mati untuk memberi sedikit
senyum kepada hari-hari yang tanpa kau,
tetapi apa?
Aku gagal.

Sungguh aku manusia yang bukan tanpa cela, tak peduli banyak yang memuji.
Aku berbakat dalam mengecewakan, namun katamu, kamu berbakat dalam memaafkan.
Aku butuh maafmu, dan aku terpuruk.
Kuanggap hanya kehadiranmu yang mampu membangkitkanku, sebab kaulah pemaaf yang kucintai.
Kau!

-joshua zani-


3 BULAN KEMUDIAN

Yang kesekian kalinya, dari sekian kesalahanku yang ia ketahui, aku dimaafkan. Terbuat dari apa hati Leona, hingga terasa mudah tuk memaafkan? Kurasa, bila dikhianati seperti itu, seharusnya aku menerima sebuah tamparan, atau paling tidak, tak dipercaya lagi. Namun, maaf darinya itu menjelaskan kepadaku satu hal, bahwa cinta selalu lebih besar dari kemarahan, kebencian.

Mengapa Leona tidak marah? Marah itu kan wajar, sebab aku bersalah. Mengapa dia membalas perbuatanku dengan pelukan, bukan dengan tamparan?

Kurasakan, pelukan itu juga hukuman, kepada barangsiapa yang mencintai tetapi juga berbohong. Kurasakan, pelukan yang darinya adalah pelukan yang menyiksa. Semakin erat, semakin aku merasa bersalah. Aku kapok. Tak ingin lagi aku mengulang hal yang sama. Aku ingin menjadi lelaki yang setia, dan tidak ragu-ragu untuk merasa yakin, kalau setia kepada perempuan seperti Leona adalah setia yang tepat. Bagaimana jika aku berpikir sebaliknya? Apakah setia kepadaku adalah setia yang tepat? Aku tidak tahu. Sepertinya hanya orang bodoh yang memilih setia kepadaku. Permasalahannya, Leona sanggup untuk menjadi cukup bodoh demi cinta.

Sekarang, permasalahan lain adalah tinggal antara aku dan diriku sendiri. Leona sudah memaafkanku, tetapi belum tentu aku sanggup memaafkan diriku sendiri. Susah! Semenjak aku berselingkuh, aku menjadi lelaki yang cemburuan dan penuh curiga kepadanya. Kini mencintai seperti sedang dihantui. Aku takut mendapat balasan yang sama, atau lebih. Aku lupa kalau aku telah dimaafkan. Aku takut ditinggalkan, aku ingin sebisanya membuat Leona tidak ke mana-mana, tidak diganggu-ganggu, terkunci.

Sekarang, setiap bertemu Leona, aku selalu ingin mengecek HP-nya. Aku ingin tahu, siapa-siapa saja yang menghubunginya, dengan siapa saja dia ngobrol atau chatting. Aku mengkhawatirkan Nicky, atau cowok-cowok lain yang siapa tau mendekatinya. Dan hal-hal lain.

"Josh, nggak ada apa-apa." Kata Leona seraya memberikan HP-nya kepadaku.
"Kalo nggak ada apa-apa, yaudah sini lihat.." Kataku.

Iya, aku selalu curiga. Ini rasa takutku, sebenarnya. Aku bagai takut akan karma, takut menuai pengkhianatan yang sebelumnya pernah kubuat. Aku tidak menyadari, bahwa pemikiran ini telah menjadikanku orang yang tidak mengindahkan maaf yang kuterima. Di sisi lain, aku memang belum memaafkan diriku sendiri. Terlalu salah mungkin.

Btw, aku kehilangan pekerjaan. Aku sudah tidak lagi siaran, karena aku diberhentikan. Aku bolos siaran 4 kali, telat siaran berkali-kali. Orang radio sudah lelah dengan sifatku ini, sifat pemalas, tidak bertanggung jawab. Akan tetapi aku tidak merasa telah kehilangan pekerjaan. Aku biasa saja, tidak menyesal. Menurutku, radio itu yang salah, karena kehilangan penyiar sepertiku. Sungguh pemikiran yang angkuh. Kubilang pada Leona, aku memang bosan siaran, dan mau bekerja dengan Yohanes. Padahal bohong saja. Aku cuma tidak mau kelihatan susah, terpuruk. Sementara kuliahku? Aku mengambil cuti. Tak tau pasti di masa depan aku akan jadi apa.

LeonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang