5. U n t r u t h

3.4K 475 38
                                    

| u n t r u t h |

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

| u n t r u t h |

[]

Saat itu yang kupikirkan hanyalah lari. Tapi tangan itu tetap membiusku. Aku belum tau siapa laki - laki itu. Asap - asap pembakaran, aku muak menciumnya. Aku ingin pulang, aku ingin pulang. Hari sudah semakin malam.

Bug.

"awh..."

Aku menonjok perutnya menggunakan sikutku. Aku lari, lari sekencang - kencangnya aku tatap ngeri pepohonan bambu yang mengiringi setiap langkahku. Laki - laki itu terus mengejarku. Keringat dinginku mulai bercucuran, ini sangat dingin.

"Brakk!"

"Aw!" Mas Alan mengelus pundaknya. Aku menabraknya barusan.

"Kamu, habis kemana Din?" Begitu tanyanya. Namun aku tidak menjawab apapun. Aku malah bertanya balik, "Mas Alan mau kemana? Udah malem gini?" Hanya itu yang keluar dari mulutku.

Aku tengok lagi kebelakang, laki - laki yang tadi sudah tidak mengejarku. Aneh memang.

"Mau kemana mas?" Kuulang lagi pertanyaanku.

Ku tatap wajah sendu Mas Alan yang selalu menenangkan, bibir tipisnya yang selalu kuingat kala tersenyum padaku. Juga rambutnya yang selalu menyapaku juga ketika aku berjumpa dengan Mas Alan.

Mas alan menjawab pertanyaanku, dengan senyum. Senyum yang menakutkan, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya. Aku menatap matanya tajam.

"Udah ya Din, aku pergi dulu," ucap Mas Alan pamit.

Aku mengernyitkan dahiku. Aneh. Mas Alan mau kemana malam - malam begini? Waktu semakin malam, asap pekat pembakaran masih tercium, juga kabut malam dan semilir angin mengiringi langkahku untuk kembali kerumah.

Aku melihat suara kentongan dan remang cahaya obor. Mereka meneriakki namaku.

"Nadinn!"

"Waduh, nduk! Kemana kamu ini?"

"Nadinn. Kemanaa? Jangan main jauh - jauh udah malem gini," itu suara teman - temanku.

Sekuat tenaga aku berlari kearah suara itu. Dengan nafas terengah - engah, sembari menghapus peluh di dahiku. Akhirnya aku melihat wajah Ibuku yang matanya terlihat sayu. Aku langsung memeluk Ibuku yang terlihat lemas. Juga Ayahku yang matanya memerah ingin meluarkan air mata, namun dia tahan. Aku tahu Ayah sosok yang kuat, tapi aku belum pernah melihat Ayah serapuh itu.

"Jangan main jauh - jauh nak. Ibu kangen. Ibu gamau kehilangan kamu nadin," Ibu membelai halus rambutku, setitik air mata terjun halus di pipinya. Aku jadi sedih.

"Iya bu. Nadin janji gabakal main jauh - jauh lagi," ucapku pelan. Semua orang memandangku hari. Mereka berhasil menemukanku. Juga senyum - senyum temanku yang menghangatkan malamku yang kini tengah pilu.

Yang kupikirkan saat ini aku ingin segera pulang, tidur dikasurku yang empuk, dan aku ingin meminta kepada Tuhan. Tangkap pembunuh orang - orang tidak bersalah di kampungku.

Mereka menuntunku pulang, aku berjalan dengan menautkan tangan dengan Mas Agung. Ada rasa haru yang terselip di benakku. Aku bersyukur sekali masih bisa bertemu dengan keluargaku, temanku, dan juga masih bisa menghirup oksigen ini.

Namun satu hal yang membuatku merinding, aku menangkap bayang - bayang laki - laki aneh di belakang bambu yang sedang kami lewati bersama. Matanya tajam menatap ke arahku, aku ingin berteriak. Namun, aku sudah sangat lemah dan lelah. Aku buang tatapanku, ku arahkan menuju jalan depan. Sekali - lagi aku berusaha untuk semangat, jangan takut Nadin jangan takut. Please.

***

Sesampainya dirumah, Ibu memberikanku segelas air putih dan memegang erat tanganku, aku juga mengeluarkan sisa kembalian membeli es serut. Tinggal duaribu rupiah.

Ayah datang. Kami duduk bersama di ruangan yang sangat aku cintai ini. Ayah juga membelai rambutku, memintaku untuk bercerita. Namun aku enggan mengatakan apapun. Tapi bagaimana? Rasanya hatiku sangat ingin berbagi keluh kesah kepada orang tuaku. Akhirnya aku ceritakan dari awal hingga akhir.

"Tadi kamu sempet ketemu Mas Alan?" Tanya Ayah.

"Iya, yah. Nadin ketemu."

"Tadi Mas Alan juga bantuin nyariin kamu lho," sahut Ibu.

Namun yang aku bingungkan saat ini adalah. Kalau memang benar Mas Alan mencariku, mengapa dia malah pergi dan tidak membawaku menuju keluargaku. Dia malah berjalan ke arah pembakaran dan mengabaikan pertanyaanku.

***

Author's note:
Akhirnya masih bisa lanjut cerita ini. Semoga suka ya, maaf pendek banget. Tapi gak papa ya biar pada penasaran. Yang suka atau mau komen apapun. Silahkan tinggalkan jejak disini^^
Next?

-

Adaptasi

The Truth About AlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang