6. Paper of demise

3.7K 446 67
                                    

| p a p e r  o f  d e m i s e|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

| p a p e r  o f  d e m i s e|

[]

Kejadian semalam membuatku trauma, aku jadi sering melamun dan merinding kala mendengar suara aneh meskipun hanya suara pintu tertiup angin.

Ibu tengah menyiapkan sarapan. Aku juga tengah mengemas bekal untukku sendiri. Jadi, aku memang terbiasa membawa bekal. Tidak banyak, yang penting cukup untuk mengganjal laparku disekolah. Nadin gak jajan di sekolah? Aku tidak terlalu sering untuk jajan disekolah. Aku malah lebih sering menabung dan membeli jajanan di rumah. Seperti es serut, cilok bakar dan bakso Mas Parjo.

Pagi ini aku berangkat bersama mas Agung. Kakaku itu mengajakku berangkat bersama. Aku menyetujui ajakannya, lagi pula aku juga masih trauma mengendarai sepeda sendiri ke sekolah.

Saat aku selesai mengikat tali sepatu kemudian mencium tangan kedua orang tuaku. Mas Alan lewat dengan sepedanya yang emang kece banget!

"Gung, berangkat?" Sapa Mas Alan berhenti mengayuh sepedanya.

"Heeh, nggih Mas Ganteng. Sampean berangkat juga?" Tanya balik Mas Agung kakaku yang tak kalah ganteng juga.

"Nggih, aku duluan ya Gung!" Ucapnya seraya melajukan kembali sepedanya. Menyisakan senyum yang tipis namun manis untuk selalu diingat. Juga rambutnya yang masih terlihat basah tertiup angin pagi.

Aku senang melihat rambut itu. Entah, tiap kali aku melihat mas Alan tiap tiap dia berangkat sholat jumat dan menumpang wudhu di sumurku karena kakinya kotor menyentuh tanah atau karena dia disentuh teman perempuan yang sengaja menyentuhnya. Ya, untuk ini aku sedikit cemburu. Rambut yang ia biarkan berurakan dan teracak oleh angin, dan sepasang mata teduh dan sendunya. Argh, kenapa aku mengingatnya terus.

"Yuk din!" Ucap Mas Agung menghentikan lamunanku sambil memberikan helm. Aku menerimanya santai kemudian berangkat bersama.

***

Hari ini sekolah sangat sejuk. Aku cukup pengap dan gerah kalau mengingat kejadian seram semalam.

Teman - temanku menatapku penuh heran. Seperti mempersiapkan ribuan pertanyaan. Tapi tak ada satupun yang bertanya. Mereka aja memberikan senyum atau menyapaku.

Setelah meletakkan tasku. Aku membuka buku pelajaran pertama, kelas masih sepi. Padahal aku berangkat tidak terlalu pagi kan?

"Nadin, kamu nggak apa to?" Tepuk ajeng kepadaku lalu meletakkan tasnya.

"Nggak apa jeng, aku sehat sehat aja kok," jawabku.

Ajeng mengangguk paham. Tapi raut wajahnya seperti tidak puas dengan jawabanku barusan.

"Oh iya, kemaren kamu sehabis beli es serut. Nyariin kita kemana? Padahal kita tuh lagi ngebakso di warung mas Parjo din."

Aku hanya mengangguk pelan.

"Ceritain dong din, aku tuh penasaran banget sampe gabisa tidur denger kabar itu," pinta Ajeng.

Sudah, aku tak ingin mengingat kejadian itu lagi. Aku ingin mual rasanya dikejar kejar oleh lelaki aneh dan terus terusan menghirup asap pembakaran dan tertusuk dinginnya angin malam.

"Aku ga mau nginget - nginget lagi jeng, ngapunten nggih," jawabku jujur.

"Heeh, rapopo din hehe."

Setelah itu kami belajar dan hari ini semua guru masuk.

***

Saat bel pulang, aku senang sekali. Aku ingin tidur siang rasanya. Ajeng, Dito, Awan, dan Linda sudah menunggu di luar.

Aku segera memasukkan buku dan tempat pensilku. Tak lupa kumasukkan kotak bekalku yang kuletakkan di kolong meja. Hap, aku mengambilnya.

Namun, aku juga mendapati selembar kertas lusuh seperti bekas terinjak injak oleh sepatu. Saat kubalik kertas itu. Aku terkejut bukan main. Di selembat kertas lusuh itu tertulis dengan tinta merah. Entah itu tinta atau justru darah.

"Hati - hatilah Nadin! Dimanapun kamu berada aku akan mengincarmu. Kau akan menjadi korban selanjutnya nanti!"

-

HALOOOO! Salam hangat kawan! Kembali lagi di cerita "The Truth About Alan" semoga kalian masih betah ya haha! Iya nih aku bakal ngelanjutin cerita ini lagi yang sempet off tanpa kabar! Oke oke, jangan lupa tinggalkan jejak!

-

Adaptasi

The Truth About AlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang