DAY 3
-
Sepuluh menit lagi, bel pulang sekolah berbunyi. Menurutku, waktu terasa lama hari ini.
Guru Geografi masih menjelaskan materi yang dari tadi tidak bisa aku tangkap dengan baik, masuk kanan keluar kiri. Bukan hanya aku, karena saat kusapukan pandangan ke seluruh penjuru kelas, teman-temanku menampakkan reaksi yang sama.
Bel pulang sekolah berbunyi.
Kami memberi salam dan berdoa bersama sebelum satu persatu teman-temanku berhamburan keluar kelas dengan raut lelah.
Kalau sudah begini, pelarianku hanya satu. Di saat penat, kepalaku yang serasa mau pecah, dan butuh ketenangan adalah kopi. Kopi untukku bagaikan penyembuh. Lebih baik daripada minuman keras 'kan?
Karena selama seminggu dari sekarang orang tuaku ke luar kota, jadi aku selalu ke sekolah bersama Ardi. Berhubung aku, Resha, dan Lily akan pergi ke Kafe Nostalgic, aku berpesan agar Ardi pulang duluan.
"Beneran?" Tanya Ardi saat kami berada di parkiran sekolah, aku mengangguk. Ardi berkata lagi. "Yaudah, gue duluan. Nanti kalo minta jemput, bilang gue."
Aku mengiyakan dan segera pergi bersama dua temanku, meninggalkan Ardi yang bersiap untuk pulang.
Delapan menit kemudian, aku sudah duduk di sofa hijau Kafe. Kutumpukan tangan di atas meja sambil memainkan mug kaca yang diisi oleh kaktus, hiasan meja untuk hari ini. Nama Resha diserukan oleh barista, Resha melenggang menuju meja bar dan mengambil pesanan kami.
"Ada bonus untuk hari ini," kata Resha langsung setelah duduk berhadapan denganku. "Dapet tiga cheese stick! Lucu ya."
"Ini nih kenapa gue selalu suka Nostalgic," ucap Lily. Ia langsung menggigit satu cheese stick, tiba-tiba ia berhenti. Tangannya mengarahkan kue itu ke depan matanya, ada secarik kertas di dalam kue yang sudah digulung kecil. Lily menarik kertas itu.
Aku memfokuskan perhatian dari kopi hitamku ke arah kertas Lily. "Ih apaan tuh? Kok jadi kayak fortune cookie?"
Lily mengedikkan bahunya bingung.
"Coba lo baca."
Lily membuka kertas dan membacanya. "Jangan baper-baper, jalani aja apa yang sudah kalian lewati...," kontan Lily membulatkan matanya dan memekik. "Apaan sih, gue nggak pernah baper. Ih ngeselin kata-katanya."
Aku terbahak sambil menunjuk Lily. "Cocok sama lo. Makanya jangan baper-baper, Neng."
Resha berhenti tertawa dan mengeluarkan gulungan kertas di kuenya. "Giliran gue yang baca," ia membuka gulungan dan membaca pelan. "Ingat berhemat. Have a good day. Jiah, gue udah berhemat kali," omel Resha.
Tiba giliranku untuk membaca kertas di dalam kue ini, unik juga. Aku mematahkan kue, dan mengambil kertas yang menyembul dari dalam. "Hidup itu indah. Jangan dibuat sulit," teman-temanku terkekeh mendengarnya. Aku tersenyum kikuk.
Setelah itu kami melanjutkan menikmati kopi sambil bergurau tentang pesan yang kami dapatkan. Saling meledek dan curhat sana-sini. Waktu menunjukkan pukul lima sore, saatnya menyudahi aktivitas ini. Aku membereskan tas dan penampilanku sedikit, Lily dan Resha memakai jaket mereka.
BRAK!
Suara meja yang digebrak terdengar keras, mengagetkan kami semua. Bahkan Resha sampai terlonjak kaget. Semua orang menoleh ke arah meja bar. Di sana, berdiri seorang pemuda dengan tangan terkepal di atas meja. Matanya menyiratkan kemarahan, tangan satunya teracung menunjuk-nunjuk wajah Yogi di balik mesin kasir. Tak jelas apa yang mereka perdebatkan.
Dari yang bisa kulihat, Yogi menggumamkan kata maaf entah untuk apa. Sepertinya Yogi tidak bersalah, dari tadi ia hanya menjawab pendek maupun terdiam mendengarkan pemuda yang sangat marah itu. Pemuda itu menyampirkan tasnya dan memperhatikan sekeliling ruangan yang menatapnya penuh tanya.
BRAK!
Sekali lagi ia memukul meja, dan memasang hoodie jaketnya kemudian berderap pergi meninggalkan Kafe.
Aku diam memerhatikan pemuda itu berjalan di depan mejaku dan membanting pintu Kafe.
Tapi kalau tidak salah dengar tadi, saat sebelum pemuda itu beranjak, ia sempat berkata di hadapan Yogi. "Jangan pernah naruh kaktus ataupun ngasih pesan bodoh macam ini di kue! Konyol sekali."
"Anak sekolah kita?" Tanyaku setelah sadar dari lamunanku.
"Seragamnya sih, iya," jawab Lily yang masih memulihkan kekagetannya.
-
Author's note
Update lagi, yay!
Gimana? Masih pengen tau kelanjutannya?
Kuy, dipantengin terus cerita ini. Btw, selamat hari kedua di tahun 2017 ini. Semoga makin bahagia ya!2 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy At The Corner Table
Short StoryDia memerhatikanku, dengan sepasang manik mata berwarna coklat gelap. Tepat di meja paling pojok ruangan. Entah sejak kapan, karena aku pun baru menyadari itu. Amazing cover by @oldmixtape Copyright©2016-All Rights Reserved