DAY 7
-
Tepat setelah mobil Ardi terparkir sempurna di pelataran parkir, aku bergegas turun dari mobil tanpa mengucapkan apapun. Jangan tanya mengapa, aku pun tidak tau aksi macam apa yang saat ini aku lakukan.
Apa Ardi salah bicara?
Tidak juga.
Atau seorang Brianna Juliasca yang terlalu sensitif pagi ini?
Oke, aku pikir poin kedua lebih tepat.
Saat aku sudah memasuki gedung sekolah, kupelankan langkah kakiku seraya menghela napas dan memejamkan mata sejenak. Lelah juga kalau harus berlari kecil dari pelataran parkir ke gedung sekolah. Aku memilih bersandar pada dinding dekat papan mading sambil terus mengatur napasku dan menoleh ke samping kanan, tempat di mana Ardi mungkin saja muncul.
Benar dugaanku. Beberapa detik berselang, Ardi muncul dengan mulut yang terbuka untuk mengambil napas gusar dan mengembuskannya cepat. Matanya belum menangkap figurku yang sudah tidak bersandar pada papan mading ini.
Aku mengambil langkah panjang dan meninggalkan Ardi yang baru tersadar akan keberadaanku beberapa meter di depan. Kudengar suara gesekan sepatunya yang khas berpadu dengan keramik sekolah, hal itu makin mempercepat langkahku.
"Bry!" Ardi meneriakkan namaku. "Aubrey," tegasnya.
Namun panggilan Ardi persis seperti angin lalu bagiku. Aku tau Ardi tidak akan berhenti mengejarku jika aku masih saja tidak jelas seperti ini. Satu-satunya cara untuk menghindari Ardi adalah bilik yang ada di sebelah kantor guru. Tujuanku adalah tempat itu, dan setelah ini Ardi bisa berbalik ke kelas dan tidak lagi mencercaku dengan pertanyaan memusingkan yang makin membuatku hampir gila.
Toilet siswi.
Aku membuka pintu dan masuk ke dalam bilik. Ada tiga orang siswi yang berdiri di depan cermin, seketika menoleh ke arahku dan memilih mengabaikan kehadiranku. Baguslah, aku sedang tidak ingin diganggu saat ini.
Suara tong sampah yang ditubruk mengagetkan kami.
"Holy crap!" umpat Ardi -oke, ia yang menyebabkan keributan barusan. Ardi membetulkan letak tong kemudian masuk toilet tanpa menyadari tindakan bodohnya.
"Lo apa-apaan?" Lontar Ardi langsung. Saat matanya menyapu isi bilik dan menyadari sesuatu, aku yakin Ardi pura-pura tidak sadar di mana ia sekarang. "Bry, gue ngomong sama lo."
Aku terkekeh singkat seraya memicingkan mata padanya. Sorotan mataku terarah kepada tiga siswi yang menatap Ardi dengan kerutan dahi, aku balik menatap Ardi dan melotot padanya. "It isn't your room, Mr."
Ardi tetap diam di tempatnya. Aku memicing dan menunjuk pintu keluar dengan daguku.
Ardi menekan bibirnya hingga membentuk garis lurus, menggeleng pelan dan menunjukku. "Catch you later," kata Ardi. Setelahnya ia berbalik memunggungiku, sebelum benar-benar meninggalkan bilik ia berbalik. "Don't ever trying to hide, we need to talk after class." Ardi melangkah melewati pintu dan berbelok ke kiri. Meninggalkan toilet siswi dengan raut wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy At The Corner Table
Short StoryDia memerhatikanku, dengan sepasang manik mata berwarna coklat gelap. Tepat di meja paling pojok ruangan. Entah sejak kapan, karena aku pun baru menyadari itu. Amazing cover by @oldmixtape Copyright©2016-All Rights Reserved