REVISI
.
Sebuah kastil putih menjulang tinggi di tengah hutan yang terletak di bagian selatan benua Amerika.Kastil itu berpenghuni.Didiami oleh sekolompok anak-anak yang dijaga ketat oleh beberapa orang berpakaian hitam.Keadaan mereka tidak bisa disebut baik maupun buruk. Hanya satu yang bisa menggambarkan keadaan di sana, yaitu sangat mengerikan.
Kastil itu penuh akanhawa kematian yang mencekam. Setiap harinya ada nyawa yang harus melayang.Tenangnya, bukan nyawa manusia, melainkan hewan-hewan liar yang tidak berdosa. Tempat itu penuh akan jerit tangis yang begitu menyayat. Bayangkan bagaimana pedihnya hati ketika mendengar teriakan dan isakan anak kecil yang bahkan belum pernah melihat dunia di luar kastil.Begitu pilu hingga merobek jantung.
Anak-anak penghuni kastil begitu polos, masih bebas dari rasa tidak mengerti akan dunia. Mereka bernapas, makan, tidur, dan kegiatan lainnya, dengan dipeluk hawa ketakutan.Tiada yang lebih mengerikan dari sebuah penyiksaan tanpa rasa iba.Tiada yang lebih menyayat dari sebuah luka di ambang kematian. Semua hanya karena ulah seseorang yang haus akan kekuasaan. Rasa kemanusiaan seakan tak pernah ada di dalam sosok laki-laki berambut abu-abu terang itu.
Mereka tidak pernah mengenal sosok ibu dan ayah.Mereka tidak pernah merasakan bagaimana hangatnya sebuah keluarga.Mereka tidak pernah merasakan bagaimana hidup dalam pelukan rasa aman.Seingat mereka, tiada kehidupan sebelum di dalam kastil.Sedari awal membuka mata, ruangan kecil yang begitu gelap menjadi tempat mereka.Jadi, mereka tidak pernah berharap lebih tentang sebuah tempat berlindung yang hangat.
Mereka hidup untuk saling memiliki.Menjalin erat sebuah tali tak kasat mata yang mereka sebut keluarga. Mereka berjanji untuk saling melindungi, lima sumpah dengan lima ikatan.
Aquamarine, salah satu dari lima anak penghuni kastil duduk meringkuk di dalam ruangannya. Ia memeluk kedua lututnya, duduk beralaskan tempat tidur kecil untuk tubuhnya. Sebuah selimut tebal membungkus tubuh mungilnya. Malam yang terasa panjang karena ia belum bisa memejamkan mata. Aquamarine tidak menyukai malam itu.Ia tidak bisa cepat-cepat tidur seperti malam sebelumnya karena kelelahan. Harusnya ia bersyukur, karena hari itu tiada penyiksaan yang ditujukan kepadanya.
Aquamarine memutar tubuhnya menghadap jendela kecil yang memperlihatkan rembulan.Cahaya redup yang berasal dari benda bulat itu merambat masuk ke dalam kamarnya."Indah!" pujinya menatap takjub.Manik birunya berkedip tanpa melepaskan pandangan ke arah jendela.
Jendela lain sebesar telapak tangan yang terdapat di pintu bergeser. Secepat mungkin Aquamarine memutar kepalanya.Tubuhnya bergetar."Si ... siapa?" tanyanya.Perlahan Aquamarine menggeser tubuhnya menjauh dari pintu.Ia merapatkan tubuhnya ke dinding dingin.
Beberapa detik kemudian manik berwarna kuning muncul di jendela itu. Si pemilik berkedip beberapa lalu berkata, "Sst! Jangan berisik!" Si pemilik berkedip lagi.
Aquamarine mengangguk cepat. Gadis yang masih berumur lima tahun itu merangkak mendekat. "Ada apa kak Emerald?Mengapa kakak bisa ke sini?" tanyanya selirih mungkin.
"Kakak, angkat aku!" ucap si gadis kecil yang berdiri di samping Emerald.
Tiga detik kemudian, manik kuning Emerald berganti dengan manik ungu yang pekat."Kakak, kita harus keluar dari sini!" ucap Sapphire terbata.
"Keluar? Bagaimana caranya?" tanya Aquamarine.
Detik berikutnya terdengar suara kunci yang dimasukkan ke lubang kunci.Tak butuh waktu lama, kamar itu terbuka.Aquamarine mundur sedikit ketika daun pintu bergerak. Begitu Aquamarine keluar ia mendapati Emerald, Amethyst, dan Sapphire yang masih digendongan Emerald. "Di mana Ruby?" tanya Aquamarine yang tidak menemukan sosok laki-laki yang tidak lebih tinggi darinya.
"Kita akan menjemputnya," lirih Emerald sambil menurunkan Sapphire.Melihat hal itu, Elena langsung menggendong Sapphire.Gadis yang berusia dua tahun lebih muda darinya itu tidak bisa berjalan lebih cepat seperti dirinya.Namun Sapphire mengerti bahwa saat ini mereka sedang sembunyi-sembunyi dan harus diam.
Emerald memimpin jalan.Ia melangkah melewati lorong-lorong gelap menuju kamar Ruby yang berada paling ujung. Ia sudah memperkirakan bahwa beberapa penjaga sibuk dengan kegiatan mereka. Hingga lupa bahwa Emerald sudah mencuri semua kunci dari mereka. Emerald tahu bahwa Master tidak sedang berada di kastil. Jika pemimpin mereka tidak ada maka sang penjaga akan bermain-main sesuka hati.
Emerald berperan sebagai seorang kakak.Ia, yang sudah menginjak umur enam tahun itu sebisa mungkin melindungi adiknya, keluarga satu-satunya. Bagaimana pun, ia harus menjauhkan bahaya dari adiknya. Kali ini ia tidak boleh gagal, karena sekali saja mereka tertangkap dalam aksi melarikan diri maka tamatlah riwayat mereka. Master dan pengikutnya pasti akan menyiksa mereka sangat pedih. Mungkin saja, kematian adalah akhir mereka.
Tiba-tiba Emerlad berhenti.Serempak tiga anak di belakangnya juga berhenti.Emerald memutar kepalanya sedikit lalu menempelkan telunjuknya ke mulut.Emerald maju perlahan.Matanya melebar begitu mendapati orang yang paling ditakuti berada di dekat pintu Ruby. Rupanya perkiraannya salah, Master masih berada di kastil. Namun mengapa penjagaan tidak begitu ketat?Emerald menelan ludah.
Apa yang harus aku lakukan?
Emerald tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir.Ia harus segera memutuskan sesuatu. Hanya beberapa detik waktu yang bisa ia gunakan untuk berpikir. Akankah ia tetap maju menyelamatkan Ruby yang dijaga oleh Master dan pengawalnya? Atau ia berbalik ke belakang dan berlari sejauh mungkin dari kastil neraka itu? Emerald memejamkan. Ia menarik nafas dalam,berusaha memantapkan pilihanya. Hatinya memilih dan langkah kakinya pasti. Emerald pergi. []
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BLACK WINGS (END) - [REVISI]
Fantasy[ Fantasy - Romance ] Mode: Revisi Elena Dobrev--seorang gadis cantik dan pemberani, mengharuskan dirinya menjadi gadis polos berkacamata. Ia yang terdaftar di sebuah sekolah bangsawan dengan bantuan beasiswa berusaha menghindari segala kekacauan. I...