REVISI
.
"Kau sudah membersihkannya dengan benar?" tanya Louis ketika Elena menjauhkan tangannya dari ujung sepatunya. Ia menggerakkan sepatunya, memperhatikan area yang terkena makanan tadi. "Kurasa belum," ucapnya dengan nada sedih yang disengaja. Ia memiringkan kepalanya, menatap ujung sepatunya.
"Hentikan!" teriak seorang gadis yang memecah ketegangan tempat itu. Ia berlari, keluar dari tengah kerumunan penonton, dan menghampiri sang pemain drama di kantin itu.
Elena melirik gadis berambut cokelat yang berdiri di sisinya. Ah, dia tahu siapa gadis itu. Gadis yang tidak asing bernama Sara Sommers. Tampilan fisik gadis ini selalu mengingatkannya akan Amethyst. Namun Elena tidak percaya bahwa gadis itu adalah Amethyst. Pasalnya ketika melarikan diri dulu, Elena dan Caroline terpisah dari kelompoknya.
Gadis ini kurang kerjaan ini, kenapa dia ikut campur? Apa dia tidak tahu kalau ia hanya akan memperkeruh suasana? Sialan!
"Kau pikir semua ini lucu? Aku selalu tidak tahan melihat kau menindas orang-orang di sekolah ini. Jangan bersikap seolah−" Sara berteriak lantang, tapi secepat mungkin terpotong oleh bisikan Elena yang sudah berdiri.
"Kalau aku menjadi kau, aku tidak akan memakinya. Kau ingin keluar lebih cepat dari sekolah ini?" bisik Elena yang rupanya tertangkap oleh telinga Louis.
"Benar, kau benar, ummm ... Elena." Tawa Louis pecah mendengar bisikan Elena yang membuat pemain tambahan dramanya terdiam.
"Dasar iblis!" desis Sara yang masih ingin melanjutkan makiannya kepada Louis.
Louis masih tertawa. Ia berjalan maju dan menyentuh pundak Elena. "Ya, jika aku menjadi kau maka aku akan bersikap baik seperti yang lainnya," ucapnya kepada Sara. Matanya menajam menatap Sara yang balik menantangnya. Kemudian ia menggeser pandangannya ke gadis yang berdiri di sebelah Sara. Ada raut wajah yang sulit dibaca ketika Louis menatap Elena yang menunduk. Sebelum melanjutkan langkahnya, Louis menepuk bahu Elena sekali.
Para penonton yang mengelilingi kantin beranjak memberi akses keluar kepada sang raja, Louis Gilbert. Louis diikuti tiga orang yang bertindak sebagai bawahannya keluar dari kantin. Menyisakan tanda tanya di benak penonton atas apa yang akan terjadi dengan dua gadis pemain drama Louis.
Sara berdecak. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya melihat Elena masih tertunduk. Sara menduga bahwa Elena ketakutan dengan Louis. "Tidak usah takut, aku akan membantumu!"
Sayangnya Elena bukan ketakutan karena Louis. Melainkan jengkel dengan dua orang yang mengganggu harinya, yaitu Louis dan Jennie. Mungkin Elena belum akan melakukan aksi balas dendam kepada Louis mengingat laki-laki itu memiliki kuasa penuh sebagian hidupnya sekarang, nasib sekolahnya. Namun berbeda dengan Jennie yang hanya berpura menjadi ratu yang berada di bawah kekuasaan Louis. Seolah ia adalah bawahan yang akan melakukan lebih dahulu sebelum Louis bertindak. Tentu saja gadis itu memuja Louis sebagai laki-laki paling tampan dalam hidupnya. Elena sangat tahu itu.
"Kau tidak apa-apa? Kau terluka?" Sara masih terus menanyakan keadaan Elena. Ia bingung ketika gadis itu hanya diam dengan wajah tertunduk. "Siapa namamu? Ah, ya, Louis memanggilmu Elena kan? Salam kenal, aku Sara." Sara mengulurkan tangannya ke depan Elena.
Elena mengangkat wajahnya. Ia menatap datar Sara. Sekilas terlihat seperti mengutuk gadis itu. Elena mengangguk sekali lalu pergi meninggalkan Sara yang kebingungan.
Sara menggaruk kepalanya yang tidak tersa gatal. "Aneh, dia kenapa?" tanyanya bingung.
&&&
Siang yang cerah berubah gelap. Sepertinya suasana hati sang langit tidak baik, melihat perubahan cuaca yang begitu cepat. Tak beberapa lama kemudian, tetesan hujan turun ke bumi, menciptakan bau hujan yang khas.
Elena yang duduk di paling belakang dan berdekatan dengan jendela menopang dagu. Suara guru yang sedang mengajar perlahan-lahan mulai tidak jelas. Elena hanyut dalam lamunannya ketika menatap jendela yang berembun. Ingatannya kembali melalang ke kejadian sebelas tahun yang lalu.
Saat itu Elena hanyalah gadis lima tahun yang senang bermain. Hujan adalah hal yang paling dinantikannya. Berlari di bawah guyuran hujan bersama anak laki-laki seumuran dengannya adalah kesukaannya. Semakin lebat hujan yang turun maka semakin bahagia Elena. Gadis kecil itu tidak pernah sakit oleh hujan, karena sejatinya dirinya adalah hujan itu sendiri.
Masih di gedung yang sama, atap sekolah, ada sesosok laki-laki yang mengamati hujan. Tidak bisa dideskripsikan apakah ia menyukainya atau membencinya. Yang jelas, seringai kejam tercetak di bibirnya tatkala tangannya terulur menyambut rintik hujan.
Tiba-tiba ponsel di saku rok Elena bergetar. Lamunannya segera buyar. Ia melirik sang guru yang masih menjalanankan kewajibannya. Perlahan, Elena mengeluarkan ponsel dari saku kemudian membaca sebaris pesan yang dikirim oleh laki-laki bernama Luke.
Malam ini ada bonus untukmu, sesuai dengan pekerjaan yang menanti. []
![](https://img.wattpad.com/cover/92852650-288-k339801.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BLACK WINGS (END) - [REVISI]
Fantasía[ Fantasy - Romance ] Mode: Revisi Elena Dobrev--seorang gadis cantik dan pemberani, mengharuskan dirinya menjadi gadis polos berkacamata. Ia yang terdaftar di sebuah sekolah bangsawan dengan bantuan beasiswa berusaha menghindari segala kekacauan. I...