Part 3: I Am Taken

3.2K 184 0
                                    

~Naomi Jones POV~

   Kini aku dan the boys berada di kamarku. Mereka menyusulku ke kamar karena sekarang adalah acara yang diselenggarakan keluarga kami untuk menyambut kami kembali. "Naomi, kau sudah siap?" tanya Louis yang mengetuk pintu kamar mandi. "Sudah." jawbaku yang langsung keluar. "Wow." ucap mereka kagum. "Oh iya. Edward tadi bilang, kalau makanan yang disediakan banyak, apa itu benar?" tanya Niall. "Huh, kau ini. Makanan terus yang dipikirkan." ujar Liam sambil memukul belakang kepala Niall. "Guys, tolong! Jangan ada kekerasan disini!" seruku kesal. "Maaf." ucap Liam.  Niall memeletkan lidahnya. 

    Kulihat Harry dan Zayn bermain nintendo yang ada dikamarku itu. "Sejak kapan nintendo itu menyala?" tanyaku. "Sejak kami masuk ke kamarmu." jawab Harry yang masih fokus kelayar televisi. Walaupun mereka dijuluki dewa dan kukira mereka berubah, tapi kenyataannya tidak sema sekali. Mereka masih kekanak-kanakan seperti dulu. "Kebiasaan." cibirku. "Ayo kebawah! Aku lapar." ucap Niall. "Lapar terus yang kau pikirkan." ucapku. "Biarkan saja." jawab Niall. "Yasudah, ayo kebawah!" ajak Liam. "Nanti dulu, aku dan Zayn masih asyik. Iya-kan Zayn?" tanya Harry yang masih fokus. "Iya." jawab Zayn yang sama dengan Harry. Aku memutar bola mataku. "Boys, we're out. Harry, Zayn,  jangan membuat kamarku porak poranda!" seruku. Mereka mengacungkan jempol. Aku, Niall, Liam, dan Louis segera kebawah. Kedatangan kami disambut oleh semuanya. Kulihat Edward bersama Anna. Pacarnya. "Hello guys." sapa Edward. Aku tersenyum begitu pun yang lain. "Anna, kau sendirian kesini?" tanyaku. "Iya sayang." jawabnya. Anna itu memang baik. Aku menyukainya. Jadi aku menyetujui hubungan Anna dengan Edward. Aku hanya mangut-mangut. "Sudah, nikmati saja pesta ini!" seru Edward. "Ayo, aku lapar!" rengek Niall yang menarik tanganku. Aku pun terseret. Liam dan Louis menyusul dengan menggelengkan kepalanya. 

     Tiba-tiba, aku merasakan toelan seseorang. Aku berbalik dan.... "Ah, kau sudah besar Naomi." ucap seorang wanita. "Aunty Maura. Aku rindu padamu." ucapku. Dia melepaskan pelukannya. "Tentu. Kau tahu, selama ini Niall selalu-"

"Mom." potong Niall.

      Aku hanya terkekeh melihatnya. Kemudian, ada yang memelukku lagi. "I miss you so much dear." ucapnya. "Aunty Anne, I miss you too." balasku. Dia adalah ibunya Harry. Kemudian, ada lagi yang memelukku. "Dear, you look more beautiful." ucapnya. Aku melepaskannya perlahan. "Thanks Aunty Johannah. You too." jawabku tersenyum manis. Dia ibunya Louis. "Hello dear." peluk seorang. "Hai Aunty Tricia." sapaku. Dia itu ibunya Zayn. Dan yang terakhir. "Miss you dear." ucapnya. "Miss you more Aunty Karen." jawabku. Dia ibunya Liam.

"Kau tahu? The Boys rajin belajar karena kau." ucap Aunty Johannah.

"Iya Aunty. Mereka belajar karena ingin kuliah di Amerika bersamaku." jawabku sambil terkekeh.

"Tapi tetap saja. Mereka itu pemalas. Untuk urusan belajar, okelah. Aku mengakuinya, mereka bagus. Cuma untuk kebersihan, no." sambung Aunty Tricia. 

"Aku setuju. Apalagi kalau mereka sudah menginap. Aduh, sampah dimana-dimana." sambung Aunty Maura.

"Namanya juga anak laki-laki. Wajar saja." ujar Aunty Karen.

"Untung saja Harry tidak seperti itu." ujar Aunty Anne.

"Harry memang bersih. Aku tahu itu." sambung Aunty Johannah.

"Tenang Aunty semuanya. Aku akan membuat mereka bersih dan tidak jorok." sambungku.

"Ah, kalau kau, aku percaya." ucap Aunty Tricia. Dan disusul gelak tawa Aunty-Aunty yang lain.

"Aunty semua, Naomi permisi dulu. Naomi ingin makan snack bersama Niall, Louis, dan Liam." pamitku.

"Oh iya, dimana Harry?" tanya Aunty Anne.

"Dan Zayn?" sambung Aunty Tricia.

"Mereka dikamarku. Sedang main nintendo." jawabku.

Between Me and The BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang