PERUBAHAN

116 16 1
                                    

Rafa semakin bahagia menjalani hari-harinya semenjak bersama Roy. Roy memang pandai menciptakan kenyamanan dan keseruan yang unik. Roy juga berkepribadian sangat dewasa, penyayang, dan penyabar. Hal ini yang membuat Rafa semakin merasa nyaman. Rafa seperti memiliki seorang malaikat tanpa sayap dalam hidupnya.

Hari ini Roy mewarnai keceriaan Rafa dengan mengajaknya mencoba kegiatan outdoor yang menantang, seperti memanjat tebing, bermain mobil offroad, Rafting, dan masih banyak lagi. Rafa sangat tertarik dan menikmati semua olahraga outdoor itu, terutama Rafting dan mobil offroad. Meskipun baru pertama kali, ia tak terlihat layaknya pemula. Rafa seperti sudah biasa menjiwainya, mungkin karena ia sangat berantusias.

"Wuhuuu... gimana? Aku udah bisa dibilang professional belum?" Teriak Rafa yang sedang lihai memutar stir mobil yang melaju kencang.

"Luar biasa Raf, bahkan Randy kalah hebat sama kamu." Jawab Roy yang sedang menjadi penumpang.

"Yeahh, akhirnya aku bisa menaklukan mobil ini. Thanks yaa Bang." Ujar Rafa ceria.

Mereka pun melanjutkan permainan tersebut dengan gembira.

---

Hari demi hari Rafa terbiasa menghabiskan waktunya untuk kegiatan outdoor bersama Roy. Rafa merasa seperti memiliki jiwa hidup yang baru dalam dirinya. Semuanya berkat Roy, Rafa merasa takdir baik berpihak kepadanya karena telah dipertemukan dengan Roy sebagai cinta pertamanya.

Akhir-akhir ini Rafa sering meninggalkan tugas sekolahnya, ia langsung terlelap karena lelah bermain. Pekan terakhir ini Rafa juga sering dihukum, bahkan dikeluarkan dari jam pelajaran karena tertangkap basah sedang tertidur. Dea menjadi terheran-heran, sebenarnya apa masalah yang sedang dialami oleh sahabatnya itu.

Dion baru saja dari kantin karena jam pelajarannya kosong. Bukan kali ini saja, tetapi sudah berkali-kali ia melihat Rafa sedang duduk sendirian. Ia memutuskan untuk menghampiri Rafa.

"Pekan terakhir ini lo sering banget dikeluarin, ada masalah?" Tanya Dion.

"Gak papa kok ka, aku cuma kelelahan," jawab Rafa sedikit lesu.

Dion tak mau terlalu mencampuri urusan Rafa, ia meninggalkan sebuah roti serta sebotol air mineral dan bergegas meninggalkan Rafa. Rafa hanya diam menatap Dion yang bejalan meninggalkan dirinya.

Bel pulang sekolah berbunyi, seperti biasa Roy menjemput Rafa untuk mengantarnya pulang. Tapi hari ini Rafa tidak ingin langsung pulang, ia ingin berjalan-jalan di taman bersama Roy. Sebenarnya Roy tidak mau menuruti, karena ia sadar bahwa Rafa terlalu sering mengajak bermain. Namun, saat itu Rafa terlihat sangat murung. Apa daya, Roy akhirnya menuruti kemauan Rafa karena tidak ingin mengecewakan Rafa sedikitpun. Lagi-lagi mereka bermain dan pulang larut malam.

Sesampainya di rumah Rafa, Roy masuk ke dalam untuk sekedar berpamitan seperti biasa. Namun, ada yang berbeda dari raut wajah kedua orang tua Rafa malam itu.

"Malam Om, Tante." ujar Roy sambil tersenyum gugup.

"Rafa, masuk ke kamar sekarang!" Teriak bunda yang langsung menarik tangan Rafa menuju ke kamar.

"Tadi bunda mendapat kabar dari sekolah, pekan terakhir ini kamu dikeluarkan dari jam pelajaran. Kenapa?" Gretak bunda.

Rafa hanya diam dan menundukan pandangan.

"Ooh bunda tahu, ini pasti karena Roy ngajak kamu main terus kan? Makannya sekarang kamu jadi bandel kelayapan, sampai lupa tugas sekolah." Lanjut Bunda.

Rafa tetap saja terdiam. Karena sudah tak tahan dan terbawa emosi, bunda Rafa pun tak sengaja melayangkan tangan ke pipi Rafa dengan keras hingga Rafa menangis.

"Cukup Bun! Ini semua salah Rafa, bukan Roy! Rafa yang meminta Roy untuk mengajak Rafa mencoba hal-hal baru dalam hidup Rafa. Dan Rafa merasa senang akan semua itu."

"Kamu keterlaluan Raf, kamu gak kasihan sama Bunda? Bunda menyekolahkan kamu, mendidik kamu supaya kamu jadi anak yang baik dan cerdas, bukan malah anak yang suka kelayapan. Mulai detik ini, bunda gak mau lihat kamu berhubungan dengan Roy lagi. Satu lagi, kamu harus berhenti mengikuti ekskul Pecinta Alam." Lanjut bunda.

Entah kenapa tiba-tiba air mata bunda berderai, dan saat Rafa melihat hal itu,

"Bun.. maafin Rafa. Rafa gak bermaksud nyakitin hati Bunda. Rafa gak bermaksud berbicara seperti itu, Rafa cuma mau Bunda mengerti. Tolong bun, ekskul ini yang Rafa idamkan sejak awal masuk SMA, yang berhasil merubah kehidupan Rafa. Tolong bun, izinin Rafa lagi.."

"Bunda gak akan izinin kamu lagi, Bunda kecewa!"

Bunda berjalan keluar kamar, dan mengunci pintunya.

"Bun tolong buka pintunya, kasih Rafa buat jelasin semua. Rafa juga mau bicara dulu sama Roy Bun." Jerit Rafa sambil menggeber pintu.

Namun bunda Rafa tetap tak menghiraukan perkataan Rafa.

Roy masih berada di depan Rumah bersama Ayah Rafa, kemudian mereka berbincang.

"Nak Roy, saya tau sebenarnya kamu sangat menyayangi Rafa. Rafa juga sering bercerita bahwa kamu telah berhasil mewujudkan masa SMA yang dia impikan. Om sangat berterima kasih karena kamu selalu menjaga peri kecil Om. Kamu juga harus tahu, Rafa itu sebenarnya putri tunggal kami semenjak almarhumah kakaknya meninggal 5 tahun lalu. Tentunya Om tidak akan membiarkan Rafa jatuh di tangan orang yang tidak tepat. Hal inilah yang membuat kami menjadi sangat protektif terhadap Rafa, memantau setiap laki-laki yang mendekati Rafa. Om tidak mengatakan kamu salah, Om hanya menyampaikan apa yang seharusnya kamu ketahui agar kamu mengerti. Suatu saat kamu juga akan mengerti bagaimana rasanya seorang ayah yang menginginkan putri tunggalnya tumbuh dewasa menjadi wanita yang apik dan berprestasi." Ayah Rafa berucap sangat lembut.

"Saya sangat mengerti perasaan om. Sebelumnya saya juga ingin meminta maaf kepada Om dan Tante. Mungkin karena saya, Rafa jadi berubah dan melalaikan sekolahnya. Tapi maaf Om, apakah saya masih diperkenankan untuk menemui Rafa kembali?"

"Tidak nak Roy, ini bukan salah kamu. Mungkin Rafa masih terlalu kekanak-kanakan, sehingga ia belum bisa maksimal memprioritaskan sesuatu yang lebih berharga. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk kamu dekat dengan Rafa. Om harap kamu bisa mengerti, biarkan Rafa belajar mandiri untuk memperbaiki diri dalam beberapa waktu."

Roy tak berkata, ia tak ingin bernegosiasi lagi. Ia menoleh ke arah jendela kamar Rafa, menatap mata Rafa yang menangis di balik jendela. Wajah Roy menjadi kusut, sangat menyesali apa yang telah terjadi. Dengan sangat dewasa dan bijaksana, Roy berkata

"Baiklah kalau seperti itu, saya sangat menghargai keputusan Om. Om adalah orang tua Rafa, pasti selalu ingin yang terbaik untuknya. Kalau gitu saya langsung pamit pulang ya Om." Ujar Roy seraya bersalaman.

"Iya Roy, sekali lagi Om sangat berterimakasih atas pengertian kamu. Tetaplah sabar menunggu waktu yang tepat. Jika Tuhan menakdirkan, kamu tak perlu mencari Rafa, karena ia akan kembali dengan sendirinya. Om percaya kamu orang yang baik untuk Rafa. Hati-hati di jalan ya." lanjut Ayah Rafa mengakhiri obrolan.

Roy hanya merespon dengan senyuman. Sekali lagi ia menatap wajah Rafa di balik jendela, berat rasanya langkah kaki Roy untuk bergegas meninggalkan Rafa. Tak lama kemudian Roy melambaikan tangan ke arah Rafa dengan tersenyum meneteskan air mata. Tanpa Rafa ketahui, itu adalah tanda perpisahan terakhir dari Roy. Derai air mata Rafa pun semakin deras.

My Real Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang