Bagian 7

3.3K 81 3
                                    

Jalanan basah karena hujan yang turun sepanjang subuh tadi, Louis terlelap di kursi belakang sedangkan Helena dan Brandon larut dalam percakapan tentang Café mereka yang semakin banyak peminat semenjak Louis dan Brandon turun tangan. Pesona kakak beradik ini telah menjadi magnet bagi pengunjung Cafénya, omset pun semakin bertambah seiring dengan semakin tenarnya Café ini dikalangan anak muda Jakarta.

"Baby, berapa usia Louis?" Helena bertanya sambil memandangi Louis.

"Menurutmu?" Tanya Brandon fokus menyetir.

"Hm... sekitar 28 atau 29?" Helena balik bertanya, menatap Brandon. Calon suaminya hanya tersenyum lalu mengelus wajah Helena sayang.

"Apa aku benar, Baby?" Helena meringis saat Brandon mencubit pipinya gemas.

"Ini, lihat di passport saja." Tiba-tiba sebuah passport tersodor di wajah Helena, menghalangi pandangannya pada wajah tampan Brandon. Helena kaget, melihat Louis yang bangun dari tidurnya dan mengacungkan passport berwarna coklat tua kemerahan itu. Helena kemudian mengambil passport itu dari tangan Louis, kemudian Louis menarik pipi Helena gemas menyebabkan gadis itu meringis kesakitan.

"Lou!!!" Brandon berteriak, tangan kirinya menarik rambut Louis dengan kencang, membuat Louis meringis kesakitan.

"BERCANDA BRANDY....." Louis mencoba melepas tangan Brandon dari rambutnya.

"Sudah... sudah..." Helena tergelak menyaksikan tingkah kekanakan keluarga Abraham ini. Rambut lurus Louis berantakan, ia menggembungkan pipi tirusnya sambil menatap Brandon tajam lewat kaca spion dalam mobil.

"Jangan sentuh Helena seperti itu, bersikaplah sewajarnya." Omel Brandon. Louis membuang muka lalu menyisir rambutnya pelan, kemudian memasang headphone di telinganya, melanjutkan tidurnya lagi.

Helena masih senyum-senyum sendiri melihat tingkah dua pria dewasa di sampingnya, kemudian ia membuka passport Louis.

"Louis Francois Abraham... Lahir di Bordeaux, 5 September 1989, tinggi 183 cm." Helena memandang wajah Brandon lagi.

"Dia beda 5 tahun denganmu" Ucap Helena, Brandon hanya mengangkat bahu.

"Dan aku terlihat jauh lebih muda dari usiaku, kan?" Louis kembali ikut bicara, tangan Brandon hampir mengenai kepalanya jika saja ia tak berkelit dengan cepat.

"Lihatlah Helena, si tua itu selalu saja cepat naik darah. Kau yakin ingin menikahinya? Lebih baik kau menikah denganku." Louis menggoda.

"Seharusnya ku potong saja rambutmu itu lalu ku sumpalkan kemulutmu agar kau bisa menjaga ucapanmu, tua bangka." Brandon sedikit naik pitam.

"Ish... siapa yang sekarang terlihat tua bangka." Ucap Louis meringis, takut jika rambut indahnya dipotong Brandon.

Mobil hitam milik Brandon kini memasuki pekarangan luas sebuah rumah di ujung desa. Desa yang terletak di puncak gunung tersebut terlihat indah dengan tanaman teh yang menghampar luas. Desa bernama Puncakwangi ini terkenal sebagai desa penghasil daun teh terbaik di Indonesia, dan kopi sebagai komoditi kedua terbanyak untuk di produksi.

Mesin mobil di matikan, Helena, Brandon dan Louis saling pandang dalam diam. Terutama Brandon, jantungnya berdetak tidak karuan karena ini adalah momen pertama ia akan bertemu dengan orangtua Helena. Jemari Helena yang lembut meremas pelan tangan kekar Brandon, ia merasakan ada ketenangan yang mengaliri sentuhan itu, Brandon menatap jemari lentik itu, kemudian menciumnya.

"Ayo, kita temui orangtuamu." Ucap Brandon semangat.

Mereka disambut oleh seorang wanita berumur 50 tahun yang mengenakan jaket tebal berwarna ungu tua, rambutnya disanggul ke belakang dan senyuman terpancar dari matanya yang hangat. Wanita itu memeluk Helena lama sekali, mencurahkan kerinduan pada anak gadis satu-satunya, kemudian matanya beralih pada Brandon dan Louis yang berdiri di belakang Helena, menonton mereka berpelukan melepas rindu.

Abraham's Family and Their Secrets (21+)Where stories live. Discover now