"Vid! Lo mau bikin gue mati jantungan ya?!"
Perempuan itu mencak mencak saat Vidi menancap gasnya di jalanan Jakarta yang selalu ramai ini. Ia pun hanya bergumam kecil tanpa merespon rentetan omongan Nasya yang tidak penting baginya.
"Vidi ish. Lo denger gue gak sih?"
Nasya mulai bermanja manja dengannya. Ia bergelayut di lengan kiri Vidi tanpa ada rasa canggung atau apapun. Bibirnya semakin mengerucut saat Vidi malah tetap bergeming.
"Jahat lo Vid, ah. Kapan lagi coba gue mau manja manjaan kayak tadi."
Ia melepaskan pelukannya dari lengan Vidi, membuat pria itu mengelus dadanya. Nasya hanya dapat dibuat bingung dengan kelakuan Vidi.
"Alhamdulillah. Tadi ada setan gelantungan di lengan gue deh nih kayaknya." Sahutnya tanpa dosa.
"Ha. Lucu lo ah."
"Tai."
"Heh! Ngomongnya ya."
"Iya maaf Ibu Kost."
Dan selama perjalanan yang cukup memakan waktu itu, Nasya terus terusan menggodai Vidi. Respon yang diberikan Vidi benar benar singkat, membuat perempuan itu justru semakin senang menggodanya. Hingga tidak terasa, mobil Audi putihnya sudah terparkir manis di parkiran sekolah.
"Cepet turun kalo gak mau telat." Ucap Vidi sambil menyambar ranselnya yang teronggok menyedihkan di jok belakang.
"Bukain." Nasya memberikan binar mata memelas, membuat Vidi tidak dapat menolaknya. Ia benar benar menggemaskan.
"Silahkan turun, babi kecilku."
Mereka berdua pun berusaha mensejajarkan langkahnya. Puluhan pasang mata menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Umm... Iri, mungkin?
"Nasya, Vidi!" Teriak seseorang dari ujung koridor. Tanpa menoleh pun mereka berdua tahu siapa orang itu.
"Gue, lo, Vidi sama Rey sekelas loh!" Jeritnya.
"Demi apa? Duh, bisa gila gue kalo harus sekelas sama seorang Shadira Faustine."
Tepat setelah itu, sebuah jitakan meluncur tepat di jidat Nasya. Perempuan itu mengaduh kesakitan.
"Jahat lo Dir. Gak temen ah. Males."
Keduanya saling beradu mulut, sedangkan Vidi hanya diam dan sibuk memainkan handphone nya. Disampingnya ada Rey yang baru saja datang.
Mereka berempat memang sudah bersahabat sejak kelas 3 SD. Sifat Nasya yang petakilan sukses membuat ia dan Vidi dekat dengan Reynanda dan Dira. Dan di tahun terakhir SMA nya ini, entah bisa dibilang keberuntungan atau tidak, mereka berempat ditempatkan dikelas yang sama. Pasalnya, jika mereka disatukan, sudah pasti akan membuat kericuhan setiap hari. Bahkan, Vidi yang terkenal dengan sebutan 'Pangeran Es' saja bisa berubah 180 derajat.
"Gue gak tahu harus seneng apa sedih disatuin sama lo bertiga." Sahut Rey dengan diiringi cengiran khasnya.
"Oh gitu lo ya, Rey."
"Gak temen."
"Pergi lo sana."
"Ok, mulai detik ini Rey resmi dicoret dari geng De Rainbows, ya gengs."
"Hah? De Rainbows?!" Pekik Vidi, Dira dan Rey secara bersamaan.
"Iya. Lucu kan nama geng kita." Ucap Nasya dengan muka tidak bersalah. Senyumnya yang mengembang lebar, membuat Vidi menarik keras pipi gembulnya. Perempuan itu hanya mengelus elus pipinya yang berubah warna menjadi kemerahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Planes
Teen Fiction"Vid, are we friends? Or are we more?" Vidi menarik nafas dalam dalam saat sebuah serangan yang dilontarkan Nasya secara tiba tiba mendarat tepat dihatinya. Kalimat itu benar benar menohoknya. "Gue gak pernah tau sebenernya kita berdua itu 'apa'. Ta...