"Gengs! Kantin kuy. Kasian nih anak anak diperut gue mulai teriak teriak minta makan."
Berterima kasihlah kepada Rey karena kadang sikap alaynya itu menguntungkan. Ajakan Rey sukses memecah keheningan antara Vidi dan Nasya. Entah, hari ini Vidi terlihat diam. Oh, tepatnya, setelah datangnya murid baru tersebut. Lebih diam dari biasanya. Nasya tidak tahu apa yang ada di pikiran Vidi. Perempuan itu hanya diam, mencoba menghargai Vidi.
"Kuy lah! Yes river no kuy." Sambar Dira yang tiba tiba sudah berada di belakang Vidi.
"Dasar anak jaman!" Ejek Rey dengan menjulurkan lidah layaknya anak SD.
"Gak suka aja lo."
Tiba tiba, seorang perempuan menghampiri keempat sahabat itu. Senyum manisnya terpulas dengan lebar, membuat sebuah lesung pipi muncul di pipi kanannya.
"Hai semuanya. Gue boleh gabung?" Tanya perempuan itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Vanessa.
"Eh, boleh boleh. Dengan senang hati, tuan putri." Sambut Rey dengan senyum manisnya yang bisa melelehkan semua cewe, tentunya tidak dengan Nasya dan Dira.
"Giliran liat cewe bening aja lo langsung maju. Dasar playboy kelas kakap." Ejek Dira.
Rey dan Dira sudah asik mengobrol dengan Vanessa, sedangkan Vidi dan Nasya hanya terdiam. Keduanya saling pandang memandang, menimbulkan kecurigaan di benak Dira.
"Eh, ini bocah dua diem aja dari tadi. Biasanya rusuh. Kenapa sih lo pada?"
Dira melirik Vidi dan Nasya yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan antara Vanessa dan kedua sahabatnya. Yang dilirik pun hanya mengangkat kedua bahunya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Tau lo berdua. Kesambet setan apa sih?" Timpal Rey.
Kelimanya tertawa hambar karena omongan Dira dan Rey yang bahkan tidak bisa dikatakan lucu.
"Lo berempat ke kantin aja sana gih. Gue lagi males nih. Bete, abis dikasih tugas seabrek sama si kuda nil." Gerutu Nasya. Sebenarnya ia hanya sedang tidak mood untuk sekedar jalan ke kantin. Pikirannya uring uringan memikirkan sikap Vidi yang berubah aneh.
"Kuda nil?" Tanya Rey dan Dira serempak. Ah, mereka memang lucu.
"Itu tuh Bu Ellen. Masa baru hari pertama masuk udah ngasih tugas 5 halaman. Gila kali ya tuh orang."
Refleks, Vidi mencubit bibir Nasya yang sudah mulai maju. Dan seperti biasa, Nasya menghentak hentakkan kakinya sambil bicara panjang lebar pada Vidi.
"Kalo punya mulut tuh dijaga." Ucap Vidi dengan sinis yang dibalas tatapan tajam Nasya.
"Yaudah lo berempat sana pergi. Hush! Gue lagi bete nih, jangan bikin gue sampe nyakar muka lo pada, ya." Nasya melambai lambaikan tangan kanannya sambil mendorong keempatnya keluar kelas.
"Dadah, Nasya! Jangan sampe lo tiba tiba kelaperan dan ngerengek rengek minta kita nemenin ke kantin!" Teriak Dira dari ambang pintu.
"Gak akan!"
****
Nasya hanya termangu di tempat duduknya. Matanya berkeliling mencari seseorang untuk diajak mengobrol, namun hasilnya nihil. Ah, dia merasa menyesal karena tidak mengiyakan ajakan Rey ke kantin tadi. Tapi, membayangkan Vanessa dan Vidi bersama benar benar membuatnya pusing setengah mati.
Lo tuh kenapa sih, Sya. Vanessa kan sahabat kecil lo dan Vidi.
Ya, Vanessa memang teman kecil Nasya dan Vidi. Mereka bertiga dulu bertetangga, sampai akhirnya Vanessa pindah ke suatu tempat yang tidak pernah ia dan Vidi ketahui dan juga dengan alasan yang tidak mereka ketahui.
"Hai, Sya!"
Seseorang menggebrak meja Nasya dengan sangat antusias. Perempuan itu terlonjak kaget dibuatnya. Bahkan, sebuah pensil yang sedari tadi ia mainkan kini terlempar entah kemana.
"Astagfirullah!" Jeritnya, diiringi dengan sentilan di dahinya.
"Apaan sih, kayak liat setan aja lo." Ucap pria itu.
"Um... Lo siapa ya?" Tanya Nasya. Ia kenal betul dengan wajahnya, namun tidak dengan namanya.
"Sumpah, lo gak kenal gue, Sya? Gue satu SMP sama lo, loh. Bahkan, kelas 10 aja kita sekelas." Lanjut pria itu.
"Yayaya. Terserah lo. Lo siapa ih, tinggal ngomong aja apa susahnya sih." Tepat setelah Nasya berkata seperti itu, pria tersebut menempatkan dirinya untuk duduk disamping Nasya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah tempat duduk Vidi.
"Lo tuh PMS ya? Gue baru dateng aja langsung diterkam gitu."
Nasya memutar bola matanya. Mood nya hari ini benar benar rusak. Bukan hanya karena kedatangan Vanessa, tapi juga karena ia sedang datang bulan. Perutnya yang nyeri setengah mati benar benar membuatnya ingin menerkam siapa pun yang membuatnya naik darah.
"Ohh, gue tau. Lo pasti cemburu ya liat Vidi di kantin lagi suap suapan sama um... siapa tuh anak baru yang cantiknya kebangetan?" Lanjut pria itu yang terlihat sengaja memanas manasinya.
"HAH? SERIUS LO?" Teriakan Nasya saat mood nya sedang hancur benar benar membuat telinga orang disekitarnya berdengung.
"Tuh kan, lo cemburu ya? HAHAHA. Gak deng gue cuma bercanda. Yakali seorang Vidi langsung nemplok sama cewe yang baru kenal. Never in my wildest dream."
Derai tawa pria itu benar benar menyulut emosi Nasya. Digebraknya meja kayu di depannya sambil menghentak hentakkan kakinya.
"PERGI LO SANA!"
Dan pastinya, semua orang di koridor langsung menolehkan kepalanya ke jendela kelas. Pria yang menjadi korban PMS Nasya pun terkikik geli sambil berjalan santai keluar kelas.
"Nama gue Adrian, kalo lo mau tahu! Gue anak kelas sebelah kok, samperin aja!" Teriaknya saat sudah sampai di depan pintu kelas.
"GAK PEDULI DAN GAK MAU TAU!"
****
"Nasya?"
"Hm."
"Lo kenapa sih?" Tanya Vidi sambil mengusap usap puncak kepala perempuan itu. Tidak biasanya seorang Nasya yang petakilan menjadi sangat diam dan kaku.
"Bete."
"Bete kenapa, my baby?"
Nasya melengos mendengar panggilan itu. Sudah ratusan kali ia dipanggil seperti itu, namun sekarang terasa berbeda. Ia seperti ... deg degan, mungkin?
"Masa ya, tadi ada cowo yang ngakunya anak kelas sebelah nyamperin gue. Sumpah demi apapun, dia nyebelin banget nget nget nget. Kalo sampe gue ketemu dia lagi nih ya, hih, mukanya gua cakar sampe gak berbentuk. Sebel banget deh ih pokoknya."
Perempuan itu mulai membanting barang barang disekitarnya. Kakinya menghentak hentakkan lantai dengan kencang. Kepalanya ia sandarkan ke bahu Vidi, tempat yang paling nyaman baginya.
Hiks.
Isakan itu membuat Vidi terlonjak kaget.
"Lah, kok nangis?" Muka Vidi berubah pucat pasi. Ia terlihat sangat panik.
"Bete."
"Ya.. Yaudah dong, jangan nangis. Entar gue dikira abis ngapa ngapain lo lagi."
Vidi terlihat sangat gugup. Walaupun ini bukan pertama kalinya ia melihat Nasya menangis, tetap saja ia panik. Sementara itu, dibelakang mereka, Rey dan Dira hanya cekikikan melihat tingkah kedua sahabatnya.
"Makanya, Vid, kalo cewe lagi PMS tuh biarin aja. Gak usah diajak ngomong. Yang ada malah lo yang apes. Iya gak, Dir?" Ucap Rey sambil menyenggol lengan kanan Dira yang diikuti anggukan oleh perempuan itu.
Vidi menatap Nasya dengan bingung. "Hah? Kamu lagi mens, Sya? Hih." Tanyanya dengan wajah polos. Bahunya bergidik geli membayangkan yang tidak tidak.
"VIDI SYAHDAN! MULUT LO MAU GUE TAMPAR, HAH?!"
Seketika itu juga, Vidi berlari keluar kelas tanpa menghiraukan teriakan amarah Nasya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Planes
Teen Fiction"Vid, are we friends? Or are we more?" Vidi menarik nafas dalam dalam saat sebuah serangan yang dilontarkan Nasya secara tiba tiba mendarat tepat dihatinya. Kalimat itu benar benar menohoknya. "Gue gak pernah tau sebenernya kita berdua itu 'apa'. Ta...