Nasya merasa seperti orang bodoh. Tadi, saat ia mendapat telfon dari Adrian yang membuatnya panik setengah mati, perempuan itu langsung terburu buru menutup panggilannya. Dan bodohnya, ia bahkan tidak tahu dimana rumah Adrian. Dirinya sudah berada di dalam taksi sejak tiga puluh menit lalu. Taksi itu sedari tadi hanya berputar putar di daerah Pondok Indah, karena yang Nasya tahu Adrian tinggal di sekitar daerah tersebut.
"Ini kita udah muter muter Pondok Indah setengah jam loh Neng. Sebenernya Neng mau kemana sih?" Tanya sang supir yang terlihat sudah mulai jengah.
"Eh, sebentar ya, Pak. Temen saya udah saya telfonin tapi gak diangkat angkat, nih."
Ah, Adrian. Tadi nelfon minta disamperin ke rumahnya, giliran gue telfon balik gak diangkat. Nyusahin aja nih orang. Batin Nasya sambil menggerutu.
"Halo, kenapa Sya?"
"Kenapa bapak lo. Gue udah muter muter Pondok Indah setengah jam, nih. Cepet kasih tau alamat rumah lo."
"Ooh. Hahaha. Lagian tadi lo langsung asal nutup telfon aja. Komplek Golden Vienna, cluster Illustria. Lo tunggu di depan air mancur aja nanti gue jemput."
Nasya mendecak kesal. "Gak usah pake acara jemput jemputan segala, deh. Nanti lo yang keenakan bisa modusin gue. Blok apa, nomer berapa? Gece sebelum argo taksi gue makin nambah nih. Duh, ludes dah duit jajan gue seminggu."
"Blok D1 No.43. Pager item, samping gym."
"Ooh, oke."
Ia pun memutuskan panggilan tersebut mengingat pulsa handphone nya yang sudah di ujung tanduk. Perempuan itu menepuk punggung sang supir sambil berkata "Golden Vienna, cluster Illustria."
"Ohh, siap, Neng. Dari tadi kita udah ngelewatin Golden Vienna tiga kali loh."
Nasya tidak menanggapinya. Ia sibuk membalas satu demi satu chat dari temannya. Ada yang membicarakan tentang PR, tugas kelompok, barang barang branded, bahkan dua orang teman sekelasnya menanyakan dimana ia membeli sepasang bikini yang dipakainya saat pool party tahun lalu.
Tiba tiba, sebuah notifikasi muncul di handphone nya. Ia melirik sekilas. Awalnya tidak ada niat sama sekali untuk membacanya, apalagi membalasnya. Namun, melihat siapa yang mengirim pesan Line padanya, membuatnya jadi cukup bersemangat.
Vidi : Sya, lo dimana?
Reynanda : Ciee, nyariin nih ye
Vanessa : Cie.
Vidi : Bacot ah pantat kuda
Nasya : Gue lagi sama Adrian di rumahnya
Nasya : Kenapa?
Vidi : Gpp.
Nasya bingung harus merespon Vidi seperti apa. Akhirnya, ia berakhir dengan ber-'ohh' ria kepada pria itu.
Shadira : Sya, Vid, masa tadi gue di Line Bu Dian!
Vidi : Ya terus?
Nasya : Waduh, kalo kena masalah jangan ngajak ngajak gue dong
Rey : Mampus lo, Dir! HAHAHA!
Shadira : Ih. Apaan sih.
Shadira : Dia bilang katanya gue, Nasya sama Vidi wajib ikut kegiatan bakti sosial pas kelar UTS. Perwakilan dari tiap kelas. Katanya waktu kelas 10 kan lo pada gak dapet sertifikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Planes
Teen Fiction"Vid, are we friends? Or are we more?" Vidi menarik nafas dalam dalam saat sebuah serangan yang dilontarkan Nasya secara tiba tiba mendarat tepat dihatinya. Kalimat itu benar benar menohoknya. "Gue gak pernah tau sebenernya kita berdua itu 'apa'. Ta...