Bagian 1

17 2 2
                                    

Suasana sepi juga gelap. Semua lampu di rumah ini mati kecuali lampu dapur, dengan penerangan minim. Tidak begitu membantu seorang cewek yang mengendap-endap masuk ke dalam rumah dengan menenteng sepatu kets-nya agar tidak ada suara yang keluar.

Ia bernapas lega saat sudah memijaki lantai didepan kamar, langsung saja memasuki kamarnya dengan gerakan yang sangat pelan. Dihirupnya suasana kamar yang sangat berantakan itu, diletakannya sepatu dirak yang sudah disediakan didalam kamarnya.

'Tok tok' terdengar suara dari balik jendela yang membuat cewek dengan rambut sebahu itu mengehela napas, pasti Dito pikirnya. Disibaknya tirai jendela yang menimbulkan bunyi itu. "Ada apa sih, To? Udah malem tau," gerutunya dengan suara bisikan. Dito mendecak, tidak habis pikir dengan pikiran si cewek yang memasang wajah terganggu.

"Bunda lo tadi nanya sama gue, kenapa gue nggak pergi bareng lo. Dia khawatir Lana." Ucap Dito menyamakan suara Lana. "Jangan terus-terusan kayak gini kenapa sih?"

Semenjak kejadian minggu kemarin memang Lana selalu menghindari sesuatu yang berhubungan dengan Dito. Tidak lagi pergi bersama Dito dan selalu pulang larut malam. Itu yang membuat lelaki dihadapan Lana ini terlihat kacau.

Lana memutar bola matanya, dilihatnya raut wajah Dito yang mengerut dibagian dahi dan alisnya. Lelaki itu juga khawatir rupanya, batin Lana bersuara.

"Gengsi banget sih jadi cowok, bilang gitu Lana gue tau yang khawatir sama lo," ucap Lana setengah mencibir diakhir kalimat dan langsung menutup kembali tirai jendelanya.

Lana tidak habis pikir dengan jalan pikirannya Dito. Setelah kejadian pernyataan cintanya pada Dito tak digubris lelaki itu, dia memang sedikit menjauh—oh bukan sedikit tapi memang benar-benar menjauh. Bukan apa-apa tapi perlakuan Dito pada Lana semenjak itu seperti tidak terjadi apa-apa. Selain sakit hati, kesal yang paling mendominasi perasaan Lana.

Dito seperti menganggap remeh pernyataannya, padahal Lana menyampaikannya dengan segala pertimbangan dan konsekuensi yang sudah dibayangkannya. Lana juga sangat sadar bahwa sikapnya terhadap Dito merupakan bentuk dari pengalihan rasa malunya tentang pernyataannya. Tapi tidak sadarkah Dito tentang itu?

Lana membanting tubuhnya ke atas kasur single-nya, dan langsung memeluk guling disebelahnya. Tidak, Lana lelah merutuki dirinya atas tindakan sore itu didepan rumahnya. Tanpa sadar ia meneteskan air matanya lagi, namun tak dihiraukannya dengan langsung menutup matanya untuk tidur.

Spekulasi RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang