The Lastest\ Dream Come True

221 1 0
                                    

Hari ini adalah hari minggu di pagi hari dan Oliver ada jadwal sesi pemotretan di pagi hari ini juga. Apalagi kunci apartemennya ada di aku. Sekarang aku telah berada di tengah-tengah ruangan tamu dan sambil mengendap-endap aku menusuri seluruh ruangan tuk mencari tahu apakah Oliver telah pergi atau belum. Dengan perlahan-lahan menaiki anak tangga aku menuju kamar atas milik Oliver dan setelah sampai aku mencoba untuk membuka pintu kamar itu. Dengan perlahan-lahan aku menuju ranjang yang bertiang empat dari besi. Aku terus mendekati ruangan itu sampai menuju tepi kaki ranjang.  

Terlihat tubuh seoarang pria yang sedang tertidur sambil kedua kakinya menjurul seperti huruf ' V ' dan dengan selimut setengah menyelimuti seluruh tubuhnya; hanya menyelimuti pinggangnya saja dan pria itu tak memakai piyama atau pun kaos. Aku mengakat selimut itu tuk menyelimuti seluruh yubuhnya padahal tujuan ku kesini adalah mengembalikan kuncinya dan harus membangunkan dirinya walau pun aku tak menjadi menejernya lagi. Setelah tugas ku selesai menyelimutinya dengan selimut tebal yang bermotif batik tulis dengan warna emas aku pun segera beranjak pergi. Baru satu langkah ia telah menghentikan langkahku dengan mencengkram pergelangan tanganku.  

Aku berbalik menatapnya dengan menaikan alis mataku. Ia tetap saja mencengkram pergelangan tanganku dengan lembutnya.  

" Kau sudah bangun? ." Tanyaku sambil duduk di tempat tidurnya dekat paha Oliver. dengan tetap tangan Oliver berada di pergelangan tanganku.  

" Sudah jam berapa?" Tanyanya seketika itu juga sambil duduk di tengah-tengah ranjang nya. 

" Jam tujuh tiga puluh pas." Jawabku sambil menarik tanganku yang di cengkram Oliver dan melihat Jam tanganku. Tapi ia tak melepaskan tangannya di tanganku.  

" Apakah semalam kau bisa bangun sendiri?". Tanyaku yang tanpa di stop. " Aku kan buat alaram." Jawabnya sambil menatapku sambil mengayunkan tanganku. 

" Bah bukannya Rinda akan membangunkanmu.?" Kataku yang tanpa pikir. Sepertinya perkataanku itu seperti menyerang pertahanan dirinya sehingga ia pun terdiam. Aku pun mengeluarkan kunci dari saku celana ponggolku yang berwarna putih.  

". Ini kuncinya aku kembalikan. Maaf aku lupa mengembalikannya." Ucapku sambil melepaskan cengkramannya dan menaruh kunci itu di telapak tangannya.  

" Apakah kau mencintai pria itu sehingga kau tidak enak hati menyimpan kunci dari ku.?" Bentak nya sambil menyudutkan diriku. Terasa di awang-awang dengan pernyataannya aku terasa tak percaya akan ungkapan itu atau hanya memancing diri ku tuk bermimpi.

     " Benarkah kunci ini untuk ku.?" Aku bertanya sembari mengerjapkan bulu mataku.

" Yah, kalau kau mau."  " Tapi akutak enak menerim--" Perkataanku terhenti pada saat ia menatap ku dengan pandangan tajamnya. " Dengar aku belum selesai." Ujar ku seketika itu juga, tetapi ia hanya menyandar di sandaran tempat tidurnya.

    " Aku senang menerimanya tetapi dirimu telah jadian dengan Natsha." Jelas ku dengan sejelas mungkin. Ia langsung menegakkan punggungnya dan arah kepalanya mendekat kearahku dengan jarak satu inci.

    " Aku atau kau.?" Tanyanya dengan suara keras atau fales. Dan kemudian ia bersandar kembali dengan posisi kedua kakinya hampir bertemu dengan dadanya. " Yah,baiklah. Sini kembalikan kepadaku." Dan aku pun mengembalikan kunci itu kepada pemiliknya. Terjadi lah keheningan yang menyelimuti kami bagaikan kabut hitam menerpa kami. Sepertinya ia sedang berpikir tentang sesuatu yang serius.

    " Tapi kau pernah berkata bahwa kamu tidak suka berpacaran dengan aktor. Apakah kau lupa itu?" Seketika itu ia mulai bertanya kepadaku. Aku memang masih mengingatnya dengan jelas.

       " Aku tidak pernah mencintainya walau sedikit pun. Tidak Pernah." Ucapku dengan nada keras dan tajam. Ia terus menatapku sembari menggelengkan kepalanya.

    " Karena aku suka dengan orang lain. Sebelum bertemu dengan kamu yang sekarang aku sudah menyukainya." Ia hanya terdiam dan menunduk sembari mencengkram seprei putih pada tempat tidurnya dengan jari-jari kakinya. Terlihat keputusasaan di balik wajahnya. Aku pun bangkit dan setengah bangkit dari dudukku ternyata pergelangan tangan kiriku telah di cengkram olehnya.

   " Tunggu." Ucapnya. Dan aku pun kembali duduk. Ia terlihat sibuk menggapai lemari kecil nakas di sebelah tempat tidurnya. Ia mengeluarkan amplop coklat dari lemari kecil itu dan kemudian menyodorkannya kearahku dengan mengangkat tangan kananku.

   " Ini adalah tiket konser ku . Aku mau kau hadir besok malam." Celotehnya ketika ia melihat tautan alisku yang bertanda tanya dengan amplop itu. "Aku ingin memberimu kejutan"     

" Kita lihat saja nanti" ucap ku sembari merebut tiket itu. " Omong-omong kau telah terlambat di sesi pemotretan."

MY BOYFRIEND IS A SUPER STAR  Chapter 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang