"Gue gapernah peduli mau gue kehilangan yang lain, termasuk cinta. Asal gue ga pernah kehilangan sahabat gue."
Remember When - 2014Author POV
Daffa sudah memikirkan soal hal ini akan terjadi apalagi. Semalam ia tidak membalas pesan gadis yang ia sebut pacar ini.
Siapa lagi kalo bukan Ghina gadis yang tak pernah menyukai Herlisa semenjak ia tau Herlisa dan Daffa sangat dekat.
"Lo gaperlu salahin Eres disini, emang gue semalem ga sempat balas pesan lo" kata laki-laki itu serius.
"Tapi lo ga jelasin kenapa lo mau nganter dia berangkat sekolah" balas gadis itu.
"Kan udah gue bilang tadi, ada yang perlu gue omongin sama dia makanya gue jemput dia" kata daffa lagi.
"Apa susahnya ngomong gitu daff, lo ngga mau balas pesan gue semalem malah bikin gue tambah sakit hati daff" kata gadis itu dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan nangis gue gasuka liat cewek nangis" kata daffa prihatin.
"Lo gamau bikin gue nangis, tapi lo selalu bikin gue sakit hati dengan pergi sama herlisa tanpa sepengetahuan gue daff, lo gapernah ngerti gimana diposisi gue" kata gadis itu kali ini air matanya benar-benar terjatuh.
"Gue selalu ngabarin lo, gue selalu ngasihtau apapun yang mau gue lakuin ke lo ghin, lo yang ga pernah percaya ke gue" kata daffa jujur.
Daffa jujur soal ini, ia selalu memberitahu bagaimana dan apa yang akan ia lakukan ke Ghina. Karna ia tau ia punya komitmen dengan gadis dihadapannya saat ini.
Tapi jika terus begini bukankah ia yang selalu tersudutkan seolah ia yang selalu menyakiti wanita.
"Gue bingung mau lo gimana Ghin" katanya lagi.
"Lo bisa ga jauhin herlisa demi gue daff" kata gadis itu serius.
Daffa terkejut untuk sesaat ia tidak tau harus menjawab apa.
Yang dipikiran nya saat ini tentu saja ia tidak mau menjauhi Herlisa. Ia sudah berteman dekat dengan Herlisa sebelum ia berpacaran dengan Ghina, bagaimana bisa ia meninggalkan Herlisa hanya karna pacarnya yang tak suka pada pada gadis itu.
"Gue ga bisa" kata daffa pelan.
"Lo gabisa kan! gue udah yakin lo pasti bakal jawab kaya gini daff" kata Ghina menangis.
"Gue ga bisa ghin, Eres sahabat gue" kata Daffa pelan.
"Kalo lo gabisa ninggalin Eres kita putus Daff!" Kata Ghina tegas.
Daffa kaget. Ia tidak bisa dihadapkan dengan keputusan seperti itu saat ini.
"Gue gasuka lo kaya gini" jelas daffa.
"Lo gabisa jawab kan daff, yaudah kita putus aja daff, kita udahan gue capek" seraya pergi meninggalkan Daffa sendiri yang masi berdiri ditempatnya saat ini.
Bel masuk telah dibunyikan tanda jam istirahat telah selesai.
Siswa-siswi segera masuk kedalam kelas tak terkecuali Herlisa Theresa Ginting ia masuk kedalam kelas dan duduk ditempatnya seperti biasa.
Daffa masuk kedalam kelas dengan wajah yang sedikit murung ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajah dan perasaan nya saat ini.
Herlisa gadis yang duduk disebelahnya, tentu saja penasaran apa yang terjadi pada laki-laki yang biasa ia sebut sahabat ini, wajahnya bahkan lebih menyeramkan saat ia murung begini daripada ia marah.
"Lo kenapa daff? Ada masalah?" Tanya herlisa khawatir.
"Engga" jawab laki-laki itu singkat.
"Cerita dong ke gue kalo ada masalah daff, jangan gini" lanjut herlisa lagi khawatir.
"Iyaa" jawab laki-laki itu singkat.
"Ntar pulang antarin gue ya daff, terus mampir sekalian cerita" kata gadis itu cerewet.
"Yayayayayya"lanjutnya lagi
"Iya terserah lo" jawab laki-laki itu pasrah.
Jam sudah menunjukan pukul 15 dini hari. Siswa- siswi sudah mempersiapkan untuk pulang.
"Res kayanya gue gabisa nganter lo pulang, Ghina ga ada jemputan soalnya" kata Daffa tiba-tiba.
"Loh daff, oke yaudah gapapa" kata Herlisa kaget sesat namun setelah itu kembali tenang.
"Maaf ya ress, ntar kapan2 gue traktir es krim" kata daffa seraya pergi meninggalkan Eres dikelas sendiri.
"Iya gue tunggu janji lo" balas herlisa pelan.
Ia tau Daffa takkan mendengarnya. Kenapa ia bodoh sekali seharusnya ia tak usah memaksa Daffa untuk mengantarnya tadi.
Tapi ia tak memaksa Daffa, lelaki itu yang memang mau mengantarnya. Dan sekarang daffa meninggalkan nya sendiri.
Ia akan pulang bagaimana jika sudah begini.
Dan ia tau sekarang bahwa ia bukan prioritas, ia baru sadar bahwa gadis lain lebih penting dibanding dirinya. Bukankah mereka hanya sekedar teman. Seharusnya Herlisa tidak perlu terlalu berharap begitu jauh pada Daffa.
Hubungan seperti ini sangat tidak nyaman bukan. tidak hanya itu bahkan hatinya pun ikut tersakiti.
Herlisa merasakannya sekarang betapa tidak nyaman nya bersahabat dengan seorang lelaki.
Apa Daffa menganggapnya seperti sahabat juga atau hanya seorang teman.
Itulah yang ingin Herlisa tanyakan. Setidaknya perasaan dan harapannya tidak akan terlampau jauh.
Seorang lelaki dengan tubuh jangkung mendatangi nya. Ia mengelus kepala herlisa pelan seraya berbicara.
"Kenapa? Ga ada jemputan?" Kata laki-laki itu.
"Ga ada" jawab herlisa
"Yaudah gue anter" kata laki-laki itu.
"Engga ah, males!" Kata herlisa tegas.
"Loh kenapa? dulu juga biasa gue yang nganter lo" kata laki-laki itu.
Ya dia Fajar Alan Mahardiva laki-laki yang dulu pernah singgah dihati gadis itu.
Tidak begitu banyak yang tau soal kedekatan mereka hanya mereka yang tau, bahkan sahabat Herlisa pun tidak begitu tau tentang hubungan mereka Dulu.
"Nggak Lan, ga perlu" kata herlis tegas.
"Gausah canggung gitu lis, udah biasa aja" kata alan pelan.
"Gue biasa aja ko" kata herlisa tegas.
Setelah beradu pembicaraan sebentar akhirnya Herlisa setuju untuk diantar pulang oleh Alan.
YOU ARE READING
FOREVERMORE
Teen FictionHerlisa Theresa Ginting. Seorang gadis yang bisa dikatakan sempurna tapi percayalah. Di setiap kehidupannya ia telah melalui berbagai hal sulit. Masa lalu... Persahabatan.. Seseorang dimasa lalu yang memberi luka. Lalu tiba-tiba datang seorang...