Aku merasa sangat konyol.
Saat ini aku sedang mengikuti casting untuk menjadi pemeran di sebuah serial drama bergenre gay.
Gay? Iya.
Karena itukah aku merasa konyol? Tidak. Aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Aku sama sekali tidak keberatan memerankan karakter gay.
Lalu apa yang membuatku merasa sangat konyol? Well, saat ini aku sedang casting untuk memerankan tokoh remaja SMA. Padahal umurku sendiri sudah 20 tahun lho. Kalian mengerti 'kan sekarang? Aku ini sudah kuliah! Aku sudah terlalu tua untuk peran ini. Tapi apa boleh buat, orang tuaku tetap memaksaku untuk mengambil kesempatan ini. 'Kesempatan sekecil apapun harus diambil!' begitu kata mereka.
Di sekitarku banyak anak-anak SMA yang sedang sibuk mempelajari naskah. Mereka juga mengikuti audisi ini. Bisa kalian bayangkan? Aku yang paling tua disini! Bagaimana mungkin aku bisa mengalahkan semua anak-anak ini untuk peran yang sebenarnya lebih cocok diperankan oleh mereka?
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Aku menatap naskah di tanganku dengan lesu. Rasanya ini percuma saja. Mungkin ini akan menjadi casting yang sia-sia.
"Permisi Kak," ucap sebuah suara.
Aku menoleh dan melihat seorang anak laki-laki berdiri di samping kiriku. Dia memakai seragam celana biru, tangannya memegang naskah yang sama denganku.
"Ya?" sahutku.
"Boleh aku duduk di sini?" anak itu menunjuk kursi kosong di samping kiriku.
"Oh. Silakan," kataku.
Anak itu tersenyum manis. "Terima kasih Kak," katanya sambil melepas tas ranselnya dan lalu duduk di sebelahku.
"Pulang sekolah langsung kesini ya?" tanyaku berbasa-basi.
Anak itu menatapku sebentar lalu mengangguk. "Iya. Kakak sendiri bagaimana?"
Aku meringis, "Hari ini aku tidak ada kuliah."
Anak itu melongo, "Kuliah?"
Aku mengangguk.
"Umur berapa sih Kak?" tanyanya lagi.
"Umurku 20 tahun," jawabku sepelan mungkin. Rasanya malu kalau semua anak-anak disini mendengarnya. "Kau sendiri berapa?" tanyaku balik.
"Aku 15 tahun Kak," jawabnya. Apa? Lima belas tahun dia bilang? Wow masih muda sekali dia. Berarti dia masih kelas 10. Lima tahun di bawahku.
Anak itu masih lekat menatapku. Entah kenapa tatapan matanya membuatku tidak nyaman. Matanya tajam sekali. "Kenapa?" tanyaku risih.
"Oh, tidak. Tidak apa-apa," anak itu terkekeh. "Aku hanya sedang berpikir Kak. Dari tadi aku penasaran kenapa kakak terlihat gelisah dan tidak bersemangat, ternyata, kalau boleh aku tebak, jangan-jangan kakak ini minder karena merasa paling tua ya?" tembaknya.
Aku tersenyum lesu lalu mengangguk. Anak ini lumayan berani bicara juga ya? Padahal aku ini lebih tua dan juga baru kenal. Tapi tidak apa-apa, aku suka dengan orang yang gamblang seperti dia.
"Tidak perlu merasa begitu Kak," ucapnya. "Aku yakin kita semua memiliki kesempatan yang sama kok. Apalagi kakak 'kan sudah kuliah, pasti kakak lebih pintar dan lebih punya pengalaman daripada kami disini. Ya gak?" katanya sambil menaik-turunkan kedua alisnya secara menggemaskan.
Dia sedang berusaha menghiburku ya? Aku tersenyum geli. Anak itu langsung tertawa begitu melihatku tersenyum. Suara tawanya renyah sekali. Anak ini kalau dilihat-lihat sebenarnya sangat tampan. Kulitnya putih bersih, matanya tajam, dan hidungnya mancung. Dengan tampang seperti itu pasti dia akan mudah mendapatkan peran di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Make It Real
FanfictionBoom dan Toey lolos casting serial drama gay berjudul "Make It Right". Di drama itu, Boom harus berpasangan dengan lelaki manis bernama Peak, lalu Toey berpasangan dengan lelaki bernama Ohm. Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya Boom dan Toey mal...