Fanmeet 4: Make It Real

875 71 14
                                    

Tepat setelah aku memakai piyama abu-abu favoritku, pintu kamar mandi terbuka. Mataku terbelalak melihat Boom keluar dari kamar mandi dan menghampiriku.

Masalahnya, Boom hanya mengenakan handuk saja. Handuk putih milikku itu ia lilitkan di pinggang untuk menutupi tubuh bagian bawahnya, sementara tubuh bagian atasnya terbuka tanpa penutup apapun.

"P'Toey, bajuku kutaruh di cucianmu ya? Aku nitip, hehe," katanya.

Boom menaruh bajunya di keranjang berisi baju kotor yang kutaruh di dekat kamar mandi, kemudian dia menghampiriku dan berkaca di cermin besar yang ada di samping lemariku. Mataku terus mengikutinya sejak dia keluar dari kamar mandi, tatapanku tak bisa lepas dari tubuh bagian atasnya yang tidak tertutup.

Aku belum pernah melihatnya tanpa baju seperti ini. Badan Boom ternyata bagus sekali. Kulitnya putih dan bersih, ototnya terbentuk sangat baik. Aku menelan ludahku saat melihat beberapa tetes air mengalir jatuh menyusuri abs nya.

Aku baru tahu dia punya sixpack. Apa dia benar-benar masih berumur 15 tahun? Dia pasti kerja cukup keras untuk mendapatkan tubuh sebagus ini. Pasti banyak gadis yang akan menyukai hasil kerja kerasnya ini.

Tapi bukankah dia bilang kalau dia menyukaiku? Berarti ... tubuh yang terpampang di depanku ini ... milikku?

Darahku berdesir memikirkan kemungkinan itu. Hatiku berdebar dan semakin lama semakin kencang ketika aku melihat Boom mendekatkan wajahnya padaku.

"P'Toey?" panggilnya.

Aku tersadar dari lamunanku dan secara refleks menjauh mundur darinya. "Apa!" teriakku.

Boom terkekeh melihat reaksiku. "Kenapa P'Toey melamun sambil melihatku begitu?"

Aku menggeleng kencang, "Tidak apa-apa! Cuma ... aku cuma kecapekan saja. Kau tadi juga ada di sana 'kan, kau lihat betapa capeknya aku di event ini," aku memaksakan tawaku.

Boom menyeringai kecil. Dia kembali mendekat lalu duduk tepat di sampingku.

Terlalu dekat.

Aku bisa mencium wangi sabun dari tubuhnya yang basah.

"P'Toey," bisik Boom. "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan."

Ya Tuhan. Aku belum siap.

Aku mengatur nafasku sebelum menjawab agar suaraku tidak terdengar gugup, "Tanya apa?" Percuma, suaraku masih tetap bergetar.

Boom meletakkan satu tangannya ke pundakku lalu menarikku mendekat. "Kau jadi meminjamkan baju tidurmu atau tidak?" bisiknya tepat di telingaku.

Aku mendorong tubuhnya kasar. "Tidak perlu sedekat itu kalau cuma mau tanya soal itu!" aku mendengus kesal.

Boom menertawaiku. Aku melemparnya dengan bantal. Anak ini benar-benar menguji kesabaranku. "Aku 'kan sudah menyuruhmu pakai baju tidurku, buat apa ijin lagi? Harusnya kau pakai sejak di kamar mandi tadi, jadi kau tidak perlu keluar telanjang begini!"

Boom menghentikan tawanya, "Lho, P'Toey 'kan belum memberiku baju untuk ganti," ucapnya. "Tadinya aku mau bilang, tapi P'Toey malah mendorongku masuk ke kamar mandi tanpa memberiku baju ganti dulu."

Aku menggigit bibir bawahku. Oh iya, aku lupa aku belum memberikan baju untuknya. Gara-gara aku kelepasan soal aku yang menyukai aroma tubuhnya, aku jadi malu dan mendorongnya ke kamar mandi.

Aku membuka lemari dan mengambil sebuah baju dan celana tidur, kulemparkan baju itu pada Boom. "Pakai itu!"

"P'Toey hadap sana dulu ya. Aku mau telanjang." Boom menaik turunkan alisnya menggodaku.

Make It RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang