PEAK POV
Aku mengetok pintu apartemen Toey dengan perasaan was-was. Dia pasti marah sekali karena aku pergi sangat lama. Matahari bersinar sangat terang, ya ini sudah pagi.
Semalam aku meninggalkan Toey dan Boom disini. Ploy mengajakku kencan. Kencan yang terbilang cukup larut memang, tapi itu semua ada alasannya kok. Ploy sedang ada masalah, dia meminta bantuanku untuk sesuatu, dan untungnya aku bisa membantunya.
Setelah itu mama menelponku, dia bilang adikku keracunan makanan dan sedang di bawa ke rumah sakit. Adikku itu memang sering jajan sembarangan. Susah sekali diberitahu. Jadi, akhirnya aku berakhir menunggui adikku di rumah sakit sampai pagi. Karena itulah aku baru kembali ke apartemen Toey pagi ini.
Kuharap Toey tidak marah karena aku meninggalkan dia sendirian bersama Boom semalaman.
Aku menghela nafasku dengan resah. Sepertinya Toey akan marah. Apalagi ponselku mati saat aku tiba di rumah sakit, jadi aku tidak bisa mengabarinya. Semoga saja dia tidak bertengkar dengan Boom lagi. Dan semoga saja Boom tidak memaksanya lagi seperti yang terjadi di toilet tiga bulan yang lalu.
Aku baru saja mau mengetuk lagi saat kenop pintu terbuka.
Wajah Toey muncul dari balik pintu. Begitu melihatku, dia langsung membuka lebar-lebar pintunya. "Ah, Peak. Ada apa pagi-pagi sekali kau kesini?" katanya sambil mempersilahkanku masuk.
Aku menatap Toey bingung. Toey kelihatan lemas seperti masih mengantuk, tapi mukanya sudah segar seperti baru mandi.
"Ada apa bagaimana? Aku 'kan meninggalkanmu semalaman bersama Boom, kau tidak marah?" tanyaku.
Toey terkekeh. Dia menggaruk-garuk kepalanya sambil menatapku lucu.
Anak ini kenapa sih?
Toey menatapku jahil, "Kau pamit pergi mau bertemu Ploy dan baru pulang pagi begini, kemana saja kalian? Melakukan apa saja kalian, hah?"
"Melakukan apa bagaimana maksudmu?"
Toey menggeleng-gelengkan kepalanya. "Peak, kau itu belum cukup umur. Kau belum boleh melakukan hal-hal yang dilakukan orang dewasa."
Aku mengeplak kepalanya, "Kenapa kau mendadak jadi mesum begini sih?! Mana mungkin aku berani begitu dengan Ploy!"
Toey kembali tertawa melihatku kesal. "Iya, iya. Aku bercanda. Ayo ikut sarapan bersama kami." Toey lalu menuntunku masuk ke dapur yang juga berfungsi sebagai ruang makan.
Disana ada Boom. Dia baru saja mematikan api kompor.
"Ah, P'Peak. Kau sudah kembali," sambutnya. "Aku baru selesai membuat nasi goreng dan telur dadar."
Toey menghampirinya dan mengendus aroma hasil masakan Boom. "Baunya enak sekali. Aku tidak tahu kau pintar memasak," pujinya.
"Tidak pintar P', aku cuma sekedar bisa saja. Dan lagi ini cuma nasi goreng dan telur dadar, tidak butuh banyak bahan, mudah sekali membuatnya," Boom merendah.
"Tetap saja aku kagum. Berapa banyak sih cowok 15 tahun yang bisa memasak?" puji Toey sambil tersenyum.
"Aw, Toey? Kau tidak tahu Boom pintar memasak? Dia sering membantu mamaku menyiapkan sarapan lho," celetukku.
Senyum Toey menghilang. "Jadi, kau sudah lebih dulu mencicipi masakannya?"
"Iyalah," jawabku. "Dulu 'kan Boom sering menginap di tempatku. Setiap kami mau sarapan, dia selalu membantu mamaku di dapur."
Raut wajah Toey mendadak menjadi suram. "Oh, begitu," gumamnya.
"Itu ... itu bukan murni masakanku kok," ucap Boom. "Yang memasak itu mamanya P'Peak bersama asisten rumah tangga mereka, aku cuma membantu hal-hal kecil."

KAMU SEDANG MEMBACA
Make It Real
FanfictionBoom dan Toey lolos casting serial drama gay berjudul "Make It Right". Di drama itu, Boom harus berpasangan dengan lelaki manis bernama Peak, lalu Toey berpasangan dengan lelaki bernama Ohm. Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya Boom dan Toey mal...