"Aku sangat dekat dengan Boom. Menurutku dia menyukaimu P'Toey," kata-kata Peak itu masih terngiang di kepalaku saat aku mengendarai mobilku keluar dari tempat parkir.
Apa yang dikatakan Peak tadi itu benar? Boom menyukaiku? Tapi kenapa bisa? Hubungan kami memang dekat, tapi kurasa sejauh ini hanya sebatas kakak beradik. Sejak kapan berubah?
Aku kembali mengingat obrolanku dengan Peak di toilet tadi. "Apa-apaan sih Peak? Bagaimana mungkin kau berpikir seperti itu?" protesku waktu itu.
Peak mengusap lenganku, berusaha membuatku tenang. "P'Toey, ingat saat Boom meneleponmu malam-malam dan bertanya soal novel yang kau pinjamkan pada Ohm? Saat itu dia sedang bersamaku. Aku mendengar obrolan kalian. Aku mendengar saat Boom mengeluh karena kau lebih dekat dengan Ohm daripada dengan dia," ungkapnya.
Aku menggeleng keras, "Dia hanya cemburu sebagai adik. Dia menganggapku seperti kakaknya, Peak. Hubungan kami memang dekat, tapi hanya sampai batas itu," tampikku.
Peak menghela nafas. "Apa yang membuat P'Toey yakin bahwa Boom tidak melewati batas itu?" tanyanya. "Apa Boom sendiri pernah mengatakannya? Ataukah itu cuma hasil perkiraanmu saja karena kau takut menghadapinya?" tanyanya tajam, dia seperti sedang menekanku sekarang.
Sikapnya membuatku kehilangan ketenanganku, "Bukannya omong kosong tentang Boom menyukaiku itu juga hasil perkiraanmu saja Peak? Atau Boom sendiri pernah mengatakannya padamu?" kubalikkan kata-katanya.
Peak mendengus dan tertawa sinis, "P'Toey. Suka atau tidaknya Boom kepadamu, itu bukan hal yang bisa seenaknya sendiri kau putuskan. Aku hanya mengatakan apa yang kulihat dan apa yang kurasakan selama ini. Menurutku Boom suka kepadamu. Dan aku melihatnya sebagai sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Kenapa? Karena dia temanku. Aku sudah sangat dekat dengannya. Sangat. Dekat," tekannya.
Peak menatapku tajam, "Aku harap kau bisa menganggap ini sebagai sesuatu yang serius. Jika kau juga menyukainya, katakan padanya. Tapi jika kau tidak menyukainya, berhenti berdekatan dengannya. Jangan membuatnya terbang semakin tinggi karena berkhayal akan sesuatu yang tak ada ujung pastinya," kata Peak sebelum akhirnya meninggalkanku sendirian di toilet.
Aku menggebrak setir mobilku karena geram. Ohm yang duduk di sebelahku menjadi kaget. "P'Toey, kau nggak apa-apa?" tanyanya.
Aku menggeleng dan meminta maaf padanya. Kutarik dalam-dalam nafasku dan menghembuskannya secara perlahan. Aku kembali menjalankan mobilku, meninggalkan area restoran dan menuju jalan raya.
Walau aku berusaha mengacuhkannya, kenyataannya obrolanku dengan Peak tadi benar-benar sangat mengangguku. Aku tidak bisa menampiknya, aku memang terganggu. Pikiranku sekarang dipenuhi oleh berbagai macam kekhawatiran yang membuatku menjadi cemas.
Sebagian hatiku mengingatkan bahwa aku tidak boleh senewen hanya karena masalah seperti ini. Aku tidak perlu mencemaskan sesuatu yang bahkan belum pasti kebenarannya.
Tapi bagaimana jika itu benar? Bagaimana jika diam-diam Boom memang menyukaiku? Bagaimana jika itu adalah kenyataan yang harus kuhadapi?
Apa yang harus kulakukan?
Atau lebih tepatnya, apa yang ingin kulakukan?
Jujur saja. Jauh di dalam hatiku aku sadar akan sesuatu.
Entah sejak kapan, Boom sudah menjadi bagian dari kumpulan orang yang tidak bisa kuabaikan. Bagian dari kumpulan orang yang aku tak rela jika mereka mengabaikanku. Orang-orang yang sangat kupedulikan. Orang-orang yang ingin kujaga dan aku ingin mereka juga menjagaku. Orang-orang ini terdiri dari mereka yang menjalin darah denganku, mereka yang menjadi sahabatku, dan juga mereka yang ... menjadi kekasih hatiku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Make It Real
FanfictionBoom dan Toey lolos casting serial drama gay berjudul "Make It Right". Di drama itu, Boom harus berpasangan dengan lelaki manis bernama Peak, lalu Toey berpasangan dengan lelaki bernama Ohm. Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya Boom dan Toey mal...