11. Peak & Toey

855 69 6
                                    

Aku sedang membayar beberapa buku di kasir Kinokuniya ketika sebuah suara memanggilku.

"P'Toey!"

Aku menoleh dan melihat seorang remaja laki-laki menghampiriku. "Ah! Halo Peak," sapaku balik.

Kebetulan sedang tidak ada antrian di kasir, jadi Peak langsung berdiri dan mengantri di belakangku. "Beli buku juga P'?" tanyanya berbasa-basi.

Aku mengangguk. "Ada beberapa buku baru yang harus kubeli untuk kuliahku."

Peak mengintip buku-bukuku yang sedang dihitung oleh wanita penjaga kasir. "Wah P'Toey kuliah di jurusan kedokteran?" Peak terkejut.

"Tidak perlu heboh begitu Peak," aku terkekeh dan menggelengkan kepala.

Peak meringis, "Aku cuma kagum P', tidak menyangka saja. Mata kuliah itu bukannya cukup sulit? Dan lagi P'Toey harus membagi waktu antara belajar dan syuting," katanya.

"Awalnya aku memang kerepotan membagi waktu buat belajar dan syuting, tapi sekarang aku sudah terbiasa kok," jawabku.

Wanita penjaga kasir otomatis melirik Peak dan aku bergantian ketika mendengar kami menyebut kata 'syuting'. Mungkin dia mengira kami ini artis yang tidak dia kenal atau apa. "Semuanya 760 Baht," katanya sambil menyerahkan kantong berisi buku yang kubeli.

Aku membayar bukuku dan menyingkir, membiarkan Peak mengambil tempatku. Dia memberikan buku yang mau dia beli ke wanita penjaga kasir. Ternyata dia membeli beberapa komik. "Kau sendiri beli buku apa? Komik?" tanyaku.

Dia tersenyum, "Iya P'. Ada beberapa komik baru yang ingin kubeli." Peak mengeluarkan uang dan membayar komik-komiknya. "Eh P', setelah ini kawani aku makan ya di foodcourt depan. Bisa?" ajaknya.

Apa? Menemani dia makan? Firasatku jadi tidak enak. Jangan-jangan dia mau membicarakan masalah yang sama dengan yang dia utarakan semalam saat memintaku menemaninya ke toilet.

Malas sekali meladeninya. "Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Aku ada beberapa urusan," tolakku halus.

Peak sepertinya tahu kegelisahanku. "Aku tidak akan membahas masalah yang semalam," timpalnya. "Aku ingin minta maaf karena telah ikut campur. Aku sadar aku seharusnya tidak bertingkah seperti semalam. Aku tidak akan melakukannya lagi P'," ucapnya.

Aku terpegun mendengar kata-katanya.

"Jadi... P'Toey mau menemaniku makan sebentar kan?" ajaknya lagi.

***

Hp milik Peak berdering saat kami baru saja duduk di foodcourt. "Halo Boom, kenapa?" jawabnya.

Rupanya Boom yang menelepon?

Peak tertawa renyah. "Iya, iya. Pasti boleh lah ... Tidak apa-apa. Jangan khawatir ... Iya, kutunggu di rumah nanti sore ya ... Ok." Peak memutus sambungan teleponnya.

Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya. "Boom ya? Kenapa dia?" Sebenarnya aku risih dan juga malu bertanya soal Boom pada Peak. Semuanya gara-gara ucapan Peak di toilet semalam. Tapi aku penasaran. Peak tadi bilang kalau nanti sore dia akan menunggu Boom di rumahnya. Apa maksudnya?

Waiter datang menginterupsi sebelum Peak sempat menjawab. Dia meletakkan mocha milkshake pesanan Peak dan vanilla iced coffee pesananku lalu juga dua piring pasta.

"Boom bilang katanya dia ingin menginap di rumahku P'," jawab Peak setelah waiter pergi.

Kedua alisku terangkat mendengarnya. "Boom menginap di rumahmu? Untuk apa?" Ok, aku tidak ingin terdengar posesif disini. Aku dan Boom tidak ada hubungan apa-apa kok, jadi ya untuk apa aku posesif? Aku hanya penasaran kenapa Boom mau menginap di rumah Peak. Itu saja.

Make It RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang