Marien melihat penampilannya dicermin, dia sangat puas dengan hasilnya. Ia mengenakan rok selutut dengan warna red velvet, tidak lupa renda-renda putih yang menghiasi bawah roknya. Dan dengan jubah penyihir yang warnanya senada dengan roknya. Kulitnya yang pucat membuatnya nampak serasi dengan yang ia pakai. Dan tidak lupa dengan rambutnya yang pirang bergelombang dibiarkan tergerai secara alami. Marien nampak cantik hari ini.
"Sepertinya aku sudah siap sekarang." Pikir Marien.
Marien bergegas memakai sepatu penyihirnya dengan lihai dan segera menuju ke ruang aula utama secepatnya. Tiba-tiba suara biola yang digesek secara paksa terdengar diseluruh koridor yang dapat memekakkan gendang telinga jika kau tidak menutup telingamu dengan cepat. Bel kematian.
"Ugh, sepertinya aku akan terlambat." Marien pun secepat mungkin berlari karena akan menempuh jarak yang lumayan jauh dari asrama wanita ke aula utama.
Setelah 10 menit berlari akhirnya Marien sampai didepan pintu aula utama. Ia membuka pintu itu secara perlahan dan melihat ke kanan kekiri untuk mencari tempat duduk. Tanpa ia sadari semua penyihir laki-laki memandang kearahnya seperti menemukan santapan yang sangat lezat. Namun sangat disayangkan Marien sangat cuek dengan hal itu, ia hanya fokus mencari tempat duduk agar segera duduk karena ia sudah lelah berlari untuk sampai kesini.
"Marien, disini." Teriak Rami yang memanggil Marien sambil melambaikan tangannya ke Marien.
"Ugh, kau terlambat Marien ini hari pertamamu disini." Keluh Rami.
"Ma-maafkan aku. Tadi aku tidak percaya diri dengan penampilanku hari ini. Sepertinya penampilanku aneh, mereka memandangku dari masuk sampai aku duduk disini. Apakah badanku bau? Tapi aku sudah mandi." Resah Marien.
" Sudahlah jangan pikirkan mereka." Kata Rami.
Marien bosan menunggu kepala sekolah yang tidak kunjung datang. Ia pun melihat sekelilingnya hingga matanya tertuju pada satu laki-laki. Laki-laki itu memandang Marien dengan dalam dan itu membuat Marien risih. Ia tidak suka dipandang seperti itu.
"Apa ada yang salah dengan penampilanku? Apa aku bau ya?" Pikir Marien. "Sepertinya aku mengenalnya. Tapi siapa? Dan kapan aku mengenalnya?"
Marien mencoba melihat ke arah laki-laki yang tidak dia ketahui namanya itu. Ternyata laki-laki itu masih memandangnya dari tadi. Tak disangka laki-laki itu berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Marien. Laki-laki itu lama kelamaan semakin mendekat, terus mendekat, makin dekat dan mendekat hingga tersisa selangkah lagi. Marien merasakan detak jantungnya yang tidak karuan. Marien menundukkan kepalanya karena malu, mukanya bersemu merah.
"Kok aku jadi gini ya? Deg-degan." Marien panas dingin dibuatnya.
Setelah mengumpulkan kepercayaan dirinya dengan maksimal Marien pun akhirnya melihat kearah laki-laki itu secara pelan-pelan. Perlahan-lahan tapi pasti. Jantungnya berdebar-debar tidak karuan. Marien pun sekarang mandi keringat dingin saking gugupnya. Marien menengok perlahan-lahan dan trus perlahan-lahan. Setelah menengok dengan sempurna, Marien pun terkejut dibuatnya sampai-sampai bola matanya hampir keluar dari tempatnya. Ternyata laki-laki itu melewatinya, sungguh mengenaskan dia.
"Sial, aku terlalu percaya diri tadi. Mengenaskan sekali diriku ini." Marien mengusap mukanya dengan kasar. Dia benar-benar kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Memories
FantasyKenangan. Satu hal yang sulit untuk dilupakan. Kenangan mengenai seseorang yang pernah mengisi indahnya hati Marien. Marien wanita jutek yang tidak menyukai hujan. Ia terjebak dengan semua kenangan itu. Cerita ini dimulai saat Marien belajar di Magi...