Marien POV
Langkahku berhenti, mataku menelusuri setiap bagian dirumah kecil ini. Tempat ini sangat hangat dan nyaman siapapun yang datang kerumah ini pasti akan menginginkannya. Rumah ini sangat indah walau hanya terbuat dari batu. Susunan batunya pun sangat rapih. Aku menyukai tempat ini. Tapi ini rumah siapa dan mengapa aku bisa ada disini bukankah aku sedang tidur dikamarku atau mungkin aku diculik, tapi tidak mungkin ada yang ingin menculikku aku ini kan jarang sekali mandi. Mataku menelusuri rumah ini lagi. Mataku menangkap sosok laki-laki yang sedang berdiri diambang pintu. Sepertinya aku mengenalnya dia mirip Zaron atau mungkin dia Zaron. aku pun ragu-ragu ingin memanggilnya tapi aku harus memanggilnya dari pada aku mati penasaran dengan orang itu.
"Zaron" panggilku pelan kepada laki-laki yang berdiri diambang pintu itu. Laki-laki itu menolehkan kepalanya namun tak terlihat wajahnya karena gelap. Laki-laki itu mulai berjalan kearahku perlahan-lahan wajahnya mulai terlihat olehku. Bibirnya yang indah tersenyum padaku dan aku mengenal bibir itu. Bibir itu milik Zaron dan itu tidak diragukan lagi. Wajahnya sekarang terlihat sepenuhnya dan menampakkan wajah Zaron dengan senyuman manisnya. Baru pertama kalinya aku melihatnya setampan ini. Dia menatapku seolah-olah aku ini baru bangun dari tidur panjangku padahalkan aku cuma tidur sehari saja tapi dia sangat bahagia melihatku sekarang.
"Kau sudah bangun." Guman Zaron.
"Memang yang kau lihat ini apa sekarang?" kataku dengan santainya.
"K-kau mengapa tidur lama sekali aku mencemaskanmu." Zaron menatapku dalam. Memangnya aku tidur berapa lama sampai Zaron bertanya seperti itu padaku. Bahkan aku saja baru tertidur semalam mana mungkin aku tidur berhari-hari bisa-bisa badanku membusuk disini.
"Lama sekali? Memangnya aku tertidur berapa lama setauku aku baru tertidur tadi malam dan aku sangat mengantuk lalu aku tertidur pulas." Jawabku. Zaron menatapku tidak percaya dia menyentuh dahiku dengan telapak tangannya lalu menyamakan dengan suhu diketiaknya. Kurang ajar dia.
"Sial! kau kira aku apa masa suhu tubuhku kau samakan dengan ketiakmu aku masih sehat tau." Aku kesal melihat tingkahnya padaku seperti itu. Maksudnya apa bertingkah seperti itu memangnya aku sudah tidak normal lagi.
"Maafkan aku. Aku hanya tidak percaya melihatmu sudah bangun sekarang. Kau sudah tertidur seminggu aku sangat mencemaskanmu aku kira kau sudah mati karena racun itu." guman Zaron dengan wajah bahagianya yang tak luntur-luntur. Sedangkan wajahku sekarang keterbalikan darinya Sangat kusut dan kusam. Aku tidak percaya dengan yang dijelaskan Zaron tadi tidak mungkin aku tidur selama itu sepertinya Zaron hanya bergurau.
"Apa kau bilang? Seminggu? Kau jangan bergurau aku hanya tertidur beberapa jam saja dan racun apa yang kau maksud tadi. Dan satu lagi kau jangan samakan suhu tubuhku dengan ketiakmu lagi." Aku menjawabnya dengan menatapnya kesal mana mungkin dia berbicara seperti itu padaku.
"Kau tidak percaya padaku? kau memang sudah tertidur seminggu bahkan Rami sampai pingsan tadi melihatmu sudah bangun dari tidur panjangmu. Racun mimpi. Aku berpikir bahwa kau sudah diberikan racun mimpi sehingga kau tidak kunjung juga bangun dari tidurmu. Iya-iya maaf kan aku, tadi aku sangat terkejut melihat kau seperti itu." guman Zaron dengan panjang lebar.
Aku terdiam sejenak mencerna semua perkataan Zaron tadi. "Apa? Rami pingsan?" Aku terkejut setelah mencerna semua kata-kata Zaron. "Mengapa kau baru sadar dia ada dibelakangmu." Zaron menunjuk Rami dengan jari telunjuknya. Aku menolehkan kepalaku kebelakang ternyata benar Rami pingsan dibelakangku. "Ohh iya ya benar Rami ada dibelakangku. Hey mengapa kau tidak menolongnya sedari tadi." Aku langsung menghampiri Rami yang pingsan dibelakangku. "Aku tadi ingin menolongnya tapi kau bertanya terus sedari tadi." Jawab Zaron kesal. Zaron langsung menggendong Rami dan menaruhnya keatas kasur. Zaron membacakan mantra ke tangannya kemudian dia sentuh dahi Rami walaa Rami pun bangun dan langsung memelukku erat seperti tidak ingin kehilangan diriku lagi.
"Ma-marien k-kau sudah bangun. Kau sudah bangun." Rami memelukku aku merasakan tubuhnya bergetar sepertinya dia menangis. Aku tidak menyangka disaat dia seperti ini tapi dia masih memikirkan orang lain. Rami sangat baik hati sekali. Aku tersenyum melihatnya dia memang sahabat terbaikku.
Rami memandangiku dengan lembut sepertinya dia sangat bahagia melihatku sudah bangun. Aku melihat Zaron sedang memandangiku aku menatapnya tapi dia langsung membuang muka. Salah apa aku sekarang, pikirku. Aku pun mengabaikannya dan bertanya kepada Rami mengapa aku bisa disini dengan mereka berdua dan mengapa aku bisa tertidur selama itu. Rami pun mulai bercerita dari aku tertidur hingga terbangun. Ternyata malam itu aku akan dibunuh oleh penyihir kegelapan tapi gagal karena aku ditolong oleh Zaron dan dia membawaku ke tengah-tengah hutan ini. Dan racun mimpi itu ternyata racun itu ditaburkan oleh penyihir kegelapan ketubuhku saat aku sendirian dikelas. Licik sekali penyihir kegelapan itu. Dan Rami mengetahui hal ini setelah dua hari aku menghilang, ternyata Zaron tidak memberitahu yang lain di Magic Academy.
***
Kakiku melangkah keluar rumah mataku menyusuri setiap pepohonan yang ada dihutan ini. Hutan ini sangat indah udara disini juga sangat sejuk. Aku melangkahkan kakiku kearah lain untuk melihat hutan ini lebih dalam. Sedang asiknya menyusuri pepohonan disini tiba-tiba kepalaku dipukul dengan kayu dari belakang kepalaku sangat sakit pandanganku mulai memudar samar-samar aku melihat Rami memandangiku dengan senyum sinisnya. Aku pun merasakan sakit yang luar biasa dibagian kepalaku. Aku menyentuh kepalaku darah ada dimana-mana pandanganku pun langsung memudar sepenuhnya. Aku pingsan.
Aku membuka mataku perlahan, pandanganku samar-samar tempat ini penuh dengan warna hitam sepertinya aku ada dikastil peyihir kegelapan. Terdengar suara langkah kaki mendekat kearahku. Kepalaku terasa sakit darah ada dimana-mana langkah kaki itu semakin dekat kulitku pucat seperti mayat aku kekurangan darah. "Kau sudah bangun ternyata." Aku melihat orang itu dengan sangat amat kesal . Dia Rami. Dia dulu adalah sahabat terbaikku yang selalu ada disaat aku membutuhkannya tapi tidak dengan sekarang dia penghianat dia membohongiku dari dulu dia bekerja sama dengan penyihir kegelapan untuk menangkapku pantas saja penyihir kegelapan dengan mudahnya masuk ke Magic Academy. "Dasar penghianat." Teriakku penuh dengan amarah. Dia hanya tertawa hambar dan meninggalkan aku begitu saja.
Aku ketakutan apa mungkin ini adalah akhir dari cerita hidupku. Aku hanya bisa menangisi hidupku yang buruk ini. Bukannya aku tidak bersyukur tapi inilah hidupku penuh dengan kesuraman dan kedendaman. Hidupku tak pernah sebahagia seperti orang lain hidupku hancur sehancur-hancurnya biji kuaci. Aku mencoba membuka kaitan ditanganku tapi kaitan ini sangat kuat semakin aku mencoba melepaskannya semakin kuat ikatannya. Aku hanya bisa pasrah sekarang hidupku sudah mencapai akhirnya. Aku sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi bahkan sahabatku saja telah mengkhianati diriku. Aku benar-benar sendiri sekarang. Aku akan melawan takdirku sendiri.
Sakit. Itulah yang aku rasakan sekarang. Tubuhku dicambuk oleh budak penyihir kegelapan aku disiksa secara perlahan. Cambuk itu terus memukuli tubuhku hingga kulitku yang mulus terbuka secara paksa darah segar mengalir dengan lancarnya tanpa komando. Aku hanya bisa meringis meratapi takdirku yang sangat kelam. Aku tidak bisa apa-apa. Aku akan mati secara perlahan disini. Di kastil penyihir kegelapan.
Tubuhku dilempar begitu saja kedalam ruangan yang sangat gelap. Ruangan yang sekarang menjadi tempatku untuk beristirahat setelah kekerasan yang dilakukan oleh budak-budak penyihir kegelapan itu. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku, energiku semakin berkurang aku pun tidak bisa bernafas dengan normal setelah dadaku ditimpa oleh batu besar dengan berat 200 kg. Aku sangat tersiksa disini tapi aku masih bertahan karena aku akan melawan takdirku sendiri disini. Aku mencoba berdiri tapi tubuhku sangat sakit luar biasa. Energi benar-benar habis hanya sedikit energi yang aku rasakan ditubuhku. Sudah tiga hari aku disini tapi tidak ada yang menolongku. Ternyata semuanya sama saja tidak ada yang peduli denganku. Dengan sisa-sisa energi yang aku miliki aku mencoba melakukan teleportasi. Aku baru ingat bahwa aku memiliki kekuatan ini mengapa aku tidak melakukannya dari kemarin bodoh sekali aku ini. Aku memejamkan mataku dan memikirkan tempat tujuanku sekarang lalu keluarlah cahaya putih dan sampailah aku didepan rumah batu yang tiga hari lalu aku tempati. Aku tersenyum menang, aku bebas dari penyihir kegelapan walau hanya sementara. Tiba-tiba tubuhku merasakan sakit yang luar biasa hingga membuat diriku pingsan tak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Memories
FantasyKenangan. Satu hal yang sulit untuk dilupakan. Kenangan mengenai seseorang yang pernah mengisi indahnya hati Marien. Marien wanita jutek yang tidak menyukai hujan. Ia terjebak dengan semua kenangan itu. Cerita ini dimulai saat Marien belajar di Magi...