SIX

154 12 10
                                    

Marien melangkahkan kakinya keruang kelas. Marien nampak gelisah saat ini. Entah mengapa hatinya tidak tenang karena ucapan Rami semalam. Marien masih berpikir untuk apa penyihir kegelapan ingin membunuhnya kemarin. Marien tidak mengerti dengan maksud semua ini.

Flashback on

"Marien" ucap Rami yang entah darimana dia datang.

"Eh Rami ada apa?" Marien memandang Rami dengan tatapan bertanya.

"E-eh kau tau Marien tadi pagi penyihir kegelapan menyerang Academy." Rami nampak mulai gelisah.

"Iya aku tau memang kenapa?" Marien terus memandangi Rami dengan tatapan bertanya. Sepertinya ada yang tidak beres dengan Rami.

"A-pa kau tau Marien, apa tujuan penyihir kegelapan menyerang Academy?" Ucap Rami dengan amat gelisah.

"Tidak memangnya apa tujuannya?" Ucap Marien polos.

"Dia ingin membunuhmu Marien." Rami mengatakan itu dengan sangat sempurna membuat Marien duduk terpaku mendengar ucapan Rami. Matanya yang indah sekarang membulat sempurna dengan wajah yang sangat terkejut.

Flashback off

Marien memasuki kelas pemula dengan kepala tertunduk. Mukanya pucat seperti mayat. Rami yang melihat Marien seperti itu langsung menenangkan Marien agar lebih baik. Marien memandang Rami dengan tatapan 'tolong aku Rami'. Rami yang melihat raut wajah Marien seperti itu hanya dapat prihatin dengan keadaan sahabatnya saat ini. Rami tidak bisa berbuat apa-apa sekarang karena ia tidak mungkin bisa melawan penyihir kegelapan yang sangat kuat. Hanya penyihir dengan kekuatan petirlah yang bisa mengalahkan penyihir kegelapan. Tapi penyihir dengan kekuatan petir sudah tidak muncul lagi selama lima ribu tahun yang lalu. Penyihir dengan kekuatan petir menghilang.

Marien mengikuti pelajaran dengan pikiran entah melayang kemana. kepalanya terasa sakit, tapi Marien tetap bersikeras untuk mengikuti pelajaran hari ini. Marien menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Marien nampak stres hari ini. Lima menit lagi pelajaran hari ini akan berakhir. Rami melihat Marien kasihan. Bel pun sudah lama berbunyi tapi Marien masih tidak beranjak dari duduknya. Rami yang melihat hal itu pun terus membujuk Marien agar beristirahat dikamarnya tapi Marien nampak tidak rela meninggalkan tempat duduknya sekarang. Rami pun menyerah membujuk Marien akhirnya Rami duduk disamping Marien dengan wajah memelas.

Marien menatap Rami lekat-lekat "Baliklah kekamarmu Rami dan beristirahatlah. Aku baik-baik saja sekarang percayalah padaku." Marien mengatakan itu dengan serius. Rami yang melihat raut wajah Marien serius seperti itu membuatnya tidak bisa mengelak dengan keinginan Marien. Rami pun beranjak dari duduknya dan meninggalkan Marien dengan cemas takut akan sahabat satu-satunya terjadi apa-apa dengan dirinya.

Setelah Rami meninggalkan kelas, Marien sekarang sendirian. Marien masih memandang kosong papan tulis didepannya. Dia masih tidak percaya dengan yang terjadi pada dirinya. Ucapan Rami terus berputar dikepalanya. Sedang asiknya bergulat dengan pikirannya tiba-tiba bulu burung Victory muncul diatas mejanya. Melihat hal itu senyuman Marien mengembang. Tidak lama kemudian burung Victory datang dihadapan Marien. Marien pun langsung bercerita pada burung Victory dengan yang terjadi pada dirinya. Seakan-akan tidak ingin membuang-buang waktunya dengan burung Victory Marien pun mendesak burung Victory untuk secepat menjawab semua pertanyaan yang ada dikepalanya.

Burung Victory terbang dan meletakkan kakinya di bahu Marien kemudian berkata "Kau hanya perlu mencari penyihir dengan kekuatan petir maka dirimu akan selamat dari kejaran penyihir kegelapan." Marien nampak berpikir dengan ucapan burung Victory tadi. "Tapi dimana aku mendapatkan penyihir itu? Di Academy ini? Sedangkan kabar yang aku dengar penyihir dengan kekuatan petir sudah tidak muncul lagi selama lima ribu tahun yang lalu." Marien gelisah setelah mengucapkan itu dia berpikir sudah tidak ada lagi harapan untuk selamat dari kejaran penyihir kegelapan. Dirinya akan lenyap tidak lama lagi.

"Aku harus membaca buku World Magic sekarang." Marien meninggalkan burung Victory yang memandangnya kebingungan dan langsung menuju keperpustakaan secepatnya sebelum buku itu dipinjam oleh orang lain.

Sesampainya diperpustakaan Marien langsung mencari buku yang ia cari. Marien terus mencari disetiap rak buku yang ada disana tapi dia tidak menemukannya. Marien gelisah sekarang. Marien terus melanjutkan aksinya mencari buku itu. Keringat terus mengalir disekujur tubuhnya tapi tidak ia hiraukan. Marien menyesal telah meninggalkan buku itu kemarin seharusnya ia bawa supaya ia tidak harus susah-susah mencari buku itu sekarang.

"Kau sedang cari apa? Sepertinya sibuk sekali." Marien terkejut. Ternyata penjaga perpustakaan yang menanyainya tadi.

"Aku mencari buku World Magic apa kau tau dimana buku itu? Aku lelah mencarinya dari tadi." Ucap Marien dengan wajah kelelahannya.

"Hmm, buku itu sudah dipinjam seseorang tadi pagi." Kata penjaga perputakaan.

Sial. Batin Marien. "Siapa yang meminjam buku itu?" Marien nampak kesal.

"Uhm, Zaron yang meminjamnya." Ucap penjaga perpustakaan itu.

Marien merasa bodoh sekarang mengapa dari tadi ia tidak bertanya saja ke penjaga perpustakaan buat apa dia susah-susah mencari buku itu dari tadi. Menyebalkan pikir Marien. Marien pun mencari Zaron diseluruh Academy tapi tak terlihatan juga batang hidungnya. Karena kesal tidak juga menemukan Zaron akhirnya Marien pergi kekamarnya untuk beristirahat dan mencari Zaron keesokan harinya. Marien pun mulai masuk kealam mimpinya yang indah.

***

"Marien... Marieenn buka pintunya!"

Tidak ada jawaban

"Mariennnnn buka!"

Tidak ada jawaban

Laki-laki yang memanggil Marien pun nampak kesal karena tidak ada jawaban dari Marien. Laki-laki itu mendobrak pintu Marien dan ternyata Marien sedang tertidur pulas dengan nyamannya. Karena tidak tega membangunkannya laki-laki itu menggendong Marien ala bridal style dan membawa Marien jauh dari Academy dengan sayap hitam yang ia buat dibalik punggungnya yang kekar.

"Zaron" Panggil Marien yang nampaknya antara sadar dan tidak sadar dari tidurnya.

Zaron hanya tersenyum mendengar namanya dipanggil. Entah mengapa mendengar suaranya membuat Zaron sangat nyaman. Sangat manis senyumannya pikir Marien disela-sela kesadarannya. Setelah terbang begitu jauh dari Academy akhirnya Zaron menyembunyikan Marien ditengah-tengah hutan. Zaron mengambil sehelai daun dan mengubahnya menjadi sebuah tempat tidur yang nyaman untuk Marien. Tidak lupa Zaron menggenggam batu kemudian batu itu berubah menjadi seperti rumah sementara yang kokoh namun indah dipandang. Zaron meletakkan Marien ke kasur dengan lembut. Sepertinya Marien terkena racun mimpi, pikir Zaron. Karena sampai saat ini dia tidak kunjung bangun dari tidurnya bahkan saat Zaron membawanya pergi pun dia masih tertidur pulas.

Zaron memandangi wajah Marien dengan lekat. Dia tidak melewatkan setiap inci dari wajah Marien. Tangan Zaron mulai menelusuri wajah Marien yang begitu cantik walau ia sedang tertidur. Zaron mengusap rambut Marien dengan lembut. Matanya yang indah membuat Zaron teringat akan ibunya yang juga mempunyai mata yang sama seperti Marien. Pemandangan yang indah, batin Zaron. Zaron pun tidak mensia-siakan kesempatan ini. Ia terus memandangi wajah Marien yang nampak tenang hingga fajar tiba.

"Tak akan kubiarkan dia menyentuh Marien sedikitpun!" Zaron mengepalkan tangannya dengan kuat teringat akan wajah penyihir itu. Penyihir yang ingin membunuh Marien. Zaron akan melindungi Marien walau harus mengorbankan nyawanya sekalipun. Dipandangnya wajah Marien membuat kemarahan Zaron perlahan-lahan memudar.

"Wajahmu bagai bidadari, Marien."





Magic MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang