#13

1.3K 86 1
                                    

***

Sena terus menghabiskan berbatang-batang rokok yang ia punya.

Matanya memerah. Amarahnya tak juga reda.

Tapi, ia harus menahannya. Tidak mungkin merusak hal yang membuat Quinn terlihat bahagia.

"Gue bawain ini buat lo." Vania datang mengejutkan, membawa sebotol kopi yang ia beli di kafetaria kampus.

Sena hanya menoleh. Tanpa mengucapkan terimakasih atau apapun.

Vania duduk di space kosong di samping laki-laki itu.

"Gue tau rasanya. Pasti susah ngeliat orang yang kita sayang harus berdampingan sama orang lain," mulai Vania.

Sena tidak menanggapi. Ia hanya mendengarkan.

"Tapi, lo juga harus tau. Mungkin ada orang diluar sana yang bisa bahagiain Quinn lebih dari lo."

Kali ini, Sena menoleh.

"Cemburu itu susah dibendung. Apalagi soal hati." Vania terus berceloteh, tanpa perduli bagaimana reaksi Sena.

"Devian orang baik."

Sena mencebik.

"Orang? Are you sure? He's not a human. If im not mistaken," ujarnya ketus.

Vania menoleh ke arah Sena. Menautkan kedua alis berbentuk logo nike yang ia buat selama tiga jam lebih.

"You know something?"

Batang rokok yang ada ditangan tinggal seperempat. Ia melenyapkanya dalam remasan telapak tangannya. Tanpa merasakan panas sedikitpun pada kulitnya.

"Api gak lebih panas dari cemburu, Vania."

Tanpa berucap lagi, Sena meninggalkan Vania. Membawa amarahnya pergi. Entah kemana.

Mungkin ke suatu tempat dimana ia dapat meluapkan kekesalannya.

Akan sesuatu yang tak tahu apa penyebabnya. Sesuatu yang terus menggerogoti hatinya sejak kabar itu ia dengar tadi pagi.

Sesuatu yang harus dihilangkan. Dijauhkan. Dan, dimusnahkan.

Shadow HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang