#22

1K 54 0
                                    

***

"Are you gotta be kidding to me?" Sena menahan tangan Quinn. Menanyakan keyakinanya kembali untuk pergi.

"Apa sih, Sen?" Quinn meradang. "Mulai kan khawatir gak jelas kayak gini."

Quinn melepas secara paksa tangannya yang digenggam Sena.

"Please, kali ini lo harus dengerin gue." Sena berusaha memohon, agar Quinn mau membatalkan rencana perginya malam ini.

"Iya tapi kenapa? Kasih gue satu alasan jelas."

Sena terdiam.

"Gak bisa 'kan? Yaudah."

Sena mengusap wajahnya beberapa kali, berusaha menenangkan dirinya.

"Quinn..."

"Hmm."

"Please."

Quinn menoleh, "I dont care."

Ia bergegas pergi, meninggalkan Sena dan berjalan ke arah mobil hitam. Devian sudah berdiri yang sudah menunggunya sejak 15 menit yang lalu.

"Quinn..." teriak Sena.

Namun, sial. Ia terlambat. Quinn dan Devian sudah lebih dulu melaju.

Sena menendang sebuah bunga yang ada di halaman rumah Quinn. Lalu, menyesalkan kepergian Quinn.

Perasaannya benar-benar berkecamuk saat ini. Bukan, bukan karena ia sedang cemburu. Selain itu, ada beberapa pikiran lain yang memang juga mengganggu.

Entah itu apa. Yang jelas, perasaannya benar-benar berkecamuk.

Tak lama dari kepergian Quinn, datang sebuah mobil jazz yang ia lihat tadi siang.

Sena memicingkan matanya.

Dan, ia tersentak kaget saat melihat siapa yang turun dari mobik tersebut.

"Quinn mana?" tanya Devian.

"Lah, kan tadi udah pergi dijemput sama lo," sergap Sena.

Devian terkejut. Sena tak kalah lebih terkejutnya.

Bagaimana bisa ada dua Devian di waktu yang berbeda.

"Jangan-jangan..."

Devian bergegas masuk ke dalam mobil.

Sebelum itu, Sena menahannya. "Jangan-jangan apa?"

"Deamon," ujar Devian lirih.

Lalu, melepaskan lengannya dari Sena dan bergegas pergi. Melajukan mobilnya pada kecepatan diatas rata-rata.

Sena pun tak kalah cepatnya untuk segera bergegas mengejar mobil yang baru beberapa saat lalu pergi. Sambil meneriakkan tanda untuk memanggil teman-temannya.

***

"Devian, kenapa?" Aaric menanyai adik laki-lakinya saat Devian baru saja tiba di rumahnya.

Devian tidak menjawab apapun. Membuat Aaric bingung.

"Denaya!" teriak Devian.

Suaranya yang kencang membuat kedua saudaranya yang lain ikut penasaran.

"Denaya."

Denaya duduk dengan jejeran kartu tarrot di depannya. Ia memegang sebuah kartu yang menggambarkan tanda bahaya.

"Dev," ujar Denaya lirih, sambil menunjukkan kartu yang baru saja ia lihat.

"I know," balas Devian. "Deamon menculik Quinn."

"Hah?" Aaric, Shamus, dan Jeslyn terkejut secara bersamaan.

"Dia dateng beberapa menit lebih dulu di rumah Quinn, dan menyamar jadi gue," jelas Devian.

Denaya mengangguk, ikut setuju dengan penjelasan Devian barusan. "Deamon pake kekuatannya untuk menutup pikiran. Jadi, gue gak tau kalo dia bergerak satu langkah di depan kita."

"Terus, kita harus gimana?" tanya Shamus dengan wajah garang.

"Susun strategi."

"Damn it. Evelyn belum selesai udah ada masalah baru."

Shadow HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang