BF Point +10

18 2 0
                                    

"Jangan menangis, hm?"

***

"Jangan menangis, hm?"

Percuma. Dua bocah itu tidak mau diam sama sekali.

Harusnya dia sadar, punya dua sepupu balita bukan berarti dia bisa jadi pengasuh yang baik. Waktu ibunya menyuruhnya mencari kerja part-time di musim panas agar tidak mirip orang tolol selama sepanjang liburan seperti tahun lalu, mungkin bukan yang seperti ini maksudnya. Lagi pula, mana ada babysitter seorang cowok? Mungkin memang seharusnya dia ikut saja waktu diajak Gabe mendaftar jadi lifeguard. Sekarang, cuma demi menghindari status sebagai 'anggota spesies Aaron', dia mencari pekerjaan asal-asalan. Sekarang semuanya bencana meskipun dia suka sekali dua anak itu.

"Oh, Tuhan," dia mendesah lelah. Dia akhirnya duduk di ayunan tidak jauh dari situ, dan bicara, "Oke, bertengkar saja sesuka kalian. Menangislah, apalah. Biar kutunggu di sini."

Cowok itu membenarkan rambutnya yang berantakan di bawah topinya. Setelah topinya terpasang lagi dengan nyaman, dia membungkukkan badannya, tangannya menutup muka.

Astaga.

Tante rumah sebelah nggak bakal suka, 'kan, kalau anaknya begini?

Tapi, dia nggak tahu, 'kan?

Ya, 'kan?

Lalu, karena rasa takut aneh yang muncul dengan sendirinya, dia menoleh dan menyapukan pandangan ke sekitar playground di pantai itu. Dia lega sekali waktu tahu tante rumah sebelah tidak kelihatan sama sekali. Dia langsung menghembuskan napas keras-keras, dan langsung kembali menundukkan badannya.

Nanti malam ada pesta di pantai, dan pastinya semua orang datang—kecuali dia tentu saja. Dua anak kembar ini tadi pagi masih persis seperti malaikat di depan matanya—baik, manis, penurut, segala macamnya. Dia juga tidak pernah melihat mereka bertingkah seperti kerasukan seperti sekarang. Jadi, waktu secara sukarela menyerahkan diri untuk menjaga dua anak itu selama dua minggu di liburan musim panas, pikirnya, Tenang saja. Mereka, 'kan, anak baik. Kamu bisa dapat uang, mengenal anak tetangga lebih dekat, sekaligus nggak harus khawatir soal sunburn atau belang!

Iya, begitu pikirnya.

Bullshit.

Begitu pikirnya sekarang.

Tapi, dia tetap suka anak-anak itu, kok—dia cuma benci dengan hal yang sedang merasuki mereka.

Dia sudah selesai mengumpulkan remah-remah sisa semangatnya waktu dia bangkit dari posisi bungkuknya. Dia menyapukan pandangan sebentar ke area di sekitar pantai untuk mencari sesuatu untuk dimakan mereka bertiga. Waktu pandangannya bertabrakkan dengan stan kecil dengan gambar krim manis di atasnya, dia langsung berdiri.

"Anak-anak, kalian ingin es krim, atau tidak?"

Anak kembar di depannya langsung diam dan menatapnya dengan wajah penuh ingus dan air mata. Dia hampir bergidik waktu melihat hasil bertengkar mereka berdua, tapi untungnya dia berhasil mengendalikan dirinya.

"Es krim?" tanya yang cewek.

"Yap. Ada yang mau?"

"Aku mau," dua-duanya menjawab.

"Keren. Kalau begitu," cowok itu menyodorkan kedua tangannya, telapaknya menghadap ke atas, "Ayo gandeng tanganku."

Segera setelah mereka mengambil masing-masing satu telapak tangan, cowok itu langsung memulai perjalanan mereka ke stan es krim itu. Untungnya tenaga tidak alami dua anak itu sudah terkuras karena percekcokan tadi. Perjalanan ke stan es krim jadi lumayan gampang untuk cowok itu—sebelum dia sadar kalau dua anak itu benar-benar kelelahan berarti dia harus menggendong dua-duanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

By The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang