Van? {Part 9}

199 11 0
                                    

Gereja udah selesai. Fathan lagi di toilet, sementara Zefa juga. Jadi gue sama Vanes nunggu didepan toilet. Bosen gila, lama banget. Pasti ngantri.

"Van, ke mobil duluan yuk?" Tawar gue.

Vanes mengangguk lalu kami jalan ke mobil.

Kami masuk ke mobil.

"Masih lama ya, den? Saya ngumpul sama teman-teman dulu yo" kata pak Haris.

Gue ngangguk. Ternyata supir punya geng juga.

Gue berniat ngeliat ke jendela, tapi hasilnya gue menatap mata Vanes yang juga lagi natap mata gue.

Matanya hitam, bening.

Matanya memancarkan kesedihan.

Gue mendekatkan wajah.

Bahkan gue bisa merasakan hembusan nafasnya.

Gue harus menghentikan ini! Stop!

Tapi wajah gue terlalu keras kepala bahkan hidung gue sama hidung Vanes udah bersentuhan.

Mata Vanes masih terbuka dan masih memancarkan kesedihan.

Maksudnya apa?

Tanpa bisa dicegah, bibir gue pun mencium bibir Vanes.

Tapi detik kemudian, Vanes mendorong gue keras keras.

Matanya memancarkan kemarahan.

"LO KENAPA NYIUM GUE HAH?!" Teriak Vanes.

Kenapa gue nyium Vanes? Gue pun gatau jawaban yang pas untuk pertanyaan itu.

"JAWAB VANO! KENAPA? Bukannya lo itu pacarnya adek gue hah?" Kata Vanes pelan suaranya bergetar.

"Maaf, Van" kata kata yang bego Vano. Kill me now, gue udah kayak pengecut didepannya Vanes

"LO MAU MAININ HATI ADEK GUE?! IYA? KENAPA LO NYIUM GUE VANO?" Teriak Vanes kali ini dengan isakan.

Bergerak, Vano! Bergerak!

Stupid body, gue cuman bisa kaku menatap Vanes.

"Gue suka sama lo, Vanes" kata gue pada akhirnya.

Matanya memancarkan kekagetan, kemarahan, kesedihan.

"Trus kenapa lo jadian sama adek gue, Vano? Kenapa? Lo itu kenapa sih? Kalo lo suka gue, ken- kenaphhh" Vanes menghentikan kata katanya, dia menangis terisak.

"Kenapa lo gak maksa gue buat ngerayain ultah gue bareng lo, Vano? Kenapa lo malah diem dan ngajak Zefa?" Tanya Vanes yang masih terisak.

Jawab Vano!

Gue merasakan sesuatu dihati gue, sesuatu yang meninju hati gue keras keras.

"Lo kira gue gak sakit ngeliat lo berduaan di taman itu bareng Fathan? Lo kira gue gak sakit ngeliat lo cuman diem? Itu berarti ragu kan buat jalan sama gue? Iya kan?" Kata gue pada akhirnya.

Tangisan Vanes makin menjadi jadi.

"GUE RAGU KARENA GUE GATAU APAPUN, VANO! LO CUMAN DIEM DAN GAK NGOMONG APAPUN? LO KIRA DENGAN BEGITU GUE BAKAL MILIH LO? IYA?" Vanes berteriak dengan terisak.

"Trus kenapa lo jadian sama adek gue? Lo mainin hati dia?" Tanya Vanes lagi.

"Dan lo kenapa jadian sama abang gue? Lo mainin hati Fathan, iya?"

"TANYA SAMA DIRI LO VANO! Kenapa gue ngelakuin itu! Karena gue menunggu sesuatu yang gak pasti, Van! Gue bahkan selalu berharap lo suka sama gue! Dari sikap lo, membuat gue sangat berharap. TAPI AKHIRNYA LO JADIANNYA SAMA ZEFA?! FUCK YOU DICK! YOU ARE A JERK!" Teriak Vanes lagi.

Gue memeluk tubuh Vanes.

"Maaf, Vanes. Maaf"

"Semuanya udah terlanjur Vano" kata Vanes mendorong tubuh gue menjauh.

"Gue bisa mutusin Zefa dan lo mutusin Fathan. Bisa kan?" Kata gue frustasi.

Vanes menggeleng lemah.

"Lo terlambat Vano. Lo terlambat. Lo udah ngebuat semuanya berantakan. Lebih baik gue sama Fathan dan lo sama Zefa. Clear? Tuh mereka udah balik. Act like nothing happens" kata Vanes, dia menghapus air matanya.

Fathan membuka pintu.

"Yok pulang" kata Fathan tersenyum.

Mungkin ini yang terbaik buat gue dan Vanes.

Gue sadar.

Gue terlambat.

Terlambat untuk mengakui kalau gue suka sama Vanes.

Bahkan gue gamau mempermainkan hati Zefa.

Gue terlambat memiliki Vanes.

-tbc-

VAN? ON FIRE! WOOHOOO

Van? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang