Bagian 12: "Ayo pulang."

2.4K 237 140
                                    

Hæ, guize. Lagu enak di atas kuberikan untukmu. Dijamin bikin tidur 😴

Lagi, aku mau ngucapin terima kasih banyak, teman-teman!!! Karena; (1) sudah mau nunggu kelanjutan cerita ini dengan penuh kesabaran, (2) nambahin cerita ini ke library dan reading list, (3) ngasih vote dan komen2 ucul bin ngangenin 💕 wkwk, dan (4) membaca ceritaku ini dengan sungguh-sungguh. Aku seneng bangett 😢😢

Anyway, tiga hari lagi!! 😄😄

***

Aku tidak bisa tidur.

Ya, Tuhan. Aku mengantuk, tapi kedua mataku tidak mau menutup. Pikiranku gelisah. Jantungku berdegup kencang. Hatiku seperti terbakar.

Seharusnya aku istirahat karena besok adalah hari Senin, hari pertamaku bekerja di kafe Adam. Aku tidak boleh kacau di hari pertamaku.

Akan tetapi, hingga jam dinding menunjukkan pukul 06.42 WIB, aku hanya berbaring, mencengkram selimut tebal di atas dadaku, sambil menatap langit-langit, memikirkan percakapan semalam.

"Kalau gue miskin, lo mau nikahin gue, El?"

Aku menutup wajahku yang memanas lagi dengan selimut. Kenapa juga dia nanya begituan, sih? Apa yang membuat dia mengajukan pertanyaan menggoda seperti itu? Dia berusaha memancingku?

Lalu bagian yang paling aku benci adalah jawabanku.

"Mau."

ASTAGA, KENAPA AKU BODOH SEKALE?!

Aku masih ingat sekali ekspresi Valen setelah mendengarku mengatakan satu kata bermakna luar biasa itu. Raut wajahnya nampak tertegun. Seakan-akan baru mengetahui kalau penguin adalah satu-satunya burung yang tidak bisa terbang.

Rasanya aku tidak mau melihat Valen lagi. Setidaknya, tidak hari ini. Sangat canggung. Memalukan. Menyedihkan. Ergh! Ibu, kenapa kau melahirkan anak bodoh sepertiku?

Aku memutuskan untuk bangkit dan segera mandi. Aku harus cepat-cepat agar bisa beres menyiapkan sarapan sebelum Valen bangun dan keluar dari kamarnya.

Aku menghela napas, berusaha menenangkan diri. Tenang, Elian. Berdoa saja Valen sudah melupakan percakapan semalam.

Usai mandi, aku memakai dress pink dengan rok melebar selutut lalu segera memasak French Toast sebagai sarapan pagi ini. Masih pukul 06.35 WIB. Valen biasanya bangun di atas jam 09.00 WIB. Aku masih punya banyak waktu.

Saat mengocok telur dengan campuran ekstrak vanilla, susu, dan bubuk kayu manis, aku tidak bisa berhenti menguap. Aku benar-benar mengantuk, tapi kedua mataku masih terasa begitu segar.

Tiba-tiba, pintu kamar Valen terbuka. Dia keluar sambil menguap dengan jaket hoodie abu-abunya. Menggemaskan sekali. Ya, Tuhan. Kenapa dia sudah bangun?!

Aku segera menunduk malu. Jantungku berdegup kencang sekali. Aku mengocok bahan celup ini dengan lebih cepat seraya berusaha menutup kegugupanku. Valen berjalan ke arahku. TIDAK! JANGAN KE SINI!

"Pagi, calon istri."

DEG.

Aku menoleh padanya dengan kedua mata membesar. Dia memberikanku senyuman geli sambil menghampiriku, lalu bersandar pada kabinet dapur di sampingku.

"Nggak usah melotot gitu keles," katanya sambil menahan tawa.

"Jangan GR, kamu! Semalem aku nggak sengaja ngomong gitu!" sanggahku ketus sambil kembali memfokuskan mata dan tangan untuk mengocok bahan celupan roti.

The Drummer [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang