Hay, hay!
Kalau kamu mau ikut Elian baca suratnya Valen, udah aku publish jadi Teaser di sebelum Bagian 1, yaa! Judulnya 'Teaser: Surat Lecek Valen', ada di awal cerita ini.
Semoga kamu juga ikut terenyuh, karena aku iya. Hahahaha:(
***
Kedua mataku tak kuasa menahan tangis. Tubuhku gemetar hebat. Air mata langsung membanjiri bajuku. Suaraku serak mengeluarkan rengekan yang aku sendiri belum pernah dengar sebelumnya.
Aku langsung menggenggam surat itu dan mendekapnya pada dadaku erat-erat seraya aku menjatuhkan kepalaku ke kasur, berusaha meredam suara tangisku di balik bantal.
Sembari menangis, ada banyak perasaan di hatiku yang bergejolak. Terharu, sedih, bahagia, rindu, semua bercampur jadi satu hingga membuat dadaku sesak sekali.
Valen
Setiap kata yang dia tulis benar-benar menyadarkanku bahwa ternyata aku masih punya harapan. Bahwa ternyata aku masih diterima di kehidupan luar sana. Bahwa ternyata aku masih punya hak akan kebebasan.
Tangisanku semakin menjadi, saat aku juga sadar kalau Valen bersedia mewujudkan itu semua.
Tawanya, dekapannya, senyumannya, sentuhannya. Aku benar-benar bahagia. Semuanya bukan mimpi belaka.
Aku juga sayang sama kamu.
***
Aku terbangun pada suara Bapak dan beberapa temannya di luar sana yang mendadak terdengar lebih keras dibanding biasanya. Tepat saat aku hendak mengusap kedua mataku, aku menyadari kalau sebuah lipatan surat lecek Valen masih berada dalam genggaman tangan kananku.
Dadaku semakin sesak saat mengingat kata-kata indah yang tertulis di sana. Namun saat aku mendengar suara Bapak mendekat ke arah pintu kamarku, aku langsung buru-buru memasukkan surat tersebut ke saku dress pink-ku.
Bapak membuka pintu dan menyilahkan seorang laki-laki muda bertubuh kurus, berkulit putih, berambut klimis hitam, masuk. Laki-laki itu langsung memandangku dengan raut penuh penilaian.
"Masih perawan, Des," ujar Bapakku. "Bisa mahal, kan?"
APA BAPAK BILANG?!
Aku langsung menjauhkan diri dengan panik, hingga punggungku menyentuh sandaran kepala ranjang saat Bapak dan laki-laki berkemeja satin hitam itu tiba-tiba mendekatiku. Apa yang mereka lakukan?!
Aku berteriak, berusaha menarik diri, saat Bapak memegangi kedua tanganku dari belakang sementara si laki-laki aneh dengan paksa membuka resleting dress pink-ku lalu melepaskannya dari tubuhku. Aku berteriak, menendang-nendang, namun cengkraman mereka berdua sangat kuat, membuat energi tubuhku malah terkuras habis.
Ya Tuhan, tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi!
"PERGI KAMU!" teriakku, seiring dengan tangisanku yang lagi-lagi terjadi.
Aku membuang muka, merasa malu, masih menangis saat laki-laki itu mencondongkan tubuhnya padaku. Aku tidak sudi memandang wajahnya saat aku yakin dia sedang menatap lekat tubuhku yang saat ini hanya ditutupi pakaian dalam.
"Hmm," gumam laki-laki aneh itu, menatapku lekat dari ubun-ubun hingga kedua kakiku dengan penuh penilaian. "Bisa diaturlah, Bang."
Dasar laki-laki bejat! Biadab!
"Mau main film bokep nggak, Neng?"
DUG!!
Kakiku langsung refleks menendang wajah laki-laki mesum tadi, hingga membuatnya tersungkur ke lantai, merintih dan mengutuk kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Drummer [Completed]
RomantizmKedua mata Valen tenggelam dalam kesedihan saat menatapku. Tangan kirinya diselipkan pada lingkar pinggangku, menarikku dengan sopan. Sementara tangan kanannya menelusuri pipi kiriku dengan punggung jari telunjuknya sambil bergumam, "Elian." Aku ter...