End: Epilog

2.9K 241 81
                                    

Sleeping With Sirens - James Dean & Audrey Hepburn (Acoustic)

***

Satu Tahun Kemudian

Udara hangat memenuhi atmosfer dapur kafe rooftop Hotel Cakrawala. Suara gesekan besi spatula dan wajan pun berdenting di mana-mana. Hampir semua orang berteriak pada satu sama lain mengenai judul makanan atau bahan-bahan yang kurang, atau yang telah disiapkan.

"Ikameshi, Shrimp Ball, Chakkoli, siap!" seruku pada pramusaji yang langsung sigap mengambil piring-piring makanan yang baru selesai aku kurasi.

Seruanku itu juga menandakan kalau masa kerjaku hari ini telah usai. Saat ini pukul 17.26 WIB. Lebih hampir 30 menit, tapi bagaimana aku mengatakannya, aku sangat mencintai pekerjaanku sebagai Poissonier di sini. Saat aku melepaskan celemek masakku, Arga pun sampai mendongakkan pandangannya dari papan berjalannya.

"Emang nih chef favorit gue," katanya yang langsung membuatku tersenyum bodoh.

"Aku pulang dulu, ya Ga," seruku padanya, lalu ke seluruh chef di dapur yang sudah menjadi temanku. "Duluan, semuanya."

"Ati-ati, El," kata mereka.

Aku ke loker ruang kerja untuk mengambil sweater putih dan tasku, lalu segera keluar dari kafe untuk turun ke lantai dasar. Di dalam lift, aku memakai sweater-ku lalu menghela napas. Ada seorang laki-laki tua berjas dan perempuan ber-blazer merah di depanku. Kami sama-sama menunggu lift sampai lantai lobi. Aku melihat jam di ponselku dan berpikir, Pepen sudah menungguku di depan pintu selama hampir setengah jam.

Sesampainya di lobi, aku langsung keluar melalui pintu kaca otomatis dan langsung disambut Pepen. Dengan senyum penuh semangatnya--seperti biasa--dia membukakan pintu penumpang belakang untukku. Sudah satu tahun lamanya, tapi aku masih merasa malu-malu diperlakukan seperti ini.

"Tumben hari ini lebih setengah jam doang, Mbak," ujar Pepen di kursi pengemudi sembari langsung menjalankan mobil.

Aku hanya tertawa kecil saat mengingat alasanku mengurangi 'jam-lebih' kerjaku. Biasanya aku bisa bekerja hingga jam 6 sore, bahkan hampir jam 7. Tapi nampaknya suamiku tidak menyukainya. Aku pun menjawab pertanyaan Pepen a la kadarnya.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba aku merasa ponselku bergetar singkat. Ada kiriman foto Line dari Dela. Aku membukanya dan langsung tersenyum.

Dela baru saja mengirim foto Randy, anaknya yang baru berusia setengah tahun, digendong di punggung Baim sambil tertawa. Nampaknya keluarga kecil itu sedang menikmati makan malam bersama di sebuah restoran. Aku tertawa kecil saat membaca pesan singkat di bawah foto tersebut.

Dela Adriana: Randy tumben nggak nendang-nendang bapak tirinya, El.
17.47

Ya ampun, aku benar-benar merindukan mereka. Setelah semua yang telah terjadi satu tahun yang lalu, rasanya aku ingin memeluk mereka lebih lama lagi. Aku hanya tidak menyangka, Dela adalah orang yang membahagiakan Baim. Aku semakin bahagia karena Baim menerima semua kekurangan dan kelebihan Dela. Aku bangga dengan laki-laki itu.

Aku memandang keluar jendela, mengheningkan diri sejenak untuk memikirkan semua yang telah berubah di hidupku. Pertemuanku dengan Valen, kebenciannya yang berubah menjadi cinta, tawa bodoh yang kami bagi bersama, sampai akhirnya kejadian mengerikan satu tahun yang lalu itu. Tiada hari sejak saat itu, hingga hari ini, aku tidak memikirkannya.

Suamiku selalu berkata, "Itu cuma masa lalu."

Tapi bagiku, masa lalu itu yang justru paling berperan dalam menguatkan diriku yang sekarang. Bukan sekadar 'masa lalu', tapi merupakan kenangan berharga yang mampu membawaku ke apartemen ini. Satu jam kemudian, kami sampai di apartemen ini.

The Drummer [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang