Bagian 17: Atas, Bawah, Gelap

1.2K 170 69
                                    

One OK Rock - Take What You Want (ft. 5 Seconds of Summer)

***

Hæ, gæs.

As usual, jangan pernah bosan mendapat kalimat ini dari aku: "terima kasih banyakkkkkk" karena aku selalu ngerasa kurang berterima kasih sama kamu huhu. Makasih banyak masih mau ngikutin cerita ini. Love you so much. Nggak bohong.

***

"Valen," panggilku dengan lembut. "Jangan ngomong gitu."

Valen masih menatap lurus ke arah matahari yang sudah hampir tenggelam. Dia menarik napas, lalu membuangnya perlahan, mengumpulkan keberanian. Lalu dia menoleh padaku, memberiku tatapan dalam bola mata coklat dan bulu mata indahnya.

Sementara tangan kanannya sedang menggenggamku, tangannya yang lain dia angkat untuk menangkup pipi kananku. Dia mendekat, semakin mendekat, hingga parfum aroma mint khasnya tercium jelas olehku, lalu mengecup dahiku.

Selama beberapa detik.

Aku menutup kedua mataku seraya merasakan betapa kencangnya degupan jantungku saat ini. Dia lalu menarik diri sejenak, dan membuatku terkejut saat tiba-tiba dia mencium bibirku.

Ya ampun, rasanya aku mau pingsan. Lututku melemas. Ciumannya lembut sekali. Dia meletakkan tanganku di dadanya, membuatku bisa merasakan degupan jantungnya yang sama kencangnya, aku sampai merinding. Tangannya yang lain membelai pipiku dengan manja, menarikku lebih dekat.

Ya Tuhan, aku bisa merasakan degup jantung Valen yang begitu cepat. Dia menggenggam tanganku di dadanya. Saat matahari sudah hilang berganti malam, kami mengakhiri ciuman lembut tersebut.

Dia masih menggenggam tanganku, menumpu dahinya pada dahiku tak berdaya sembari mengatur pernapasannya. Begitu juga aku. Beribu pikiran langsung merasuki otakku, dan mendadak membuatku sedih.

Masa kecil tanpa seorang teman, tamparan dan kekangan dari Bapak selama 20 tahun lamanya, kesulitan bertahan hidup, dan siksaan secara sosial di lingkungan tempat tinggalku.

Lalu Valen datang, dan aku merasakan kebahagiaan yang tidak akan pernah cukup aku syukuri.

Aku menangis, mencengkram jaket Valen di dadanya. Dia pun mendekapku, membelai kepalaku dengan lembut.

Tak lama kemudian, dia menarik diri dan menatapku lekat. Dia mengelap air mata di kedua pipiku sambil berkata, "Nggak ada yang boleh ngambil lo dari gue lagi. Nggak bokap lo. Nggak Alvaro."

Aku tertawa.

"Eh, lo pikir gue seneng dia sampe nganga melotot gitu tadi ngeliatin lo pake dress?" desak Valen.

Alisku terangkat, masih tersenyum. "Kamu juga nganga tadi."

"Ya, gue berhak dong. Kan gue pacar lo."

Aku tertawa lagi, tersipu malu.

"Terus tadi mas-mas Samsung juga ngelirik-lirik lo. Mas-mas ice-skating juga pake sok-sokan nawarin mau ngajarin lo. Satpam pintu timur tadi juga, ngapain dia megang tangan lo."

"Dia kan mau mindai tas aku."

"Tetep aja megang. Yang berhak megang lo tuh cuma gue. Sama apa lagi ya--"

"Valen."

"Oh, iya. Cowok yang bahkan udah punya gandengan di belakang kita di eskalator tadi juga ngeliatin lo terus sepanjang jalan."

Aku tersenyum senang dalam hati, mendapatinya cemburu seperti ini membuatku semakin gemas-sayang padanya.

"Aku kan punya kamu, Valen," kataku dengan lembut.

The Drummer [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang