"HAHHH??! NOLAA??!!" Teriak Gery, Nadia, dan Genta bersamaan.
"Iya Nola" kataku dengan santai. "Dia bukan Nola yang dulu. Dia udah berubah. Dia ngajakin gue jalan, shopping, makan dan bahkan dia kasih Nadia kado. Nih..." Jelasku sambil menyodorkan kado dari Nola pada Nadia.
"No! And Never!" sentak Gery. "Dia dulu pernah buat lo sehina-hinanya. Dia itu pasti pura-pura" jelas Gery dengan nada yang meninggi.
"Ya! Gue gak akan pernah setuju lo temenan sama dia." Genta menambahkan.
"Whatever" pasrahku
***
"sampai jugaa akhirnya" kata Nadia sambil menarik nafas sedalam-dalamnya saat keluar dari mobil.
"iya sayang. Kamu senang gak?" tanya Genta sambil tersenyum.
"bangettt. Makasih yaa..."kata Nadia sambil memeluk Genta.
"Gery... Capek?" tanyaku.
Tak ada jawaban. Selama di mobil Gery pun hanya diam saja. Aku bingung. Sangat bingung. Tak biasanya dia bersikap begitu terhadapku. Ada apa dengan Gery? Apa dia gak suka dengan daerah pegunungan? Dia gak suka dingin? Ahh... Ga mungkin. Rumahnya aja full AC. Itu jadi pertanyaan di benakku.
"Gwen... Bantuin angkat koper ke kamar. Terus lo ba..." perkataan Genta terpotong oleh seorang anak laki-laki berjaket merah dengan snapback yang tampaknya seumuran denganku.
"Hai Genta!" teriak anak itu dari jauh."Haii Rey!" Genta menyapanya kembali.
Rey? Siapa dia? Aku tak pernah melihatnya. Bahkan wajah Gery yang tadinya seperti jeruk purut berubah menjadi bahagia saat melihatnya. Ini tanda tanya besar lagi.
"Hey, Rey! Whats up bro?" sapa Gery sambil memeluknya. "Dah lama juga kita ga jumpa"
"Baik bro! Wihh... Bawa cwek lo pada yaa..." kata Rey sambil tertawa kecil.
"Haha. Kenalin bro. Ini Cwek gua, Nadia Patricia. Dan yang ini sahabat gua dan kakaknya Nadia, Gwenny Pricilla." Sambil merangkul Rey dan mendekatkannya pada ku.
"Hai, Gwenny. Gua Reynold Bastian. Panggil aja Rey." menyodorkan tangannya
"Hai juga. Panggil aja Gwen." sambil tersenyum kecil dan bersalaman dengannya.
"Ya udah. Kita ke kamar sekarang. Susun barang dulu!" kata Genta.
***
"Ger..." panggilku saat melihat dia sendirian di taman. Padahal ini udah malam dan dingin. Tapi kenapa dia lebih memilih sendiri?
"hmm?"
"lo kenapa hari ini? Gua ada salah?"
"Enggak. Gue ga habis pikir aja. Kenapa lo mau di ajak jalan sama nenek sihir itu, sampai-sampai lo ga balas chat gua seharian?"
"kan ga ada salahnya kita saling memaafkan."
"Tapi lo ga ngerti. Cuma gua yang tau sifatnya. Bisa aja dia pura2 baik kn?"
"lo salah! Lo ga boleh ngomong gitu. Kalau dia memang mau berubah?"
"Gwen! Kemana pikiran lo? Lo kok jadi gini? Lo dengarin gua! Jauhin dia. Dia itu jahat! Jangan sampai lo nyesal"
"Apaan sih lo Ger? Kan ini hidup gua!"
"Oh, hidup lo? Okay! Silahkan! Ini hidup loo!"
Gery pergi meninggalkanku. Aku tak mengejarnya. Aku kesal. Kesal. Sangat kesal.
"Arrrgggghhhhhhh" teriakku di kegelapan. "Dimana otak lo Gwen? Lo biarin dia pergii? Hahhh?" teriakku sambil menangis.
"heiii... Jangan teriak-teriak donk" tiba-tiba Rey datang dan mendekatiku. "Kenapa Gwen?"
"Salah ya kalau kita memaafkan orang yang salah sama kita?" tanyaku pada Rey sambil menjambak rambutku sendiri sebagai tanda kesalnya pada Gery.
"Sebenarnya ga salah, tapi mungkin itu tanda Gery benar2 sayang sama lo. Dia ga mau lo bakalan di gituin lagi sama Nola. Ngerti ga?" meyakinkanku.
"Iya. Tapi dia beneran dah baik lo. Lagian ini hidup gue. Terserah gue." Sentakku pada Rey.
"Gini, ini hidup lo. Lo bisa hidup sendiri? Jadi untuk apa lo punya sahabat kalo lo itu bisa ngandalin diri sendiri?" meyakinkanku sambil memegang pudakku.
Aku hanya terdiam. Aku gak tau mau mengatakan apa lagi pada Rey. Sekilas aku mau melawan. Tapi, apa yang dikatakan Rey memang benar.
"Sekarang lo duduk sini samping gue. Terserah lo mau nangis berapa lama. Gua bakalan selalu kasih pundak gua untuk lo." ajak Rey sambil menyodorkan pundaknya.
Aku tak berkata apa-apa. Aku duduk di sampingnya dan bersandar di pundaknya. Aku menangis. Menangis. Menangis. Menangis dengan sangat sedih. Seakan aku punya masalah yang begitu besar. Di dalam tangisku, aku berpikir. Kenapa aku bisa nyaman sama Rey yang baru ku kenal tadi siang? Aku gak tau. Aku pun memilih untuk terus menangis dan mencurahkan semuanya.
"GWEEENNNNN!!! Ngapain lo sama Rey di sini bermesraan?"
Awwwwwww... Jadi penasaran aku sama kelajutannya. Btw kalian suka gak ada Rey yang datang dan nyelip di cerita ini? Hahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine
Teen FictionCerita ini aku tulis karena terinsipirasi dari teman sekelasku. Sebut aja namanya Gwen. Dia memiliki seorang sahabat bernama Gery. Gery menyayangi Gwen, bukan mencintai. Lalu, terjadilah konflik.