Chapter 3

15 5 0
                                        


Seoul City Hall.

Tempat yang direkomendasikan oleh Kia. Dia pernah beberapa kali pergi ketempat itu bersama dengan teman-teman kampusnya yang juga berasal dari Indonesia atau negara lain diluar Korea. Munurutnya, tempat ini sangat bagus untuk hangout bersama teman-teman. Selain itu, tempat ini juga terasa seperti pusat seluruh kota karena bangunannya yang indah serta banyaknya hotel, kuil dan restoran disekelilingnya.

Fika mengenakan coat yang sama dengan hari sebelumnya, merah maroon. Warna kesukaannya. Sedangkan Fanny mengenakan coat hijau tosca dan Anin serta Kia mengenakan coat yang berwarna sama, cokelat muda.

Mereka berjalan menyusuri jalanan di Seoul City Hall tersebut. Hari ini ramai sekali. Ada yang datang bersama keluarga, pacar atau pun hanya bersama teman-temannya seperti mereka saat ini. Tak dapat dipungkiri bahwa bangunannya sangat menakjubkan dan sangat bagus untuk berfoto. Posisinya terletak di tengah kota dan area pasar oleh-oleh, sehingga sangat mudah dicapai subway. Lapangan yang terdapat didepan City Hall tersebut merupakan tempat yang menyenangkan untuk bermain bersama teman dan keluarga di sore hari. Di hari-hari tertentu, mereka akan mengadakan acara musik disana. Selain itu terdapat pula pancuran kecil tempat dimana anak-anak dapat bermain air.

"baguskan tempatnya? Kalian suka gak?" Tanya Kia sambil merangkul Fanny yang berjalan tepat disampingnya.

"yah pasti senenglah. Di Indonesia mah kagak ada yang beginian." Celah Anin yang sukses membuat Fanny kesal.

Fanny menggebuk pelan pundaknya, "eh sadar nyet. Lo itu orang Indonesia kali." Fanny tak mau kalah.

Fika dan Kia menggeleng sambil tertawa.

Mereka menatap kesekeliling untuk mencari background yang bagus untuk berfoto. Setelah mengambil beberapa foto bersama, mereka pun beranjak untuk mencari makan siang. Atas rekomendasi Anin, mereka makan disebuah cafe yang terletak tidak jauh dari City Hall tersebut.

Anin mendorong pintu Cafe dan melangkah masuk diikuti Fika, Fanny dan Kia. Mereka memilih meja di sudut ruangan, disebelah jendela besar yang menembus ke jalanan. Setiap kali berkunjung ke sebuah cafe, Anin maupun yang lainnya akan selalu memilih meja paling sudut ruang. Alasannya karena biasanya, meja yang berada disudut ruangan pasti akan bersebelahan dengan jendela.

Setelah memesan makanan dan minuman, mereka kembali berbincang. Melanjutkan apa yang sudah mereka bincangkan sejak perjalanan menuju cafe ini tadi.

Fika memeriksa ponselnya sesaat. Banyak pesan singkat disana. Fika membukanya satu-persatu. Pesan tersebut berasal dari seseorang yang sama dan dengan isi pesan yang hampir sama.

10 pesan diterima.

"apa yang sedang kau lakukan?"

*****

Fanny menjatuhkan tubuhnya diatas kasur yang beberapa hari kedepan akan menjadi miliknya. Sementara Fika, seperti biasa, ia kini sedang memandangi bayangannya didepan cermin.

Mereka baru saja tiba dirumah beberapa menit yang lalu.

"Gila, capek banget gue. Serasa habis jalan dari tanah abang." Fanny mengeluh.

"Eh gue laper. Lo mau makan gak?" tanya Fika sambil berjalan menghampiri Fanny.

Fanny mengganti posisi rebahannya menjadi duduk dan menatap aneh sahabatnya itu, "Yang laper siapa, yang ditawarin siapa. Sarap lo"

"Lo mah gitu, temen perhatian dibilang sarap. Emang lo kira gue ban!"

"serep anjir."

Mereka tertawa. Kemudian memutuskan untuk beranjak kedapur dan menemukan beberapa makanan yang ada disana.

"Tapi Rian nge-sms gue." Fika membuka bungkus ramyeon yang akan mereka masak malam ini.

Fanny membalik telur dadarnya yang hampir menghitam karena gosong, "serius lo?" tanyanya.

Fika menjawab dengan anggukan. Dia belum membalas pesan itu. Bukan karena ia tidak ingin membalasnya, melainkan karena ia bingung harus menjawab apa. Rian adalah pemuda yang di cintainya sejak SMA dulu. Namun pemuda itu tidak pernah membalas cintanya. Dan saat ini, ketika mereka sudah terpisahkan jarak-karena Rian kuliah diluar Jakarta- Rian kembali menghubunginya. Aneh sekali.

"trus lo bales apa?"Tanya Fanny antusias sambil memindahkan telurnya ke piring.

Fika mendesah pelan, "nggak gue bales." Jawabnya.

"GILAK! KOK GAK LO BALES NYET?!" Fanny berteriak. Membuat Fika sedikit kesal.

"sssstttt..." Fika meletakkan jari telunjuknya dibibirnya untuk membungkam Fanny. "jangan berisik dong." Pintanya.

Fanny nyengir, "Sorry. Keceplosan." Ucapnya.

Fanny mendekatkan bibirnya tepat ditelinga Fika, "Kenapa nggak lo bales." Bisiknya.

Fika menutup telinganya dengan kesal, "nggak usah pake bisik-bisik juga kali. Geli gue." Sergahnya.

"Hanjir.." Fanny menjauhi Fika. "Salah aja hayati dimata abang." Sambungnya.

Fika melengos meninggalkan dapur, "hayati...hayati... mau lo gue bunuh dirawa-rawa?"

Fanny bergidik ngeri, "serem banget lo." Ucapnya. "Woy belom selesai ini masaknya. Main minggat aja lo." Teriaknya yang tidak digubris Fika.

*****

PredestinationWhere stories live. Discover now