Part 1 : Stop Bullying!

172K 1.3K 16
                                    

Hari terus berganti dengan kegiatan yang begitu-begitu saja. Hariku tak pernah lebih baik dari ini. Melihat wajah yang sama tiap harinya dan perlakuan mereka yang semakin seenaknya saja kepadaku. Entah apa yang ada dipikiran mereka. Entah apa kesalahan yang telah kuperbuat. Aku hanya bisa pasrah dan lama kelamaan aku mulai terbiasa.
.
.
Seperti biasa aku belajar disekolahku. Tugas yang menumpuk bukanlah masalah bagiku. Ditambah lagi dengan sebuah genk beranggotakan 5 gadis yang selalu saja menekan ku. Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Tak ada impian lain selain meraih prestasi yang baik.

Dipagi hari sebelum masuk ke kelas selalu saja aku dicegat oleh genk itu. Aku hanya menatap mereka dengan tatapan datar dan lagi-lagi aku dihina-hina oleh mereka. Setelah mereka puas menghinaku barulah aku diperbolehkan masuk kelas.

Ketika tugas latihanku sudah selesai selalu saja mereka merampas bukuku dan menyalin isianku dan setelah itu buku itu dilempar kepadaku. Aku sudah kebal dengan semua itu aku tidak membenci atau merencanakan untuk membalas mereka tidak sama sekali. Kurasa mereka hanyalah anak orang kaya yang kurang kasih sayang orang tuanya karena orang tuanya terlalu sibuk bekerja. Selama perbuatan mereka tidak berakibat fatal untukku aku akan mengabaikannya.

Disaat pulang sekolah aku selalu dipaksa untuk memberikan uang saku ku pada mereka. Terkadang uang ongkos pulangku juga diambil mereka padahal uang mereka sangatlah banyak tapi ya entahlah.

Cacian dan makian adalah makananku sehari-hari. Mereka sudah melekat pada diriku sejak aku menduduki bangku SMA.
Sebenarnya banyak sekali yang kasihan padaku. Ada beberapa yang mencoba melaporkan mereka (genk itu), namun ayah dari ketua genk tersebut adalah kepala sekolah disini jadi sia-sia saja.

Hidup ini memang tak seindah mimpi. Tak bisa berjalan sesuai kemauan, tapi ada masanya hidup ini akan bahagia.

Pada suatu hari ketika aku sedang makan di kantin aku didatangi ketua mereka dan ia langsung menampar pipiku. Sontak seluruh orang dikantin melihat kami berdua. Aku sangat terkejut ia juga memaki-makiku aku tak tahu apa kesalahanku sehingga ia melakukan itu kepadaku. Dia mengatakan bahwa aku mendekati laki-laki yang dicintainya. Aku tak pernah melakukannya. Bahkan aku tak tau siapa orangnya. Ternyata semua penjelasanku tidak berguna.
Aku disiram olehnya dengan es teh ku. Seragamku basah dan kotor. Aku berlari ke toilet. Sambil membersihkan seragamku aku menangis.

Kapankah hidupku akan bahagia?. Apakah harus selalu begini?. Mengapa aku selalu tersiksa?.

Di saat pulang sekolah aku dicegat dan dipukuli mereka satu-persatu. Aku menangis dan memohon ampun, tapi aku malah tambah disiksa. Ketika mereka lengah aku berlari secepat mungkin ke arah rumahku.

Orang tuaku tidak terlalu peduli padaku. Padahal mereka tidak terlalu sibuk bekerja. Untunglah aku bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, jadi aku tidak akan menjadi seperti anak-anak genk itu.

Mulai saat itu aku selalu mendapatkan pukulan tiap harinya. Tatapan mereka penuh benci dan amarah. Baru kali ini aku membenci hidupku. Bercerita ke orang tuaku merupakan hal yang sia-sia. Sewaktu kelas 4 SD aku pernah ditabrak pengendara motor, namun orang tuaku tidak terlalu peduli.

Ingin rasanya ku tinggalkan sekolah ini namun hal itu tak mungkin. Untuk berpindah sekolah diperlukan biaya yang besar. Aku tidak mau menyusahkan orang tuaku.
.
.
.
.
.
Suatu Hari
Saat pulang sekolah aku tersenyum-senyum sendiri. Kepala sekolahku akan dipindahkan kesekolah lain. Tampak wajah anaknya kecewa dan takut akan hal tersebut. Ku rasa aku terlalu jahat, tapi aku benar-benar senang.
Aku merasa seperti terbebas dari penjara neraka.
Ketika acara perpisahan kepala sekolah, raut wajah anaknya penuh ketakutan. Tak akan ada lagi yang melindunginya untuk menindas para pelajar disini.
Bukan hanya aku yang bahagia beberapa pelajar lainnya juga ikut bahagia.
Mereka ingin membalas dendam, namun ku ingatkan bahwa hal itu tidaklah baik. Ada yang mau dengar perkataanku, namun ada pula yang tetap mengikuti emosinya.
Genk itu mendapatkan balasan atas perbuatan mereka dan aku dituduh sebagai provokatornya. Aku membela diriku dan lagi-lagi mereka yang dihukum.
Hidupku sekarang tenang. Kini, tak ada lagi yang akan menindas kami dan semoga kepala sekolah yang baru merupakan orang yang baik.

One Night with My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang