Chapter 37: Agioz

33.1K 3.1K 118
                                    

"Kita akan temui Agioz." Ucap Achromos.

Chroma terpaku di dalam rengkuhan Achromos, nyaris tidak percaya dengan ucapan yang ia dengar. Chroma menggigit bibir bawahnya--menahan perih di dalam hati. Ia sudah memutuskan untuk menyelesaikannya sendirian. Ia tahu Agioz akan terus melukai orang-orang yang ada di sekitarnya sampai ia mendatangi Agioz. Dan ia juga tak mau Achromos terlibat dengan ini semua. Karena itu, Chroma mengambil pilihan yang menurutnya paling baik.

Chroma menarik napasnya perlahan, lalu tangannya menusukkan sebuah jarum dengan cepat ke tengkuk Achromos. Achromos tersentak dan langsung memegang tengkuknya sambil menatap Chroma.

"Chroma, apa yang--"

"Maafkan aku, Achromos." Ujar Chroma dengan mata berkaca-kaca.

Mata Achromos seketika itu juga menjadi buram. Pandangannya terlihat berputar-putar tak karuan. Tubuhnya lemas tak bisa bergerak hingga akhirnya jatuh ke atas tempat tidur. Di sela-sela kesadarannya, tangan Achromos masih berusaha meraih sosok Chroma yang kian menjauh dan hilang di balik pintu.

Tidak..
Jangan lagi..
Jangan pergi lagi..

Chroma!

*

Mata Chroma menatap pemandangan di hadapannya dengan sedikit rasa gelisah. Ia kini sudah berada kaki di Gunung Arunaz, selatan Pulau Xan, setelah menempuh perjalanan selama satu hari penuh dengan kuda yang ia curi dari istana Chraz. Chroma akhirnya memutuskan untuk menemui Agioz sendirian setelah kejadian yang terjadi pada Braz. Ia tahu jika ia tak pergi menemui Agioz sendirian, akan ada korban-korban lainnya. Sudah cukup banyak dosa yang telah ia tanggung, ia tak mau lagi ada orang yang terluka karena dirinya.

Ada berjuta keresahan di hati Chroma di setiap langkahnya. Mau bagaimana lagi, makhluk yang akan ia hadapi dan tantang sebentar lagi adalah dewa yang jauh lebih berkuasa dibandingkan manusia. Tapi ia tidak gentar. Ia tidak mau dijadikan boneka penghilang kebosanan oleh dewa tak berperasaan itu.

Sesosok laki-laki muncul dari kepulan asap yang muncul tiba-tiba. Ia terlihat tersenyum tipis saat memastikan Chroma datang sendirian.

"Arlen, bukan?" Tanya Chroma dengan rahang mengeras. "Bawa aku menemui Agioz."

Arlen hanya menatap dingin padanya dan mulai melangkah ke dalam lingkaran hitam yang dalam sekejap muncul di hadapannya. Di mulut lingkaran itu, ia berhenti dan menoleh--menunggu Chroma mengikutinya. Chroma menelan ludah begitu kakinya mulai melangkah mendekat dan akhirnya masuk ke dalam lingkaran hitam tersebut. Untuk beberapa menit, ia hanya bisa melihat kegelapan.

Arlen melangkah melewati lingkaran yang menjadi pintu keluar disusul oleh Chroma. Mereka tiba di suatu bangunan yang nampak seperti istana tua. Kaki Arlen masih terus berderap melewati lorong-lorong remang dan tangga naik-turun yang membingungkan sampai akhirnya berhenti di depan sebuah pintu batu berukuran besar. Tangan pucatnya mengetuk pintu itu tiga kali dan mulutnya berucap pelan.

Pintu besar itu kemudian terbuka--menimbulkan bunyi derit batu yang saling beradu. Di balik pintu itu, seorang laki-laki tengah duduk santai di singgasana berlapis permatanya. Di bibirnya tersungging senyuman.

"Selamat datang, Xerra-ku sayang."

Chroma menggenggam ujung kemejanya dengan erat--merasa gugup luar biasa. Ia kini akhirnya berhadapan dengan penyebab semua kekacauan dan kesedihan yang terjadi.

Chroma & Achromos [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang