"Bermain?" Tanya Chroma dengan alis berkerut.
Agioz tersenyum lembut ke arah Chroma lalu mulai melangkah mendekat. Chroma menelan ludah dan mundur sedikit. Tak ada yang bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh Agioz—apalagi dalam jarak sedekat ini.
"Chroma, apa kau pernah bertanya-tanya, kemana perginya ketujuh Xerra yang memilih untuk bersamaku?" Tanya Agioz sambil menyelipkan rambut Chroma ke kupingnya.
"Tidak." Jawab Chroma dengan tegang.
Agioz kembali tersenyum lalu mendekatkan wajahnya pada telinga Chroma.
"Mereka semua mati."
DEG!
Jantung Chroma kini bertabuh kencang dan instingnya berteriak menyuruhnya lari. Sekuat tenaga Chroma berusaha mengabaikannya. Ia harus kuat dalam menghadapi Agioz. Hanya itu satu-satunya cara agar ia bisa menang."Kenapa mereka mati? Apa kau membunuhnya?" Tanya Chroma dengan susah payah.
"Hm.. mungkin bisa dibilang begitu." Ujar Agioz sambil menjauhkan wajahnya. "Tapi mereka sendiri yang memilih untuk mati."
"Eh?"
"Ya, mereka memilih untuk mati. Dan kau akan memilih pilihan yang sama dengan mereka semua."
"Kenapa? Kenapa bisa??"
Agioz kembali memperlihatkan seringainya. "Tentu karena mereka kalah dalam permainan."
Chroma mulai merasakan firasat buruk. Ia tahu ini sudah jadi keputusannya semenjak Braz diserang, namun jauh di lubuk hatinya ia masih merasa takut. Sangat takut. Ia tidak mau mati, tapi ia lebih tidak mau melihat orang-orang di sekitarnya mati.
"Lalu?" Tanya Chroma. "Permainannya seperti apa?"
"Aku anggap kau menerima tawaranku jika sudah bertanya seperti itu."
"Tentu."
Agioz tersenyum lalu mengulurkan tangannya ke samping. Tiba-tiba saja cahaya keemasan bersinar dari tangannya dan dari sana muncul sebuah pedang. Agioz menyerahkan pedang itu pada Chroma.
"Permainannya adalah.. membunuhku dengan pedang ini."
Mata Chroma terbelalak mendengar ucapan Agioz. Ini sama sekali tidak masuk akal. Chroma tahu Agioz adalah dewa yang tidak bisa mati, lalu sekarang ia harus membunuhnya? Bagaimana bisa?
"Jangan bercanda." Geram Chroma sambil menatap Agioz dengan tajam.
"Aku tidak bercanda, Xerra-ku sayang."
"Kau tidak bisa mati!!!"
"Tidak, Xerra-ku. Kau salah. Aku bisa mati.. jika Xerra yang memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan Xerra lain menggunakan pedang ini untuk membunuhku."
Chroma menggelengkan kepalanya tidak setuju. Ia tidak yakin dengan perkataan Agioz. Agioz adalah dewa yang dapat dengan mudah berbohong pada siapa pun.
"Bagaimana caranya aku bisa tahu kalau aku adalah Xerra yang lebih kuat??" Seru Chroma.
"Tidak ada. Bahkan aku pun tidak tahu bagaimana cara mencarinya."
Agioz menatap Chroma dengan tatapan tak bisa ditebak. "Mungkin saja dia adalah Xerra pertama atau Xerra kesembilan yang sudah mati. Mungkin saja kau. Mungkin saja dia belum terlahir ke dunia ini. Aku tidak tahu.""Bukankah kau yang menciptakan Xerra?? Kenapa kau tidak tahu??"
"Chroma.. kau pikir di dunia ini tidak ada dewa selain diriku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chroma & Achromos [COMPLETED]
Fantasi#1 in Sihir (06-04-2019) #1 in Psychological (08-10-2019) #2 in Fantasy (15-07-2020) #2 in Historical (21-06-2019) #2 in Tragedy (08-10-2019) #3 in Prince (17-03-2019) #3 in Psychological (06-04-2019) #4 in Magic (07-01-2019) #7 in Tragedy (06-04-20...