About You::04

141 10 1
                                    

"Cinta bukan hanya tentang perasaan, tapi juga tentang perjuangan merelakan sang hati yang bukan lagi milik kita."

Siang ini, di tengah tidurku yang sungguh pulas, aku merasakan ketukan kencang di pintu kamarku. Dengan mengeluh, aku membuka pintu kamar.

Terpampanglah wajah kesal kakakku tercinta. Langsung saja ucapan-ucapan pedas dia lontarkan.

"Kebo banget sih lo tidur, sampai gue panggilin nggak bangun-bangun. Lagian juga, cewek kok tidur siang lama amat. Nggak peduli sama badan yang bisa tambah berat, huh?"

Kalau bukan kakakku, mungkin sudah aku lempar kaos kaki yang tidak dicuci seminggu kepadanya.

"Emangnya ada apa sih, Kak? Aku masih ngantuk, tahu." Bibirku tertarik ke bawah, tapi tetap saja wajah sangar tetap ada di wajah Kak Brian. Bisa kubilang, Kak Brian salah satu orang yang tidak bisa luluh dengan tatapan memelasku.

"Di bawah ada temen lo yang dateng. Dia udah nungguin dari satu jam yang lalu. Samperin, sekarang."

Setelah itu, cepat-cepat aku turun ke bawah dengan rasa penasaran yang mendera. Siapa pula yang datang ke rumahku?

Dan akhirnya pertanyaanku terjawab, saat aku menemukan seorang laki-laki sedang memainkan telponnya. Tampak tidak menyadari kehadiranku.

"Mau ngapain lo ke sini?" Aku berjalan mendekat ke arahnya, duduk di sebelahnya, dan menatap mata pekatnya.

Aldric segera memasukkan telponnya ke saku celana. "Gue cuma mau bilang, kalau ada tugas Bahasa Indonesia. Harus dikumpul besok, dari halaman dua ratus."

Aku menautkan kedua alisku. "Udah, cuma itu doang?"

Laki-laki itu mengangguk tanpa ragu. "Cuma itu aja kok tugasnya."

Aku mengacak rambutku yang bisa terbilang sudah berantakan. "Bukan itu maksud gue. Lo cuma mau bilang tentang tugas ke sini?"

"Ya, iya. Emang mau ngapain lagi? Mau jengukin lo gitu? Ogah deh." Tatapan Aldric mengejek ke arahku, membuat emosiku ingin meledak begitu saja.

"Bukan itu maksud gue. Kalau mau kasih tahu tugas, kan bisa lewat Bbm, atau line, atau apalah. Nggak perlu dateng ke sini, ganggu acara tidur siang gue."

Tatapan kesal aku pancarkan ke arah Aldric. Tetapi cowok itu terlihat cuek, mungkin sudah kebal.

"Jadi, gue nggak boleh dateng ke rumah lo gitu? Apa lo nggak inget, kejadian waktu lo yang nginep di rumah gue?"

Sontak saja aku langsung memukul lengannya keras-keras. Bisa gawat kalau ada yang mendengarnya.

"Mulut lo bisa dijaga, nggak? Kejadiam itu udah setahun yang lalu, astaga. Suka banget ya ngungkit-ngungkit masa lalu. Bikin gue pengen gebuk lo mulu."

Aldric mulai menatapku jahil. "Kalau ngungkit masa lalu antara gue sama lo, gue mau kok."

Aku mengepalkan tanganku untuk menahan emosi. Setiap hati bertemu dengan Aldric memang bisa membuatku gila.

Dan lagi, apa kata Citra? Aldric lucu, Aldric tampan? Mata dia buta apa?

"Udah, pulang lo sana." Dengan pelan, aku mendorong bahunya. Tapi langsung terdengar suara yang membuat gerakanku terhenti.

About You [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang