About You::10

97 9 0
                                    

"Cinta sejati pasti akan menemuimu suatu saat nanti, tanpa kau cari."


Langit-langit kamar yang dihiasi dengan gambar bunga sungguh menarik untuk terus aku pandangi malam ini. Berbagai pikiran terus menghantui pikiranku bertubi-tubi. Mulai dari ucapan Kak Azka, sampai wajah Aldric saat ini ingin sekali aku lihat.

Ada apa dengan perasaanku?

Akhirnya, setelah beberapa kali meyakini diri sendiri, aku meraih telpon yang berada di meja kecil sebelah tempat tidur. Mengirimi pesan ke Kak Azka dengan tangan yang sedikit gemetar.

Tata : Kak, gue mau ngejawab pertanyaan kakak tadi.

Aku menghela napas panjang, berharap hal itu dapat membuat diriku lebih baik. Dengan jantung yang berdebar-debar, aku menunggu balasan dari Kak Azka.

Kak Azka : Ya, apa jawaban kamu?

Melihat jawaban Kak Azka yang memakai bahasa 'kamu', membuat rasa bersalah semakin mencengkram dadaku. Maaf, Kak.

Tata : gue nggak bisa nerima kakak. Maaf, Kak.

Aku langsung melempar telponku dengan asal ke tempat tidur. Astaga, bukankah perasaanku terbalas adalah hal yang kutunggu-tunggu? Kenapa sekarang jadi seperti ini?

Aku galau. Dengan langkah terseret-seret, aku keluar dari kamar. Menuju ke kamar Kak Brian yang masih terang. Pasti sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.

"Kak, aku masuk, ya." Terdengar suara dehaman Kak Brian yang menyahutiku.

"Ada apa?" tanyanya ketika aku duduk di tepi ranjang.

Aku memasang cengiran super lebar. Penampilan Kak Brian sungguh berantakan dengan laptop yang berada di sebelahnya. Mungkin karena stres mengurusi perkuliahan.

"Cuma pengen tidur bareng kakak. Kakak lagi sibuk, ya? Aku ngenganggu kakak?"

Kak Brian menggeleng dengan setengah hati, terlihat dengan jelas dari wajahnya. Senyumanku semakin lebar. Aku langsung tidur di sebelahnya dengan kepala bersandar pada bahu Kak Brian.

Posisi ini sangat nyaman sekali, walaupun aku mendengar desisan halus dari Kak Brian. Tapi setelah itu, Kak Brian kembali menekuni tugasnya.

Mataku menyapu sekeliling. Ruangan ini terlihat sedikit berantakan, ciri khas laki-laki. Baju kotor yang bertebaran dimana-mana, handuk di meja belajar.

"Kakak, ayah sudah pulang, belum?" Aku menguap lebar-lebar. Sepertinya sebentar lagi aku akan tertidur di sini.

Mata cokelat Kak Brian yang mirip denganku, melirikku sekilas. "Belum. Mungkin minggu depan."

Aku mengangguk-anggukkan kepala sebagai balasan. Ayah sedang bekerja di luar kota, berangkat dari bulan lalu. Ayah salah satu laki-laki yang sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi, ayah sering menelponku hanya sekadar menanyakan kabar. Mengirimiku hadiah beberapa bulan sekali. Jadi, aku bukan anak yang kekurangan kasih sayang.

"Balik, gih, kalau sudah ngantuk." Kak Brian mematikan laptopnya, lalu menatapku dengan mata cokelatnya.

"Nggak, ah," ujarku seraya menggelengkan kepala. "Enak bobo di sini, kepengen."

Terlihat wajah sebal bercampur geli di wajah Kak Brian. "Ingat umur deh, Dek. Manja banget kamu, tuh."

Ucapan Kak Brian itu terkadang menggunakan 'aku-kamu' juga terkadang 'gue-lo'. Kak Brian memang labil.

"Nggak apa-apa kali. Sekali-kali ini, kok. Boleh, ya?" Aku tersenyum manis.

Akhirnya, Kak Brian mengangguk. "Ya sudah, kamu tidur dulu di sini. Kakak mau ke depan bentar."

About You [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang