"Pergilah. Karena aku yakin kau akan kembali suatu saat."
Aku terus terdiam sepanjang aku berjalan untuk menaruh tas di kursi. Aldric berceloteh mengajakku berbicara tentang keajaiban telur, yang sama sekali tidak kumengerti.
"Keren nggak sih, Ta?" Tampangnya berseri-seri, membuatku merasa bersalah sudah mencuekinya.
Aku terus terdiam. Sama sekali tidak memberi tanda bahwa aku mendengarnya. Kelas masih sepi, hanya ada beberapa orang saja.
"Ta, lo denger gue nggak, sih?" Aldric cemberut. Membuat bibirku berkedut menahan tawa. "Lo kok jahat sih, tega diemin gue?"
Aku berpura-pura tidak mendengar lagi. Peduli amat dengannya. Aku ngambek, aku marah, tentang dirinya yang sudah berpacaran dengan Bunga. Bodo amat kalau orang bilangku seperti anak kecil.
"Lo gitu ya sekarang?" Aldric terlihat membuang muka ke arah jendela. "Padahal, gue mau kasih lo sesuatu. Tapi karena lo kacangin gue, gue nggak jadi kasih, deh."
Tanpa bisa kubohongi, hatiku sungguh penasaran. Aku meliriknya sekilas melalui ujung mata. Kira-kira apa, ya? Kan bisa jadi, buku novel yang aku impi-impikan, atau mungkin, cokelat kesukaanku?
"Nggak mau, nih? Ya udah, lah." Aldric bangkit berdiri. "Lo juga nggak kasih tahu kenapa kacangin gue."
Aku membiarkan dirinya pergi keluar kelas. Otakku menyuruhku untuk melarangnya, tapi berbeda dengan hatiku. Sungguh tidak selaras.
Biarkan Aldric pergi, batinku.
::::
"Tuh si Tata, daritadi dicariin juga." Citra menghampiriku dengan wajah suntuknya.
Aku menyeka peluh di dahi dengan jemari. "Capek banget. Gue disuruh bantu-bantu di perpustakaan. Bukannya cowok yang diminta, lah ini, malah gue yang badannya nggak ada isi."
Brianda terkekeh pelan. "Udah nasib lo jadi babu dadakan. Dapet upah, nggak?"
Aku menggeplak lengannya pelan. "Enak aja lo ya, emang lo kira gue apa?" Brianda tertawa lepas, hingga kedua matanya menyipit.
Bibirku menekuk, lelah sekali rasanya ini badan. Citra menepuk-nepuk pundakku pelan, lalu mendekatkan mulutnya ke arah telingaku.
"Mana si Aldric? Dia bilang apa-apa nggak soal kemarin?" Binar mata Citra penasaran, begitu juga dengan Brianda.
Aku mendengus pelan. "Boro-boro bilang, gue aja nggak ngomong-ngomong sama dia dari tadi pagi."
Citra melotot. "Gimana sih lo itu? Seharusnya lo tanya sama dia. Tentang dia sama Bunga itu pacaran bener atau nggak."
"Terus, kalau bener emang kenapa? Apa urusannya sama gue?" Aku mengangkat bahu acuh. Lelah menghadapi mulut Citra yang sibuk mencecar.
"Tuh kan," tuding Citra ke arahku. "Lo nggak ngakuin perasaan lo lagi. Mau sampai kapan jadi munafik?"
Brianda menepuk jidatnya dengan pelan. Menatapku dengan dahi berkerut. "Bingung gue. Ada jenis manusia kayak lo."
Memangnya aku jenis manusia kayak apa?
"Udah, ah. Capek omong sama Tata. Ke kantin, kuy." Citra berjalan lebih dulu, disusul dengan aku dan Brianda.
Aku mencoba tidak peduli dengan perasaan semu yang sekarang sedang kurasakan.
::::
"Pada pesen apa, nih?" tanya Brianda kepada kami setelah sampai di pintu kantin. "Gue traktir, deh."
Mulutku menampakkan senyum lebar, sama lebarnya seperti mendapatkan nilai ulangan seratus. Mataku langsung berbinar-binar.
"Yuhuuu! Brianda gue baik banget, sih." Citra memeluk pundak Brianda, yang langsung ditepis oleh perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
About You [Telah Terbit]
Novela JuvenilCover by stellardustr Sebagian naskah telah dihapus. Azka; cowok sempurna di mataku. Seorang kakak kelas dengan senyum menawan yang bisa membuat semua orang menyukainya, termasuk aku. Dan tidak dapat kupungkiri, bahwa aku menyukainya pada pandangan...