Chapter 1 - Friend?

2.4K 194 21
                                    

Munculah seorang gadis berambut pendek sebahu dengan jepit bunga di atas telinganya, parasnya cantik, cara ia berjalan sangat anggun.

Jelas Tarra sangat mengingat orang itu.

____

Ia adalah satu-satunya yang melambaikan tangan dikala semua orang mencibirnya.

Ia berjalan menghampiri Tarra seraya tersenyum, digenggamnya sebuah goodie bag yang berisi kotak bekal dan minuman. Atas izin Bu Ros tadi, ia dan Tarra diperbolehkan untuk makan dan minum di perpustakaan dengan syarar tak mengotori meja atau lantai perpustakaan.

"Hai!" sapanya semangat. Tarra bingung, ia sangat takut, bukan takut yang biasanya, tetapi takut ia terlalu ge-er dan gugup yang mulai menyeruak. Canggung dirasakan Tarra, ia tak tahu harus membalas apa.

"Kenalin, Theona Edelyna. Bisa kamu panggil Theo, Theona, atau Edelyn, bebas lah." Ia mengulurkan tangannya yang berkulit putih, rasanya ia memiliki keturunan ras kulit putih.

Tarra tak membalas uluran tangan itu sampai gadis itu--Theona menurunkan kembali tangannya. "Boleh ikut makan di sini?" Rasa-rasanya Theona bukan orang yang mudah menyerah dan tampaknya ia baik hati.

"Bo-boleh," jawab Tarra dengan gugupnya. "Aku Tarra." Dengan gugup dan canggungnya Tarra mencoba membuka pembicaraan atara ia dengan Theona.

"Iya tau, kok. Tadi pagi kan udah di kenalin," balas Theona seraya terkekeh. Mentalnya menciut, saat ini rasanya Tarra sangat kikuk. "Btw, ini aku bawa susu pisang dua, buat kamu satu. Enak banget loh!" Dengan penuh semangat, Theona mengeluarkan dua buah botol susu pisang khas Korea dari dalam goodie bagnya dan menyodorkan sebuah botol ke hadapan Tarra.

"Makasih." Suasananya canggung kembali tak ada yang membuka pembicaraan mungkin sekitar satu menit lamanya sampai Theona kembali menceletuk, "kamu pasti suka musik, ya?"

Tarra mengangguk, "cuma musik yang bisa menuhin telinga aku yang sehari-harinya kesepian. Kok kamu tau?" Theona menggeleng seraya tersenyum, "enggak, tadi Bu Anggi minjem kunci ruang musik ke Nathan, trus orang yang duduk di pokmus itu pasti gak sembarang orang, minimal dia nikmatin musik, walaupun kadang ada yang cuma modus aja sih," jelasnya sambil curhat.

Tarra hanya ber-oh ria, ia terpikir satu hal yang ia tak sengaja katakan dengan pelan, namun terdengar di telinga Theona.

"Kok mau kesini nemuin aku?"

"Lho, emang gak boleh, ya?" Wajahnya bertumpang dagu sebelah seraya menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

Tarra menggeleng bersalah, bukan begitu yang ia maksud. Theona kembali menimpali, "Iya, ngerti. Aku gak kayak temen-temen yang lain, kok. Kamu beda aja jadi buat nambah temen." Tarra menelan ludah, terpaku dengan kata 'beda'. Sebeda itukah ia dengan yang lain? Seburuk itukah?

"Eh, sorry-sorry, bukan gitu maksudnya.  Maksudnya, bosen kali temennya itu-itu aja, jadi aku mau cari temen baru gitu."  Tarra menghela napas lega, mungkin Theona akan mendukung kehidupannya yang suram ini.

Ia harap begitu.

"Ngomong-ngomong, kamu 'kan bisa musik, main apa?" Theona segera mengalihkan topik pembicaraannya dengan Tarra, ia menyadari bahwa Tarra masihlah gugup dan serba bingung ketika berbincang dengannya.

"Piano."

"Klasik, ya?" tanya Theo tak henti mengulik tentang Tarra, setidaknya ketika ia satu frekuensi dengannya maka Tarra mungkin merasa nyaman ketika berbincang.

Tarra mengangguk, "apapun, cuma dominan klasik aja. Kamu juga ya?"

Mata Theona membulat tanda semangat, ia tak pernah merasa sesemangat ini dalam berinteraksi dengan teman sebayanya ini. Apalagi Tarra bertanya balik kepadanya, rasanya seperti--yah tidak bisa dideskripsikan. "Engga, kalo aku main gitar, tapi klasik juga. Piano pas kecil doang, tapi kayaknya piano kurang cocok sama personality aku juga, sih."

Dare to Die [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang