Udara malam menyeruak, menyusup indra penciuman. Wangi tanah yang baru usai diguyur hujan, laungan anjing milik tetangga dan harum masakan Mang Didi—pedagang nasi goreng kompleks perumahanmembuat Karina bersemangat malam ini. Arsel menjemputnya tepat pukul sembilan malam.
Sudah siap?” tanya Arsel.
“Sleeping bag, jaket, sarung tangan, kaus kaki, sepatu gunung, senter, jas hujan plastik, baju ganti, obat-obatan, mi instan, cokelat, air mineral, and manymore are ready in carrier! jawab Karina antusias.
“Beli makanan?”
“Boleh. Kayak biasa, Sel.”
Lima belas menit kemudian, Arsel kembali dengan membawa sebuah kantong plastik berisi dua bungkus nasi goreng.
“Nih.”
“Kok dua? Kamu belum makan?” tanya Karina saat membuka isi kantong plastik itu.
“Biar kamu ada teman makan nanti,” jawab Arsel sambil berjalan meninggalkan gadis yang masih asyik duduk di teras rumahnya.
“Tuh ‘kan perhatian. Kamu tuh sebenarnya sayang sama aku. Iya ‘kan? Ngaku aja deh!” Karina tampak menyeringai, menggoda pemuda itu.
Arsel sedikit berteriak sembari berjalan meninggalkan Karina. “Bodo amat. Sudah, cepat bangun dari situ! Saya tinggal, nih.”
Aku menyukaimu, Sel. Aku menyukaimu sejak pertama kali kita membicarakan buku-buku yang kita baca. Aku menyukaimu sejak pertama kali kita mendiskusikan kasus yang kita pikirkan bersama. Aku menyukaimu, saat kamu menunjukkan seyuman hangat itu. Aku menyukaimu, saat hujan membasahi kita berdua. Aku menyukaimu, saat rinainya menyelimuti tubuh kita dan kamu melindungiku agar aku tak sakit katamu. Aku menyukaimu, karena aku memang suka. Aku menyukaimu, karena kamu sederhana. Aku menyukaimu, karena aku memang ingin menyukaimu. Aku menyukaimu. Tahukan kamu? Karina bergumam di dalam hatinya.
Seperti rindu yang menipis dan makin tersayat oleh pertemuan tak berbalas. Pertemuan yang tak memihak pada debar dada dua makhuk Tuhan. Debar dada yang bergumul dengan rasa masing-masing. Debar dada yang tersesat ke arah mana labuan yang tepat.
Malam itu, pertama kalinya Karina menemukan rasa bahagia yang pilu. Ia pun menyusul pemuda yang makin jauh dari pandangannya.
Angkutan umum yang beberapa menit tadi ngetem di ambang gerbang kompleks perumahan, kini melaju mengantarkan kedua penumpang menuju stasiun Pasar Senen.
Sepanjang perjalanan, tampak beberapa anak muda tengah memadu kasih di kendaraan yang terparkir di sisi jalan. Para pedagang kaki lima berlomba memainkan spatula dan wajan hingga nyaring terdengar. Pembeli ramai mengantre. Ada yang berdiri, ada juga yang duduk di kendaraan tanpa menepikan dengan benar. Lalu lintas pun menjadi tersendat.Jadwal keberangkatan kereta api yang akan mengantar Karina dan Arsel sampai ke Yogyakarta adalah pukul 22.30 WIB. Waktu tersisa sembilan puluh menit sebelum keberangkatan.
Suasana di angkot malam itu sangat sunyi. Hanya ada Karina, Arsel dan Pak Sopir.Tiga puluh menit angkot itu menerobos jalan ibu kota, akhirnya mereka tiba di Stasiun Pasar Senen tepat sepuluh menit sebelum keberangkatan. Setelah melalui pintu masuk, Karina dan Arsel segera menuju peron satu. Kereta api tujuan Pasar Senen Lempuyangan telah terparkir, mereka memasuki gerbong kedua. Karcis kereta mengarahkan mereka duduk di kursi nomor 11 A dan 11 B.
KAMU SEDANG MEMBACA
3.726 [COMPLETE]
General FictionKarina Mentari senang banget waktu Arsel mengajaknya mendaki Gunung Rinjani. Bagi Karina, nggak ada perjalanan seromantis itu sejak pertama kali mengenal Arsel. Seperti jalur pendakian yang berliku, kisah cinta pun tak selalu berjalan mulus. Saat ti...