Ketika nafas mulai terhembus, di sanalah aku tahu kehidupan mulai berjalan. Ketika nada itu mulai terdengar, di sinilah aku tahu, aku tidak sendiri.
*Peter's POV*
"Ini memang terdengar gila.." ucapku dengan sedikit tertawa dan merapikan rambutku yang terkena angin aku berusaha setenang mungkin, tapi tetap saja harga diri ku sudah terjual. Aku siap menanggung malu. Melihat anak ini terdiam dan bingung, aku sangat menyukainya lebih lagi wajahnya yang imut dengan emosi yang tidak sesuai dengan ekspresi seharusnya, turut menjadikan alasan kuat ku untuk semakin ingin mendapatkannya. Bagaimana dia tetap menyejukan walaupun sedang marah?
Ia masih terdiam sepertinya keadaan meninggalkan kesan canggung dan keterkejutan untuknya. Sosok Carlin juga melongo dan tampak terkejut dengan pernyataan ku.
"kenapa?" Satu kata itu terdengar seperti pukulan gong besar seperti tanda untuk menantangku dalam berperang.
"Kenapa lu bisa suka sama gua?"
Akhirnya anak ini membuka topik yang ku takutkan. Alasan. Ya aku tidak mempunyai alasan untuk menyukai anak ini. Apakah aku bernafsu? Tidak, apakah aku cinta? Tidak. Yang ku tahu aku hanya ingin mengenal dan memiliki dia. Posesif memang, namun ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, membuat ku penasaran dan semakin berani.
"Iya pet, aneh lu.. kenapa lu suka sama si evan?" Tanya Carlin
"Ngga tau" jawabku.
"Aneh lu pet. Evan cowok, elu juga cowok. Kalian mau jadi pasangan gay?" Carlin mulai penasaran.
"Ngga tau." Jawabku.
Aku memperhatikan evan. Wajahnya berubah polos tenang dan sedikit membuat ku semakin canggung.
"Lalu kenapa Pet? Kok lu bisa suka evan?" Pertanyaan carlin semakin mencecar. Namun evan tetap dengan muka polosnya yang kemudian memainkan ekspresi menyebalkan. Dia tidak perlu bersusah payah meladeni ku karena ada Carlin yang sudah mewakili dan menjadi benteng baginya. Dia hanya diam namun matanya masih memandangku dan sesekali memandang carlin.
"Kenapaaa Pet??" Tanya lagi Carlin dengan nada kerasa ingin tahuannya.
Aku menghela nafas, "hmm.. emangnya lu ngga bisa denger dan nerima aja, terima aja kalau gua suka sama lu?" Jawab ku memecah suasana canggung.
Matanya berubah, wajah imutnya tersenyum geli, senyuman itu? Apa artinya? apakah dia mengejekku? Atau ini lelucon baginya? Aku merasa bodoh.
"Enggak, jangan di jawab sekarang." Jawab ku tegas.
Aku mulai salah tingkah. Bagaimana ini ? Anak ini mematikan gayaku. Aku menoleh menunduk, mata ku mencari cari apa yg bisa menyelamatkan ku, aku hanya menunduk dan benar benar tidak tahu apa yg harus ku lakukan, sekejap aku memutuskan melangkah pergi. Pergi dengan sangat bodoh karena gegabah dan terlalu terburu buru.. "sialaann" umpat ku. Aku tahu ini sudah terlalu jauh. Apakah ini keputusan yang tepat?
"Peter.. "
Aku mendengar suaranya lagi.. aku sudah mulai kehilangan akal sehat ku. Aku tidak berani menoleh dan masih menunduk malu. Ku percepat langkah ku dan kemudian,
"Brukk"
Sedikit gelap, nyeri dan perih..
Itu lah yang bisa ku deskripsikan di belakang suara tertawa yang membuat ku geram dan malu, Suara itu adalah suara yang ingin ku miliki, suara itu, suara terbaik yang paling ku benci dan ku senangi..Hi all.. thanks buat dukungannya.. baru update lagi nih. Semoga suka.. jgn bosen buat kritik supaya bisa membangun.. keep waiting and still, i'll do my best..
![](https://img.wattpad.com/cover/79907902-288-k323902.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Is, I....... (END)
Любовные романыWARNING..!!! CERITA BERGENRE LGBT (BOYxBOY) HOMOPHOBIC GO AWAY. ***** "Hmmmppp.. achh.. Berhentii.. " Aku menghentikan kegiatan yang ku lakukan terhadap nya dan menatapnya lekat. "Okee." Hanya itu jawabku. "Tunggu.. tidak.. teruskan" "Jadi lu su...