Chapter 12

4.7K 178 0
                                    

Setelah luka di tubuh-nya sudah lebih membaik. Prilly kembali pada aktivitas-nya yaitu mengantar dan menjemput fey lalu membereskan kamar-nya dan kamar fey.

Ali mendidik fey sangat rapih. Anak itu tau dimana ia harus meletakan baju kotor bahkan barang-barangnya saja sangat rapih tertata tanpa berantakan sedikit. Tak heran sih, daddy-nya saja sangat rapih bahkan prilly tak serapih ali.

Prilly hanya perlu menyapu dan mengepel dan mengganti sprei agar fey tidak terjangkit virus berbahaya. Lalu ketika melihat lemari, prilly tersenyum melihat baju yang di beli kembaran dengan-nya dan ali.

Bolehkah ia egois? Ia ingin selalu bersama ali dan fey. Ia tidak ingin ali melepaskan-nya suatu saat nanti.

Prilly kembali terhenti, tangan-nya menyentuh bingkai foto yang menampilkan dirinya, ali dan fey waktu di taman safari ' I love my family ' prilly tersenyum melihat tulisan-nya.

Mata prilly pun kembali menatap sebuah figura besar di dinding. Foto mereka kembali saat berjalan-jalan di bali sebelum dirinya dan ali perang dingin.

Di sebuah foto, dirinya terlihat sangat bahagia berada di dekat ali dan fey. Senyum itu tidak palsu dan itu tulus dari hati.

Di dinding lain-nya pun terpasang foto pernikahan-nya dengan ali waktu itu. Ia tersenyum kala mengingat awal-awal ia bertemu dengan ali dan fey.

Hanya datar tak berekspresi. Ketus dan kejam perkataan-nya.

Tiba-tiba prilly mengingat keinginan fey waktu lalu yang meminta-nya untuk memberikan seorang adik.

Tangan prilly dengan spontan tergerak untuk mengelus perut-nya. Apa bisa dia memberikan seorang anak untuk ali ? Tapi kenapa rasa-nya takut sekali untuk memiliki anak, ia takut jika suatu saat nanti mereka berpisah dan anak mereka harus kehilangan kasih sayang dari salah satu orang tua-nya.

Ia tidak ingin anak-nya seperti diri-nya yang tidak mendapat kasih sayang dari orang tua-nya. Betapa miris-nya ia ketika mengingat itu, apa sebenar-nya yang terjadi? Hingga ia begitu di benci oleh keluarganya sendiri?

Dia memiliki ayah dan dia memiliki ibu. Tapi saat ini yang ia rasakan, ia tidak memiliki mereka. Mereka akan datang ketika butuh dengan-nya itupun hanya sekali dan betapa ketus-nya mereka saat meminta.

Mereka yang buat hidup prilly tak berwarna dan suram. Membuat-nya menangis kala kecil karena ketidak-adilan.

Ia juga butuh kasih sayang tapi kenyataan seolah hanya memberi-nya sebuah obat pil pahit yang harus di telan mentah-mentah hingga rasa-nya bertahan lama.

Sikap dingin-nya karena ia jarang berkomunikasi dan sering berdiam diri. Ia lebih sering menyimpan kata-katanya dalam hati ketimbang memgeluarkan-nya.

Prilly terkejut ketik ada jemari yang menyentuh bahu-nya. " Ma-ma " Panggil prilly lalu menghapus air mata-nya dengan cepat.

Mama mertua-nya duduk di samping-nya dan baru kali ini prilly melihat wajah sendu milik mama mertua-nya.

" Kamu kenapa? " Tanya bu rachel dengan lembut. Baru kali ini prilly melihat sisi lembut sang mama mertua.

" Mama benar, aku memang urak-urakan hingga aku di kucilkan oleh keluarga ku sendiri " lirih prilly sendu.

" Maafin kata-kata mama yang menyakitkan ya prill, jujur awal-nya mama kecewa sama keluarga kamu yang begitu gampang-nya membuat hati anak mama kecewa. Mila itu sudah sangat dekat dengan fey, ali memang menikah karena permintaan fey yang ingin memiliki seorang ibu. Tapi sekarang yang mama lihat kamu yang lebih pantas menjadi seorang ibu untuk cucu saya dan istri yang sempurna untuk ali " Ungkap bu rachel.

Ikatan Suci Pembawa Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang