• her longing •

20 2 0
                                    

Sembilan tahun kemudian.

"Seoyeon, tolong revisi semua dokumen yang aku kirimkan ke emailmu. Aku harap kau bisa menyelesaikannya besok,"

"Oh, baiklah, Pak."

"Sudah kubilang, panggil aku Jimin saja. Kau ini," ucap Jimin sambil berdecih kesal.

Aku yang mendengarkan protesnya itu hanya tertawa. Aku senang sekali ketika menggoda Jimin. "Tapi itu kan tidak sopan. Kau CEO di sini. Aku harus menghormatimu."

"Dan kau adalah sekretarisku sekaligus sepupuku, sepupu yang menyebalkan lebih tepatnya," dia menyeringai padaku.

"Iya, iya, chim,"

Jimin akan melempar botol mineral kosong di atas mejanya ke arahku, tetapi aku sudah berlari keluar dengan terbirit-birit sebelum botol itu mengenaiku. Aku tertawa setelahnya dan bisa mendengar Jimin mengumpat di dalam ruangannya.

Minggu ini tugas pekerjaanku sangat padat. Banyak dokumen yang harus aku revisi dan dimintakan tanda tangan atasanku yang mana adalah Jimin, sehingga aku bekerja lembur.

Tapi untunglah, semua pekerjaanku selesai tepat waktu ketika weekend menghampiri.

Ketika aku selesai dengan dokumen-dokumen itu, bisa kurasakan punggungku seperti remuk saja. Kusandarkan punggungku di kursi kerjaku lalu melirik sekilas jam dinding di ruanganku. Pukul 9 malam.

Aku segera merapikan mejaku dan bergegas pulang. Tiba-tiba layar ponsel di atas mejaku menyala. Kuraih ponsel itu dan bisa kulihat ada panggilan masuk. Tanpa basa-basi aku mengangkatnya.

"Halo,"

"Hey, Seoyeon! Apa kau punya waktu besok malam?" aku bahkan bisa membayangkan dia tersenyum saat mengatakan itu.

"Hmm, coba kulihat dulu jadwalku,"

"Ah, Seoyeon. Kumohon. Minggu lalu kita tidak bisa menonton film baru di bioskop karena aku harus pulang ke Busan. Jadi, kali ini ya? Please?"

Aku bisa membayangkan wajah memelasnya. Aku tertawa kecil mendengar rengekannya dari seberang sana.

"Baiklah, baiklah. Tapi kau yang menraktirku. Deal?"

"Yeay! Deal. Sampai jumpa besok, Seoyeon!"

dear him ; kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang