Sebenarnya Soonyoung sudah patah semangat dalam mencari Buku biru langitnya itu. Mencarinya berhari-hari dan tidak menemukan petunjuk apapun tentang dimana buku itu ia tinggalkan. Ia tak memiliki firasat apapun hingga saat ia mengecek lokernya pagi ini untuk meletakkan almamaternya yang basah raut wajah terkejut ia tampakkan. Disana, didalam loker buku biru langitnya yang berisi semua foto-foto sunbaenya —Seokmin, tergeletak begitu saja diatas buku¬-buku dan beberapa barang lainnya.
Soonyoung mengambil buku itu dengan gerakan yang begitu mendramatisir. Melihat kearah kiri dan kanan dengan pandangan waspada. Bahkan ia tanpa sadar telah menjatuhkan almamaternya hanya demi mengambil buku itu. Soonyoung lalu membuka dan memeriksa tiap halamannya dengan teliti. Memandangi satu-persatu foto polaroid Seokmin beserta tulisan-tulisan tangan Soonyoung yang ada disana.
Hingga halaman terakhir yang kosong pun ia buka. Tidak ada kurang satu pun foto Seokmin dari sana. Soonyoung menghela napas lega. Walaupun sudah hampir satu minggu menghilang, akhirnya buku itu ia temukan juga. Soonyoung menyesal kenapa tidak sedari dulu ia memeriksa lokernya. Ia pun berjanji dalam hati akan sering-sering berkunjung ke lokernya. Karena loker Soonyoung memang hanya satu kali dalam seminggu ia jenguk.
Soonyoung lalu mendekap buku itu erat, takut hilang lagi. Baru saja ia menutup loker dan ingin beranjak dari sana, tiba-tiba kakinya merasa tersandung sesuatu. Soonyoung lalu menolehkan pandangannya kebawah. ″Ya tuhan. Kenapa aku sampai lupa apa tujuanku datang kemari. Wah, kau benar-benar mampu mengalihkan perhatianku Buku biru langit.″
Menunduk dan memungutnya dengan sebelah tangan yang kosong, Soonyoung lalu meletakkan almamaternya ke dalam loker, seperti tujuan awal. Setelah memastikan ia menutup dan mengunci lokernya dengan baik, Soonyoung melangkahkan kakinya dari sana dan berjalan menuju kelas dengan senyuman manis yang tak luntur dari bibir mungil lelaki bermata sipit itu. Minghao yang berpapasan dengan Soonyoung merasa aneh dengan sikap lelaki itu, baru saja kemarin ia mengeluh pada Minghao tentang betapa menyebalkan Guru Park kini ia malah tampak sangat bersemangat. Jadi ia memutuskan untuk berjalan mengekori Soonyoung hingga lelaki itu duduk dibangkunya.
Soonyoung yang merasa diikuti menolehkan pandangannya mendongak kearah Minghao setelah sempat meletakkan Bukunya kedalam tas.
″Ada apa?″ Minghao menggeleng. ″Tidak ada. Hanya saja kau terlihat senang.″
Soonyoung mengangguk dua kali dengan lucu. ″Buku ku sudah ketemu.″
"Oh. Buku yang kau cari itu?"
"Mm-hm."
"Dimana?"
"Dalam loker."
Baru saja Minghao akan menanggapi ucapan Soonyoung, tiba-tiba Jimin masuk ke dalam kelas dan berjingkrak heboh. Ia lalu berdiri didepan kelas dan jangan lupakan senyuman kelewat lebar yang ia tampakkan.
"Teman-teman, aku punya kabar baik."
Semua siswa saling pandang dan ada beberapa juga yang saling berbisik. "Baru saja aku bertemu dengan Guru Zhang dan dia mengatakan jika hari ini kita tak perlu belajar."
Soonyoung mengangkat tangannya, tanda ingin bertanya. "Lalu apa yang harus kita lakukan?"
Dengan senyuman idiotnya Jimin menanggapi. "Kita diharuskan berlatih seharian hari ini."
"APA..??!!" Jangan tanya itu suara teriakan siapa, sudah pasti itu suara milik seorang Kwon Soonyoung. Jimin dan beberapa anak yang lain —termasuk Minghao, menatap Soonyoung dengan raut wajah kebingungan. Bukannya apa. Semua orang tahu jika Soonyoung lebih suka praktek dari pada teori, tapi kenapa untuk berita yang seharusnya menyenangkan baginya kini malah ia tanggapi dengan kehisterisan seperti itu.
Jimin berjalan mendekat kearah Soonyoung. Menempelkan punggung tangannya ke dahi lelaki bermata sipit itu. Setelanya ia bawa untuk menempelkan di dahinya sendiri. Jimin memiringkan kepalanya menatap Soonyoung. "Jika ku bilang kau sakit, badanmu tidak panas. Jadi kau ini kenapa?"
Soonyoung dengan wajahnya yang kesal karena ucapan Jimin tadi menumpukan dagunya pada sebelah tangan. Ia tampak seperti memikirkan sesuatu. Ia lalu menatap Jimin yang masih betah berdiri di depan bangkunya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"
Soonyoung lalu menatap ke arah semua anak yang ternyata juga menatapnya. "Kalian juga kenapa menatapku seperti itu?"
Kesal karena diacuhkan, Soonyoung lalu mengambil ransel yang berada di sampingnya. Berdiri dan berjalan menjauh meninggalkan kelas. Jimin menatap Minghao yang juga menatapnya. "Teman baikmu itu kenapa?"
Minghao mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu. Dia memang seperti itu beberapa hari terakhir. Mungkin dia sedang datang bulan." Minghao dan otak dangkalnya itu. Jika saja Soonyoung mendengarnya, habislah dirimu Minghao.
***
Seokmin bukanlah seseorang yang meledak-ledak. Ia pasti akan menanggapi suatu masalah dengan kepala dingin. Tapi pengecualian dengan yang satu ini. Sedari tadi ia berbicara tapi hanya di jawab dengan keheningan oleh orang yang ada di hadapannya itu. Seokmin menghela napas pelan. Habis sudah sabarnya. Jika kali ini tetap tidak mau menjawab Seokmin akan memutuskan untuk tak menanyainya lagi. "Aku hanya bertanya kenapa kau melakukannya? Hanya itu."
"Apa dia begitu penting bagimu?"
Untuk kesekian kalinya Seokmin menghela napas. "Ini bukan dirimu, kau tahu?"
"Kau masih mengenaliku dengan baik, heh?"
"Sebenarnya kau ini kenapa, Kim Jinni?"
Jinni yang mendengar ucapan keras Seokmin hanya tersenyum miring. "Ini pertama kalinya kau membentakku. Dan semua ini karena lelaki bermarga Kwon itu? Aku benar-benar merasa tergantikan."
Setelah selesai dengan ucapannya Jinni lalu melangkahkan kakinya pergi dari sana. Berjalan dengan pandangan yang tertunduk. Seokmin tahu ia salah karena membentak kekasihnya itu. Tapi itu bukanlah mutlak kesalahannya. Jinni yang memulai.
Seokmin lalu medudukkan dirinya dibangku taman belakang sekolah. Menatap kebawah seolah rerumputan adalah pemandangan yang terbaik untuk ia lihat saat ini. "Seharusnya aku menolak perjanjian konyol itu sedari dulu."
***
Soonyoung tidak percaya dengan apa yang ia lakukan sedari tadi. Berjalan mengelilingi sekolah yang sangat luas ini hanya demi mencari sunbaenya, Lee Seokmin. Bukannya tidak bisa berlatih sendiri. Tapi kemarin Seokmin sendiri yang mengatakan jika dijadwal latihan berikutnya ia akan memberikan Teks Lirik lagu yang akan mereka bawakan nanti.
Soonyoung lalu memutuskan untuk berhenti di dekat mesin minuman. Membeli sebotol air mineral dan kembali melangkahkan kakinya entah kemana. Soonyoung benar-benar tidak memiliki tujuan. Andaikan saja kemarin ia sempat meminta nomer ponsel Seokmin pasti hasilnya tidak begini. Tapi Soonyoung takut, ia masih tahu diri untuk tidak melakukannya. Menyimpan nomer telepon Seokmin sama saja dengan menyuruh Soonyoung untuk bergerak lebih dekat dengan lelaki Lee itu.
Tapi kan Seokmin masih punya Media Sosial? Kenapa Soonyoung sampai lupa. Ia kan juga sempat memfollow Seokmin di Instagram, kenapa tak ia kirimi pesan saja sedari tadi. Soonyoung itu kadang terlihat pintar, tapi juga bodoh di saat yang bersamaan. Baekhyun pun mengatakannya begitu. Dan Soonyoung selalu mengelak dengan apa yang Baekhyun katakan.
Soonyoung lalu mengambil ponselnya dari saku celana. Membuka Media Sosial —Instagram,nya dan mencari nama Seokmin disana. Setelah mendapatkannya, Soonyoung mulai mengetikkan pesan pada Seokmin lalu mengirimnya pada detik kelima. Send.
Baru saja Soonyoung ingin memasukkan ponselnya kedalam saku, getaran dari ponsel yang menandakan ada notif yang masuk membuat ia urung melakukannya. Ia lalu membuka dan membaca pesan yang ternyata balasan dari Seokmin. Mengetikkan balasan dengan isi 'Baiklah' setelahnya Soonyoung beranjak dari sana dan berjalan menuju ruang latihan.
"Tunggu saja aku diruangan latihan kemarin. Sebentar lagi aku akan kesana. Aku masih ada urusan sebentar. Dan jangan kemana-mana sampai aku berada disana. Mengerti?"
***
[A/N] : Besok hari senin. Dan aku udah mulai ngampus.. Huhuhu~
Jangan lupa jaga kesehatan ya.. Saranghae~
***
Published : Jan 22, 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Polaroid ✓
Fanfiction"Karena aku terlalu takut untuk lebih dekat denganmu..." - Kwon Soonyoung Start : 14 Dec, 2016 End : 21 Mei, 2017 #16 - SoonSeok [Apr 5th 2021] #39 - SeokSoon [Dec 22nd 2020]