"Kenapa? Beneran berdarah ya?" tanya Arela.
"Gak."
Arela menautkan alisnya dan berdiri dari tempat duduknya dan mendekat kearah bahu Bagas.
Arela menyentuh pelan bahu Bagas dengan telunjuknya kali ini Bagas tidak berkelid, ia membiarkan Arela menyentuh bahunya.
"Sshh." Bagas meringis pelan.
"Sakit?" Arela bertanya pada Bagas.
"Mau gue obatin?" tanya Arela lagi.
Bagas menggelengkan kepalanya "Gak usah, nantik gue obatin di rumah aja."
"Sekarang aja, gue obatin ya?."
"Gak usah."
"Sekarang aja ya? Kasian tangan lo."
"Kok lo ngebet banget sih? atau jangan-jangan lo pengen liat gue buka baju? pengen liat body gue lo?."
Arela mendelikan matanya, kata-kata Bagas tadi benar-benar di luar pikirannya. Arela tidak pernah berfikiran kesana ia tulus ingin membantu.
"Gila ya lo! gue tulus mau bantuin lo!"
"Elahh cewe kayag lo biasanya munafik, bilangnya gak mau padalah dalam hati mau banget" bersama dengan itu Bagas melepas satu persatu kancing seragamnya dan menyimpangnya di meja.
"Puas lo? obatin nih sekarang!."
Arela merasa ia benar-benar direndahkan oleh Bagas. "Gue gak pernah berfikiran kayag gitu. Maaf kalau gue maksa tadi, ini segaram lo pakek aja"
Beberapa detik Bagas dan Arela saling bertukar pandangan. Tangan Arela yang memegang baju seragam Bagas menggantung beberapa detik di depan Bagas.
"Obatin." Bagas mengambil seragamnya dan kembali menaruh seragannya ditempat semula.
"Tolong." lanjut Bagas.
Setelah itu tidak ada dari mereka yang berbicara hanya suara ringisan Bagas yang terdengar.
"Thanks ya, by the way sorry yang tadi" ucap Bagas sambil memakai kembali seragamnya.
"Sorry juga kalau tadinya gue terlalu maksa"
Samar-samar Bagas tersenyum kecil dan menganggukkan kepala.
Canggung, satu kata untuk mereka saat ini. Bagas ataupun Arela tidak tau apa yang akan mereka lakukan. Mereka hanya dia duduk di kursi masing-masing dan saling tatap satu sama lain.
Sekian detik mereka saling menatap, akhirnya Bagaslah yang pertama kalinya mengalihkan pandanganya.
"Lo ngapain disini?"
"Duduk." jawab Arela.
"Gak, maksud gue ini kan jam pelajaran ngapain lo di uks?"
"Bolos, lo sendiri ngapain di uks jam pelajaran?" Arela bertanya balik pada Bagas.
"Gue lagi pup, gak liat lo?" bersama dengan itu Bagas berjongkok di atas kursinya.
"Garing lo, sumpah."
Bagas dan Arela tertawa bersama menertawakan guyonan Bagas yang menurutnya sangatlah tidak lucu.
"Lo ngetawain apa?" tanya Bagas sambil berusaha meredam suara tawanya.
"Gue?" tanya Arela sambil menunjuk dirinya sendiri
"Ngetawain lo, lo ngetawain apa?" sambung Arela.
"Gue? Ngetawain lo ketawa lah." jawab Bagas
Arela menautkan alisnya dan detik itu juga Bagas tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Lambat laun Arela ikut tertawa, menurutnya Bagas itu lucu kalau lagi ketawa.
"Udah ahh keram perut gue ketawa terus" kata Bagas namun dia sendiri masih tertawa.
"Tapi lucu ya lo ngetawain gue, gue ngetawain lo ketawa."
"Semerdeka hidup lo aja dah." jawab Arela dengan tawa kecilnya.
Setelah itu tidak ada percakapan diantara keduanya. Bagas memilih tiduran di atas ranjanh yang tersedia di uks, sementara Arela lebih memilih memainkan hpnya.
Kringg.. Kring.. Kring...
Bel sekolah berbunyi menandakan jam pelajaran berakhir dan berakhir juga jam sekolah hari ini.
"Gue duluan cabut ya." Bagas tidak perlu menunggu jawaban dari Arela, ia berjalan dengan santainya keluar dari uks.
Selang beberapa menit teman-teman Arela datang dan mereka pulang bersama-sama.
***
Sumpah gue ngerasa ini gaje banget. Maaf ya klo mengecewakan, nantik kalau ada ide baru gue revisi bab ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andaikan
Teen FictionArela sudah sangat kebiasaan mengatakan andaikan di setiap kejadian yang ia lalui, sampai pada akhirnya seorang laki-laki membantu Arela menghilangkan kebiasaannya itu Hidupku dipenuhi kata 'Andaikan' andaikan kata 'Andaikan' bisa hilang dari hidupk...