09

16 2 1
                                    

Arela bergegas merapikan barangnya dan meninggalkan lapangan bersama teman-temanya. Ekstra hari ini rasanya sangat melelahkan namun ada suatu hal yang membuat Arela merasa senang dan tidak memperdulikan rasa lelahnya.

Dengan senyuman kecilnya ia menghidupkan motornya dan segera menjalankan motornya menjauhi parkiran.

Mandi lalu membersihkan kamarnya, menyapu di halaman rumahnya dan bermalas-malasan di kamarnya. Arela tidak tau apa yang harus ia lakukan, ia merasa bosan dengan segala jenis kegiatan yang ada. Memulai obrolan di grup chat Line-nya cukup membosankan, entah apa yang terjadi pada teman-temanya yang seketika berubah menjadi membosankan.

Line 🎶

Bagas J. Negara : Arela.

Wajah Arela memerah bersamaan dengan terbukanya pesan itu dan melihat nama sang pengirim.

Sebuah senyuman lebar menghampiri wajah Arela yang memerah. Terbilang bodoh hanya karena sebuah pesan dan jantung Arela sudah berdetak tak menentu.

Kak Bagas. Jerit Arela dalam hati. Ia menenggelamkan wajahnya pada tumpukan bantal di tempat tidurnya lalu berguling-guling ke segela arah
sambil meremas-remas ponselnya dan menghentak-hentakkannya.

Arela : Iya kak?  (Delete)

Arela : Ada apa kak? (Delete)

Arela : Kenapa? (Delete)

Berulang kali Arela mengetikkan pesan yang akan di kirim namun tidak satupun dari pesan-pesan itu yang terkirim. Arela merasa pesan yang ia tulis kurang bagus, ia ingin first impression saat chat bersama Bagas berkesan baik dan bagus.

Arela : Iya?

Pada akhirnya hanya satu kata yang terkirim. Arela memandangi room chat-nya Bagas, pesannya sudah terkirim namun hingga beberapa menit kemudian masih belum ada respon dari Bagas.

Arela menghela nafas panjang. Ia memejamkan matanya untuk beberapa detik.

Line🎶

Suara pesan masuk pada Line-nya kembali terdengar, dengan segera Arela kembali memeriksa handphonenya.

Line Today

Shitt! Umpat Arela dalam hati.

Arela kembali melihat room chat-nya dan ternyata pesannya sudah terbaca namun tidak ada balasan dari Bagas. Pada akhirnya Arela ketiduran akibat menunggu balasan chat dari Bagas.

“Astaga! Sumpah demi apapun gue lupa kalau sekarang ada ulangan kimia.” Arela menepuk jidatnya terkejut karena melihat semua teman-temanya sudah duduk di bangku masing-masing dan sedang membolak-balik buku catatan kimia.

“Dwi, please ajarin kimia secara kilat, setidaknya nantik gue bisa jawab dikit. Please ajaran yahhh?” Arela segera menaruh tasnya di tempat duduknya dan mengeluarkan seluruh buku-buku yang ia perlukan untuk belajar kimia.

“Lo pelajarin latihan-latihan soal yang kemaren dikasi. Kalau lo gak hafal rumus buat aja contekan tulis rumusnya di bangku lo.”

Arela segera membaca, memahami dan sesekali mengorat-oret angka-angaka yang ada di dalam latihan soal yang di berikan beberapa hari yang lalu. Waktu yang ada hanya 15 menit sebelum guru kimia itu datang. Jadi Arela juga mengambil jalan pintas dengan menuliskan rumus-rumus kimia di bangkunya dan beberapa jenis ion-ion yang ada.

Kring…

“Gue masih gak ngerti cara menyetarakan ion. Bingung gimana caranya bedain yang mana garam.” Arela bingung sendiri, ia merasa frustrasi karena tidak mengerti lantaran cara mengajar sang guru yang kebut-kebutan mengejar materi. Ditambah murid-muridnya yang tidak berani bertanya pada sang guru karena galaknya sang guru jika mendengar muridnya berkata tidak mengerti atau belum mengerti setelah ia menjelaskan.

“Pasrah aja Rel, yang penting lo buat diketahui sama ditanya, tulis aja rumusnya walau gak sampe hasil akhir lo tetep dapet nilai kok.” Dwi yang duduk di sebelah Arela memberikan beberapa wejangan sebelum mereka melaksanakan ulangan harian kimia.

“Kalau itu gue juga tau cacing!” Arela mendengus kesal lalu ia mengambil kertas double folionya dan mengeluarkan kotak pensilnya. Siap tidak siap ia akan bertempur melawan sulitnya soal-soal kimia.

Setelah beberapa jam yang sangat menyiksa, akhirnya bel kembali berbunyi menandakan berakhirnya jam pelajaran sekaligus berakhirnya pertempuran melawan soal kimia.

"Gila! Kemaren gurunya bilang cuma 4 soal tau-taunya 4 soal beranak!”

“Tandus otak abang, neng! Tandus!”

“Gue cuma bisa jawab 2 soal doang, takut remidi.”

“Nantik kalau gue jadi mentri pendidikan, gue jamin gak ada yang namanya mata pelajaran kimia?”

Arela hanya merebahkan kepala di atas meja. Dia sudah sangat-sangat pasrah jika nanti ia akan ikut remidial.

“Mau ikut kantin gak?” Elyn teman Arela yang duduk tepat di belakangnya bertanya.

“Ikut.” Lalau Arela berjalan meninggalkan kelasnya menuju kantin sekolah.

Jalan menuju kantin agak sedikit ramai, seluruh siswa dan siswi berlomba-lomba menuju kantin agar tidak kehabisan tempat duduk.

“Penuh Rel.” kata Elyn saat melihat kondisi kantin yang sudah sangat padat.

“Makan di kelas aja lah.”

Setelah itu mereka mengambil makanan yang akan dibeli dan membayarnya.

“Arela.” seseorang menyentuh pundaknya sambik memanggil namanya.

Sontak Arela memutar badanya 90 derajat dan alangkah terkejutnya saat ia melihat Bagas yang memanggilnya.

“Kak Bagas?”

“Tadi kakak Line kamu kenapa gak di balas?”

“Hah? Umm… sorry kaka tadi ada ulangan kimia jadi gak sempat pegang hp.” Arela menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal. Ia hanya merasa gugup karena seketika detak jantungnya berdetak berkali-kali lipat lebih cepat dari biasanya.

Tidak ada respon dari Bagas. Orang itu langsung berjalan menjauhi Arela  setelah mendengar alasan yang keluar dari mulut Arela.

Yang Arela katakan tidak bohong, hal itu benar-benar terjadi karena insiden lupa ulangan kimia yang membuatnya tidak sempat menyentuh handphonenya.

➰➰➰


Update
10 Juni 2017

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AndaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang