Warung yang terletak dipinggiran jalan kecil ini tidak pernah sepi dari pengunjung walaupun tempatnya tidak begitu bagus. Setiap siang pada saat bubaran kuliah, warung ini selalu menjadi tempat tujuan anak-anak dikampusku selain kantin yang ada didalam kampus sebagai tempat untuk memenuhi permintaan perut-perut yang kelaparan. Aku memilih warung ini sebagai tempat untuk menunggu jemputan dengan Yoga. Dia juga sedang menunggu Bang Yongky yang akan menjemputnya setelah abangnya itu pulang dari kuliah difakultas yang berbeda, Fakultas Teknik.
"Panas banget njir!!" keluh Yoga setelah dia menghabiskan teh botolnya dengan cepat. Rupanya dia benar-benar kehausan. "Ah! biasanya lo juga jemuran kayak ikan asin" celetuku dengan cepat. "Itu elu bego! suka fitnah kadang ye" ucapnya sedikit berteriak. Aku hanya meringis mendengar ocehannya.
Cuaca hari ini memang sedang panas-panasnya. Surabaya serasa tidak pernah meredupkan pancaran sinar mataharinya, seolah bersikap begitu terbuka menerima sinar matahari yang tiada berkesudahan kunjungannya.
"Eh, lo jadi nonton konser MLTR gak?" tanya Yoga tiba-tiba.
Radar siagaku menyala seketika, teringat akan percakapan antara aku dan Gaby di kafe bakery tentang konser ini.
"Jadi, kenapa?" tanyaku, berusaha mengatur nada agar terdengar normal.
"Kemarin, Kak Gaby nelpon gua. Dia ngajakin gua nonton konser. Gua sih seneng-seneng aja diajakin nonton konser sama dia, tapi lo tau sendiri kan gua gak suka sama band yang begituan."
"Terus?" tanya gua penasaran.
"Gua bilang kalau lo mau nonton juga. Dia langsung semangat ngajakin kita nonton bertiga." Yoga melanjutkan ceritanya.
"Terus?" tanyaku lagi. Setengah gemes dengan cerita Yoga yang sepotong-sepotong.
"Lo nonton sama siapa?" tanya Yoga.
"Belum tau. Mudah-Mudahan Bokap gua jadi nemenin" jawabku.
Yoga terdiam setelah mendengar jawabanku. "kalau bokap lu gak bisa nemenin. Ikut gua aja deh ya. Biar kita bisa nonton bertiga sama Kak Gaby" ujar Yoga tak lama kemudian.
"Kalau bokap bisa nonton?" tanyaku.
"Gak masalah sih, kan Kak Gaby bilang mau nyariin tiket buat gua. So sweet banget ya dia jadi cewek" ujarnya sambil tersenyum.
Aku mengangguk pelan, mencoba untuk tersenyum senang akan kondisinya yang sedang bahagia karena diajak nonton oleh Gaby.
Aku memandang Yoga yang sedang berseri-seri. Bagiku, Yoga adalah pria tampan yang memiliki banyak talenta, otaknya encer, cerdas, dan kritis. Tidak sedikit yang berusaha memikat hatinya, tetapi semua ditepis olehnya. Hingga saat ini, dia begitu memuja seseorang yang sayangnya juga aku puja. Mengingat itu kembali, aku membenturkan kepalaku dimeja.
Duk!
"Lo kenapa, Rey?" tanya Yoga khawatir dengan sikapku yang mendadak aneh begini.
"Pusing, Ga" jawabku asal.
"Kayaknya akhir-akhir ini gua sering liat lo suka bengong deh, kenapa?"
Aku terkejut dengan pertanyaannya. "Gak. Gapapa" jawabku berusaha meyakinkan dia dan diriku sendiri. Apa bener gua baik-baik aja?
"Ada masalah dirumah lu?"
Sang sahabat mulai melancarkan aksinya. Aku harus segera keluar dari zona ini. Bukan aku tidak suka dengan sikapnya yang begitu perhatian kepadaku, justru sebaliknya, sikap inilah yang aku suka dari Yoga. Dia begitu perhatian kepadaku, bengitu mengerti akan diriku. Hingga, sedikit saja sikapku berubah, dia akan mengetahuinya. Tetapi, tidak untuk kali ini, aku tidak ingin dia mengetahui apa yang aku rasakan ini.
"Gua baik-baik aja, cuman kurang tidur aja. mau dekat ujian akhir semester bikin gua stres sekarang." Aku berusaha mencari alasan yang masuk akal dalam menghadapi perhatiannya karena sedikit saja aku salah bicara, kelar nih hidup. Bisa-bisa Yoga tidak akan membiarkan aku tetap dalam keadaan seperti ini.
"Stres gimana? sejak kapan lo stres ngadepin ujian, biasanya lo yang paling santai. Lo kan pinter, Rey"
"Sejak negara api menyerang" jawabku
"Jangan bercanda!" jawabnya melotot.
Aku hanya tertawa. Memang benar bahwa aku agak sedikit gugup dalam menghadapi sistem perkuliahan yang tidak pernah kami alami sebelumnya di dunia sekolah. Aku tidak tahu bagaimana ujian di perkuliahan seperti apa. Apakah sama dengan ujian seperti di SMA?
Yoga menatapku dengan heran. Aku kembali memasang wajah bodohku. Nyengir.
Yoga lantas Menggeleng-gelengkan kepala. Aku tidak bisa menahan tawaku pada akhirnya. Dibalik semua perasaan yang aku pendam selama ini, aku begitu menikmati persahabatanku dengan Yoga. Dia adalah sahabat terbaikku.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta Lama
RomanceAku telah melangkah melewati beribu-ribu jarak, beribu-ribu hari, membawa ruang kosong dihatiku. Cinta telah kutitipkan pada masa lalu, tetapi aku masih menyimpan sehela harapan masa depan bersamamu. Aku masih ingat hangat jemarimu dipipiku, membawa...